Menimbang Sistem Proporsional Tertutup

Oleh: Girindra Sandino – Sekjen Liga Literasi Nasional

Rabu, 11 Januari 2023 – 23:10 WIB
delapan parpol menyatakan menolak untuk memberlakukan kembali sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 mendatang

jpnn.com - Beberapa hari ini elite politik dibuat pusing bukan kepalang. Pasalnya, delapan parpol menyatakan menolak pemberlakuan kembali sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 mendatang.

Namun, PDI Perjuangan sebagai partai pemenang tetap kukuh untuk mendukung sistem proporsional tertutup.

BACA JUGA: Pengamat Apresiasi Airlangga Karena Menginisiasi Penolakan Sistem Proporsional Tertutup

Menanggapi wacana sistem proporsional tertutup, Liga Literasi Nasional menyampaikan hasil kajian dan pandangannya.

Pertama, sejarah mencatat, sebelum Pemilu 2009, saat itu menggunakan sistem proporsional daftar tertutup (closed list).

BACA JUGA: 8 Parpol Tolak Sistem Proporsional Tertutup, Titi Perludem Merespons Begini

Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU VI/2008 tentang Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap UUD 1945, mengubah tata cara penetapan calon legislatif pada pemilu 2009 dari sistem tertutup menjadi sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak.

Putusan Mahkamah Konstitusi itu bersifat negative legislation. Artinya membatalkan pasal atau materi muatan pasal tertentu dalam pasal Undang-Undang yang dimohonkan judicial review. Bukan merupakan positive legislation, rumusan pasal baru.

BACA JUGA: Inisiator Gerakan Tolak Proporsional Tertutup, Airlangga Dinilai Wakili Rakyat

Kedua, jika UU Pemilu baru merumuskan closed list sama sekali tidak mengkhianati putusan MK. Sebab, konstitusional merupakan wilayah kewenangan bagi pembuat undang-undang.

Ketiga, penerapan sistem proporsional tertutup untuk menghindari banyaknya Perkara Perselisihan Hasil Pemilu di MK, tanpa mengingkari asas proporsionalitas, bahkan mencegah ‘permainan’ dalam tahap-tahap penghitungan suara closed list system.

Oleh karena itu, sangat perlu mempertimbangkan untuk mengganti model penetapan caleg seperti sekarang ini.

Keempat, manfaat dari sistem daftar tertutup ini jika kita terus mempertahankan sistem presidensialisme seperti ini maka diperlukan disiplin fraksi dan juga membangun sistem kepartaian.

Logo Liga Literasi Nasional. Foto: Dok. Liga Literasi Nasional 

Siapa bilang ‘membeli kucing dalam karung’. Ambil contoh, di Jerman namanya daftar tetap/baku, pada surat suara, di bawah nama atau lambang parpol nama-nama caleg berurutan tertulis.

Kelima, sistem proporsional daftar tertutup, memberi peluang pada kader-kader partai yang militan dan ahli di bidangnya masing-masing.

Selain itu, sistem proporsional tertutup menutup ‘kader karbitan’ atau ‘titipan’ yang mempunyai modal sehingga baru beberapa bulan masuk partai lalu menjadi calon anggota legislator.

Pun dalam kampanye, kader-kader partai tidak bermain sendirian. Dalam arti, harus berusaha meraih suara sebanyak-banyaknya untuk partai.

Oleh karena itu, dalam kampanye pemilu, mereka akan mengampanyekan visi, misi, dan program partai.

Lain halnya jika sistem proporsional daftar terbuka. Mereka akan bersaing sendiri sesama caleg dalam satu partai sehingga terkadang jauh dari mengampanyekan ideologi partainya.

Adapun kelemahan sistem proporsional terbuka adalah peluang terjadi politik uang lebih besar akan memobilisasi pemilih.

Untuk menepis oligarki parpol dalam hal perekrutan calon legislator dalam sistem daftar proporsional tertutup maka parpol peserta pemilu harus menerapkan mekanisme internal secara demokratis masing-masing misalnya menggelar kongres.

Namun demikian, dalam setiap pemilu kita harus menjunjung tinggi standar Pemilu yang demokratis.

Adalah hak bagi setiap parpol untuk mendapatkan keadilan elektoral.

Namun, dalam riset dan Survei Liga Literasi Nasional, mencatat bahwa dalam sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak, parpol baik parpol gurem dan menengah tidak akan mampu membangun parpol yang mapan. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh minimnya dukungan finansial.

Hasil kajian Liga Literasi Nasional mencatat parpol papan atas bisa jeblok seperti Partai Demokrat kalau manajemen parpol bermasalah. Hal ini juga dapat menjadi alarm bagi PDI Perjuangan sebagai partai pemenang Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.

Peringatan yang sama juga berlaku bagi semua parpol peserta Pemilu 2024. Apabila tidak berbenah maka akan banyak parpol tidak akan lolos ambang batas parlemen sebesar 4 persen.(***)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler