jpnn.com, BALI - Aktivis sosial Yenny Wahid mengatakan peristiwa bom Bali I merupakan pengingat bahwa Indonesia punya sejarah kelam. Namun, sejarah itu harus menjadi motivasi untuk membuat Indonesia maju.
Hal itu disampaikan Yenny dalam acara peringatan Dua Dekade Peristiwa Bom Bali I dengan tema Harmony in Diversity yang diselenggarakan Densus 88 di Nusa Dua, Rabu (12/9).
BACA JUGA: Cegah Radikalisme dan Terorisme, Pupuk Indonesia Gandeng BNPT
Yenny menceritakan pesan almarhum ayahnya, Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur yang menyebut Tuhan tidak butuh pembelaan, karena dia mahaperkasa. Justru yang perlu mendapat pembelaan adalah makhluk Tuhan lain dari kekejaman makhluk-makhluk berbeda.
Ungkapan itu, lanjutnya, menjadi bukti pada 20 tahun yang lalu ketika Indonesia menyaksikan kekejaman makhluk Tuhan terhadap satu sama lain, yang dilakukan atas nama-Nya, dalam bentuk serangan bom.
BACA JUGA: Pupuk Indonesia Gandeng BNPT untuk Cegah Radikalisme Terorisme
"Bom Bali merenggut nyawa 202 orang tak bersalah dan 88 di antaranya adalah warga Australia," kata Yenny di Pantai Merusaka Bali.
Menurutnya, tragedi itu tidak hanya menimbulkan korban fisik, tetapi juga penderitaan mental yang begitu dalam, baik kepada korban langsung maupun bangsa dan dunia.
BACA JUGA: Tegas, Komjen Boy Rafli Sebut KKB Masuk Kategori Teroris
Bagi banyak orang, hidup tak lagi sama setelah bom Bali. Ekonomi menjadi sulit, tatanan sosial terancam.
"Filosofi Bhinneka Tunggal Ika kita dipertanyakan. Keyakinan kami pada sifat damai agama, dikhianati," kata perempuan bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh itu.
Yenny melanjutkan 20 tahun yang lalu orang terbunuh dan terluka secara fisik, mental, sosial, ekonomi, nasional, dan global.
"Tetapi hari ini kita berkumpul di sini untuk menunjukkan bahwa kita bisa bangkit kembali," katanya.
Kini, lanjutnya, orang Indonesia berdiri berdampingan dengan saudara-saudara dari bangsa lain di Bali, tak tergoyahkan dalam upaya tanpa henti untuk memerangi terorisme.
Bersama dengan negara-negara lain, warga Indonesia bergandengan tangan dalam mengejar dunia yang adil dan damai di mana orang-orang aman, sejahtera, dan bahagia.
"Kami menolak jika filosofi persatuan dalam keragaman kami dicabik-cabik. Kami menolak agama damai kami dibajak, kami menolak cara hidup hidup berdampingan secara damai dicabut," jelas dia.
Sementara itu, Kepala Densus 88 Antiteror Polri Irjen Marthinus Hukom menyampaikan Indonesia memiliki tekad dan semangat yang kuat untuk bisa bergandengan tangan menciptakan perdamaian tanpa kekerasan serta menjaga keamanan bagi setiap orang.
Dia berpandangan untuk menciptakan keadaan damai diperlukan kerja sama lintas sektor, baik pemerintah, aparat keamanan, tokoh masyarakat maupun tokoh agama, dan dukungan kerja sama masyarakat umum.
"Karena tanpa itu semua cita-cita bersama mewujudkan perdamaian itu sulit tercapai," kata Irjen Marthinus.
Menurutnya, sering kali aksi terorisme berdasar pada rasa ingin mencari pengakuan tentang martabat. Namun melupakan hal lain yang beririsan dengan martabat itu bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama untuk dihargai oleh orang lain.
"Ketika kita merasa martabat kita lebih tinggi, maka di situlah terjadi superioritas dan kita akan menzalimi orang lain," tegasnya. (tan/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gus Mis Tagih Janji Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Tunisia
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga