Menguat Desakan SMA dan SMK Dikembalikan ke Pemkab / Pemko

Jumat, 03 Agustus 2018 – 00:36 WIB
Siswa SMA. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, MALANG - Belakangan muncul wacana agar pengelolaan SMA dan SMK dikembalikan lagi ke pemerintah kabupaten/kota. Mendikbud Muhadjir Effendy merespons aspirasi tersebut.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu berencana mengumpulkan kepala dinas pendidikan (kadisdik) kabupaten/kota se-Indonesia. Dalam pertemuan itu, Muhadjir akan menyampaikan solusinya.

BACA JUGA: Menteri Muhadjir Akui Banyak yang Belum Paham Sistem Zonasi

”Ada baiknya (pengelolaan SMA-SMK) dengan skema pembantuan,” ujar Muhadjir seperti diberitakan Radar Malang (Jawa Pos Group).

Skema pembantuan yang Muhadjir maksudkan adalah pengelolaan SMA-SMK melibatkan kedua pihak. Yakni, duet pemprov dan pemkab/pemko. Solusi tersebut dipilih Muhadjir dengan alasan tidak perlu mengubah Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). ”Karena mengubah UU itu susah,” kata Muhadjir.

BACA JUGA: Bukan Zamannya Lagi Bangun Sekolah Asal-asalan

Seperti diberitakan sebelumnya, pengambilalihan pengelolaan SMA-SMK dari Pemkot Malang ke Pemprov Jatim terjadi sejak 2016 lalu. Hal itu merujuk UU 23 Tahun 2014 tentang Pengganti UU 32 Tahun 2004 bahwa manajemen pengelolaan SMA-SMK berada di tangan pemprov. Namun, penerapannya dua tahun kemudian, yakni 2016.

Selama dua tahun dikelola pemprov, 2016–2018, wali kota di sejumlah daerah mengeluh. Mereka khawatir setelah diambil alih pemprov, pengelolaannya tidak maksimal. Pada pertemuan wali kota bersama Presiden RI Jokowi di Istana Bogor pada 23 Juli 2018 lalu, beberapa wali kota menyampaikan uneg-uneg-nya.

BACA JUGA: Jakarta jadi Pilot Project Revitalisasi SMK

Jokowi setuju bahwa pengelolaan SMA-SMK dikembalikan ke kabupaten/kota lagi, asalkan tidak mengubah UU. Celah tidak mengubah UU itulah yang dipegang teguh oleh Muhadjir.

Selain pertimbangan tidak mengubah UU, jalan tengah yang diambil Muhadjir juga mengantisipasi kemungkinan terjadinya rebutan alih kelola. ”Kenapa menggunakan kombinasi (duet pemkot-pemprov)? Itu agar tidak terjadi pengkavlingan pengelolaan antara pemda dan pemprov,” kata pria berusia 62 tahun itu.

Model seperti ini, lanjut Muhadjir, bisa dipayungi dengan instruksi presiden (inpres). Menurut Muhadjir, penerbitan inpres merupakan cara terhalus dan terdekat untuk mengatasi ”kisruh” pengelolaan SMA-SMK. Sebab berdasarkan pengamatannya, tidak semua kabupaten/kota meminta pengelolaan dikembalikan.

”Banyak juga daerah yang setuju (SMA-SMK dikelola pemprov),” kata dia. ”Alasannya, kalau dikelola provinsi, dana daerah tidak berkurang banyak dan bisa dialihkan untuk kepentingan lainnya,” tambah pria kelahiran Madiun itu.

Disinggung mengenai apa saja keluhan wali kota terkait pengelolaan SMA-SMK oleh provinsi, Muhadjir menyebut ada tiga masalah. Pertama, pemindahan aset pendidikan daerah yang beralih ke provinsi tergolong rumit. Kedua tanggung jawab pendanaan tidak jelas. Ketiga, khawatir pemprov tidak maksimal mengelola SMA-SMK.

”Beberapa wali kota khawatir, kalau SMA dan SMK tidak didanai mereka (pemda), nanti mutunya jelek,” kata Muhadjir. (san/c2/dan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Muhadjir: Janganlah Berbuat Zalim pada Guru Honorer


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler