jpnn.com - LETAKNYA bersebelahan dengan kuburan Tionghoa. Gedung ini dibangun 16 tahun lalu, tampak masih kukuh, namun sepi.
Abdel Gamel Naser, Cenderawasih Pos
BACA JUGA: Mengenal Dabus, Sarat Makna Keagamaan Hingga Melawan Penjajah
Berada di batas Kota Jayapura, lokasinya malah bisa dibilang sudah berada di wilayah Kabupaten Jayapura. Gedung Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Bila melihat ke bagian belakang gedung, terlihat tumpukan kayu balok berkubik-kubik dengan berbagai macam ukuran.
Jika diuangkan bisa saja bernilai ratusan juta bahkan mencapai miliaran. Untuk melihat kondisi Rupbasan, Cenderawasih Pos lebih dulu membuat janji dengan Kepala Rupbasan, Friyanti Sannang SH. Dengan didampingi Bosland Simanjuntak dari Sub Seksi Administrasi Pemeliharaan Barang Sitaan, Cenderawasih Pos mendapat banyak cerita dari keberadaan dan operasional gedung yang dibangun sejak tahun 2000 ini.
BACA JUGA: Brigadir Wahyu Pengin Peluk Mama Terus, Inikah Firasat Itu?
Namun diakui meski telah beroperasi sejak 2006 lalu, ternyata hingga kini tak banyak yang mengetahui tentang apa itu Rupbasan dan fungsinya. Padahal banyak benda sitaan yang menyimpan persoalan hanya karena tak terkontrol dengan baik alhasil KUHAP memerintahkan dibentuknya Rupbasan.
Saat ini, benda sitaan dan barang rampasan tercecer di berbagai instansi. Seperti kepolisian, kejaksaan, Bea Cukai, BP POM, BNN, KPK dan Penyidik PNS (PPNS) lainnya. Dengan tidak terpusatnya pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan, maka benda tersebut banyak yang tidak terdeteksi keberadaannya, beberapa hilang dan tidak sedikit yang mangkrak.
BACA JUGA: Dihajar Suami Hingga Kaki Patah, Meraung di Kantor Polisi
“Kantor ini beroperasi sejak tahun 2006 dan tugas pokoknya adalah melaksanakan penyimpanan, mengelola dan pemeliharaan barang sitaan negara serta melakukan catatan administrasi,” kata Friyanti di ruang kerjanya, Senin (20/6).
Tak hanya barang sitaan saja, tetapi juga barang rampasan negara yang disita untuk dijadikan barang bukti proses peradilan. Dari luas lahan 70 x 100 meter ini kata Friyanti, barang yang paling banyak mangkrak adalah kayu. Di samping itu ada juga mobil, genset, bahan bakar minyak maupun perahu. “Yang paling sering adalah kayu dengan mobil. Kalau kayu biasa disita dari kehutanan dan kejaksaan maupun instansi lain seperti kepolisian,” jelasnya.
Kata Friyanti berdasarkan perintah presiden, secepatnya diminta Menkumham untuk menyikapi berbagai persoalan terkait barang sitaan atau barang rampasan. Disitulah Menkumham kemudian melaksanakan untuk menata kembali benda-benda sitaan agar dikelola dalam satu pintu.
Namun untuk syarat barang boleh dititipkan adalah bila telah mengantongi penetapan dan persetujuan dari pengadilan saat barang disita yang ditandatangani ketua pengadilan. Hanya kata wanita yang memiliki suami seorang dokter ini hingga kini belum ada regulasi yang menjelaskan tentang batas waktu sampai kapan barang sitaan atau barang rampasan ini boleh diparkir di Rupbasan.
Yang jadi persoalan lain adalah kadang kala barang sitaan sudah mengantongi putusan pengadilan yang inkrah namun tak kunjung dieksekusi. Harusnya bila sudah inkrah maka barang harus segera dieksekusi (dilelang) mengingat bila terus ditunda maka akan terjadi penyusutan dari nilai ekonomis barang tersebut.
“Karena tak ada batas waktu ini juga akhirnya barang yang inkrah tak kunjung diambil dan mengalami penyusutan, nilai ekonomisnya berkurang,” paparnya.
Bahkan lanjut Friyanti ada juga barang kayu olahan yang dititip sejak tahun 2008 dan sudah mengantongi putusan namun tak kunjung diambil. Hasilnya adalah tumpukan kayu yang bernilai jutaan ini hancur dan rusak. “Untuk koordinasi selalu kami lakukan, kalau sudah menerima tembusan putusan, kami juga bersurat untuk para pihak segera mengeksekusi, tapi nyatanya banyak yang tidak menindaklanjuti dan akhirnya barang rusak. Ini sebenarnya kerugian negara juga dan karena itulah presiden mendorong lahirnya Rupbasan ini,” imbuhnya. (*/tri/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masya Allah, Alquran Era Pangeran Diponegoro Masih Terjaga
Redaktur : Tim Redaksi