Mengunjungi Newseum saat Orang Amerika Terkena Demam Obama (1)

Abadikan Diri di Depan Headline Berjudul OH-BAMA!

Jumat, 14 November 2008 – 16:06 WIB
Foto : Doan Widhiandono/JAWA POS
NEWSEUM merupakan salah satu di antara banyak museum di Washington DC yang kini banyak dikunjungi warga Amerika SerikatSalah satu magnet museum berita itu adalah berbagai liputan tentang terpilihnya Barack Hussein Obama sebagai presiden ke-44.

Laporan DOAN WIDHIANDONO, Washington DC

NUANSA pemilihan umum masih begitu terasa di Newseum, museum berita yang disebut-sebut paling interaktif di dunia itu

BACA JUGA: Merasakan Jadi Milanisti di Markas AC Milan, Italia

Di beranda gedung yang berlokasi di Pennsylvania Avenue tersebut, jajaran frontpage atau halaman depan koran-koran terkemuka di AS edisi terbaru menyambut pengunjung yang datang ke museum itu.

Koran-koran tersebut juga ''menyapa'' orang yang sekadar lewat di depan museum yang terletak di ''America's Main Street'' atau jalan utama di AS itu
Memang, Pennsylvania Avenue menghubungkan dua bangunan yang boleh jadi masuk sebagai salah satu bangunan terpenting di kolong jagat

BACA JUGA: Merasakan Fenomena Obama di Jantung Amerika (2-Habis)

Yakni, Gedung Capitol dan Gedung Putih (White House).

''Sapaan'' halaman depan koran yang dipasang di pinggir jalan itu sering manjur
Banyak orang berhenti untuk sekadar ''mengintip'' kejadian yang menjadi berita utama koran-koran hari itu

BACA JUGA: Merasakan Fenomena Obama di Jantung Amerika (1)

Sekadar mengintip memangSebab, yang terpampang memang hanya halaman depanHanya ada judul berita utama (headline), foto utama, plus paragraf-paragraf awal beritaKalau ingin baca sambungannya, ya beli koran.

Hingga awal pekan ini, berita-berita tentang Barack Obama, mulai berita kemenangan, kunjungan ke Gedung Putih, hingga keputusan untuk memboyong mertuanya ke Gedung Putih, banyak menghiasi halaman depan itu.

Nah, nuansa pemilihan tersebut baru muncul kuat di lobi utama NewseumLobi itu adalah ruangan besar di lantai 1, ruang pertama setelah pengunjung masuk pintu utamaUntuk masuk museum, pengunjung harus melewati pintu yang dilengkapi metal detector

Dua petugas selalu stand by memeriksa tas dan barang bawaan orang-orang yang masukSebelum menikmati lobi utama, orang harus membayar USD 20Itu ongkos masuk ke gedung enam lantai yang dibangun di lahan seluas lebih dari dua hektare atau 23 ribu meter persegi tersebut.

Di lobi utama itu, yang disebut Great Hall of News, pengunjung disuguhi halaman koran AS mengenai berita-berita yang sedang hangatPada pekan-pekan ini, yang dipajang di tempat itu (ada 40 halaman depan koran) adalah koran-koran yang terbit pada 5 November, sehari setelah pemilihan presiden AS yang mengantarkan Barack Obama menjadi presiden ke-44 AS.

Karena itu, semua koran itu pun berisi tentang ObamaBeritanya Obama, judulnya Obama, fotonya Obama pulaMisalnya, koran Arkansas Democrat-Gazzette dari Little Rock, ArkansasKoran itu memajang foto Obama dan keluarga saat pidato di Grand Park, ChicagoJudulnya, Obama TriumphKoran The Orange County Register dari Santa Ana, California, memajang foto yang samaYakni, keluarga Obama di Grand ParkNamun, mereka memilih judul berbedaJudulnya cukup lucu, yakni OH-BAMA!.

Tak pelak, edisi-edisi bersejarah tersebut menjadi daya tarik tersendiri pada museum itu beberapa waktu belakanganOrang-orang berebut berfoto, terutama pada koran-koran yang mereka anggap unikSalah satunya pada koran OH-BAMA! itu.

''Mereka punya cara berbeda menanggapi saat bersejarahAda yang serius, ada yang humoris,'' ungkap Richard Jacobstein, pengunjung dari BaltimoreDatang bersama istrinya, pria berumur 54 tahun tersebut beberapa kali berfoto dengan latar belakang aneka koran yang dia anggap menarik.

Masih di Great Hall of News, dipasang foto Obama seukuran aslinyaPengunjung pun seolah-olah antre berfoto bersama Obama yang terbuat dari kertas itu''Di sini masih ada Obama fever (demam Obama, Red),'' ujar Jacobstein lantas tertawa.

Biasanya, pengunjung disarankan menikmati tur itu dari lantai terbawahDari aula utama tersebut turun satu lantai, lantas naik terus hingga lantai keenamTotal tujuh lantaiDi lantai dasar itulah salah satu koleksi utama Newseum disimpanYakni, sebagian tembok Berlin (kini ibu kota Jerman) yang pernah memisahkan Berlin Barat dan Berlin Timur hingga 1989.

Tembok itu berjumlah delapan seksiMasing-masing selebar sekitar 1,5 meter, tinggi 12 kaki, dan berat masing-masing sekitar 3 tonNewseum mendapatkan koleksi berharga tersebut pada 1994.

Di dekat tembok itu ada layar televisi yang menayangkan film dokumenter soal tembok pemisah tersebutBagaimana tembok itu dulu dicat putih bersih pada sisi timur sehingga penyusup bisa langsung terlihatSedangkan di sisi barat, tembok tersebut penuh coretan grafiti yang menyuarakan kemerdekaan dan kebebasanTV itu juga memutar cuplikan-cuplikan berita utama koran-koran dunia saat tembok tersebut akhirnya runtuh.

Melengkapi tembok Berlin itu, Newseum juga punya menara jaga asli yang didatangkan dari Jerman TimurDari menara tiga tingkat tersebut, prajurit-prajurit Jerman Timur menembaki orang-orang yang mencoba lari ke Jerman BaratTercatat sekitar 20 ribu orang tewas ditembak saat mencoba menyeberang ke Barat.

Newseum memang tak mencoba mengabadikan kekejamanSebab, yang diabadikan semata-mata adalah hal-hal yang pernah menjadi berita besar di duniaTembok Berlin itu salah satunya

Di dekat display Tembok Berlin itu ada salah satu patung Lenin, eks pemimpin Uni Sovyet yang sedang tergulingKoleksi tersebut juga dilengkapi foto-foto koran dunia saat Uni Soviet bergejolak.

Nah, tak jauh dari situ ada koleksi aneka kartun dan komik strip yang terkenalMulai komik strip Flash Gordon hingga Garfield dan PeanutsMemang, koleksi itu hanya cuplikan komik plus penggambaran tokoh utamanyaMeski demikian, itu cukup lucu''Di sini kita menitikkan air mataDi Tembok Berlin karena terharu, di sini karena lucu,'' ujar Anne Bleumann, salah seorang pengunjung.

Di lantai satu, koleksi yang membuat pengunjung betah berlama-lama adalah sesi Pulitzer Prize PhotographsKumpulan foto-foto pemenang Pulitzer mulai era 1940 hingga 2008Foto-foto itu memang menggambarkan gejolak dunia selama sekitar enam dekadeAda susah, senang, tragedi, bencana, hingga kegembiraan.

Salah satu ''masterpiece'' pada koleksi itu adalah foto sekelompok Marinir AS yang beramai-ramai menegakkan bendera setelah pertempuran di Iwo Jima, JepangFoto karya Joe Rosenthal, fotografer Associated Press, pada 1945 itu termasuk yang ''diburu'' pengunjung, dijadikan objek berfoto bersama.

Ada juga foto karya Edward Adams yang dibuat pada 1968 di Saigon, VietnamAdams yang meninggal pada 2004 itu memotret seorang tentara Vietnam Selatan mengacungkan pistol ke kepala seorang tahanan Vietnam UtaraWajah si tahanan mengernyit menjelang berjumpa kematianDan tahanan itu memang melepas nyawa di ujung pistolWaktu penembakannya hampir sama dengan momen Adams ''menembakkan'' kameranya.

Foto pemenang Pulitzer memang menyimpan banyak ceritaCerita-cerita itu dibikin dalam format film dan ditayangkan pada sesi pameran foto tersebutTermasuk cerita mengenai Kevin Carter, pemenang Pulitzer pada 1994Carter memotret anak dari Sudan yang sedang tergolek lemah di tanahDi belakang anak itu, ada burung pemakan bangkai yang seolah-olah siap berpesta.

Setelah menerima penghargaan Pulitzer, Carter terus kepikiran anak Sudan yang dia tinggalkan setelah dipotret tersebutTak tahan dengan rasa bersalah itu, Carter akhirnya bunuh diriDia tak tahu bahwa anak yang dipotret tersebut sejatinya tetap hidup.

''Semua foto itu membuka pengetahuan kita, bagaimana jurnalis bekerja demi truth and trust (kebenaran dan kepercayaan),'' tegas Bleumann.

Wanita itu memang benarDalam pekerjaannya, seorang jurnalis memang harus mengupayakan kebenaran demi meraih kepercayaanJika kepercayaan tersebut hilang, itu bisa seperti ungkapan Sienna Miller, artis muda AS''The only thing I believe in print these days is the date (satu-satunya hal yang saya percayai dari koran saat ini adalah tanggalnya).''

Meski begitu, perjuangan untuk bekerja di bidang jurnalistik tak selalu mudahKadang-kadang nyawa jadi taruhanMisalnya, Kenji Nagai, wartawan Jepang yang tewas ditembak tentara Myanmar saat meliput kerusuhan di negara ituKerusuhan tersebut dipotret Andrees Latif, fotografer Reuters, yang akhirnya meraih Pulitzer pada 2008Dalam foto jepretan Latif itu tampak jelas Nagai sedang telentang di aspal di bawah seorang tentara bersandal jepit yang membawa senjata laras panjang(el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ali Fauzi, Adik Bungsu Amrozi-Mukhlas, Paling Repot saat Eksekusi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler