jpnn.com - JAKARTA – Jutaan honorer masih menunggu jadwal pendaftaran PPPK 2024, termasuk regulasi teknis pelaksanaan seleksi pengangkatan mereka menjadi ASN jenis baru itu.
Masih banyak masalah rumit terkait rencana pengangkatan honorer jadi PPPK, yang sesuai amanat UU Nomor 20 Tahun 2023 harus tuntas akhir 2024.
BACA JUGA: Demi Seluruh Honorer, Berani Tambah Usulan Formasi PPPK 2024 Berlipat-lipat
Bahkan, yang sudah mendapatkan SK pengangkatan PPPK pun masih mengalami masalah.
Diketahui, Menteri PANRB Azwar Anas sudah mengatakan bahwa disiapkan formasi PPPK 2024 sebanyak 1,6 juta, di mana 100 persen untuk pelamar jalur honorer.
BACA JUGA: Banyak Guru Tidak Tenang setelah Diangkat PPPK, Ada Masalah Apa?
Sayangnya, seperti pada seleksi PPPK tahun-tahun sebelumnya, masalah minimnya usulan formasi dari instansi, terutama pemda, masih terulang lagi pada seleksi PPPK 2024.
Sejumlah pemda sudah terang-terangan mengatakan bahwa usulan jumlah formasi CPNS 2024 dan PPPK 2024 disesuaikan dengan porsi belanja pegawai di APBD.
BACA JUGA: Pendaftaran PPPK 2024: Kabar Baik untuk Para Honorer Satpol PP
Dengan demikian, gemuknya formasi PPPK 2024 yang disiapkan pusat, terbentur dengan tergantung kemampuan keuangan daerah.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengakui, formasi PPPK 2024 memang gemuk dan menjadi peluang bagi guru honorer dan tekdik jadi ASN tahun ini.
Namun, saat beraudiensi dengan pengurus Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPGSI) di Senayan, Rabu (17/1), Dede Yusuf mencemaskan soal jumlah formasi yang diusulkan pemda.
Minimnya usulan formasi PPPK 2024, bukan hanya mencemaskan honorer tercecer, tetapi juga honorer yang terdata dalam database BKN.
Masih banyak juga honorer berstatus prioritas satu (P1) juga belum bisa tidur nyenyak, lantaran belum ada jaminan terakomodasi pada seleksi PPPK 2024.
Padahal, para P1 tidak perlu lagi ikut tes, karena sudah lulus seleksi PPPK 2021.
"Bagaimana mau selesai kalau usulan formasi PPPK 2024 untuk guru honorer minim sekali, bahkan untuk prioritas satu (P1) saja tidak semua mendapatkan formasi, apalagi yang P3 sampai P4, " kata Direktur jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani menjawab JPNN. com, Minggu (21/4).
Masih banyak juga pemda yang sudah mengusulkan formasi, tetapi tidak gerak cepat alias gercep dalam menuntaskan tahapan demi tahapan seleksi PPPK 2024.
Menteri Anas seusai rapat membahas progres pengadaan PPPK 2024 bersama BKN di Jakarta, Jumat, 17 Mei 2024, mengatakan, penyusunan rincian kebutuhan ASN 2024 telah dilakukan pada 15-29 Maret 2024 dan diperpanjang hingga 30 April 2024.
Namun, kata Menteri Anas, masih ada instansi belum selesai melakukan perincian usulan, khususnya instansi yang mendapatkan alokasi formasi cukup besar.
Padahal, pendaftaran PPPK 2024 baru bisa dilakukan setelah tahapan tersebut kelar.
Di sisi lain, masih dalam rangka seleksi PPPK 2024, hingga saat ini BKN pun belum selesai melakukan verifikasi dan validasi (verval) terhadap data honorer yang sudah masuk database BKN.
Masalah lain, Peraturan Pemerintah (PP) Manajemen ASN juga belum diterbitkan, yang mestinya harus sudah terbit paling lama 6 bulan terhitung sejak 31 Oktober 2023, sesuai amanat UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Bagaimana pun, aturan teknis setingkat Peraturan Menteri PAN-RB mengenai seleksi PPPK 2023 harus mengacu kepada PP Manajemen ASN yang di salah satu substansinya mengatur mengenai penataan pegawai non-ASN.
Begitu pun terkait wacana pengangkatan sebagian honorer yang menjadi PPPK Paruh Waktu atau PPPK Part Time, hingga saat ini juga belum ada kejelasan.
Masalah Baru PPPK
Nah, honorer yang sudah diangkat jadi PPPK pun menghadapi masalah serius.
Masalah baru itu dialami para guru prioritas satu (P1) di sejumlah daerah seperti Sumatera Barat, Kabupaten Garut, dan wilayah lainnya
Ketum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLSPI) Heti Kustrianingsih mengaku menerima banyak keluhan dari guru P1 yang sudah mendapatkan SK PPPK.
Keluhan mereka mengenai mata pelajaran (mapel) yang diampu tidak sesuai dengan yang tertuang di SK pengangkatan sebagai PPPK.
Kondisi tersebut membuat mereka cemas, lantaran khawatir akan menjadi temuan evaluasi kinerja tahunan yang berdampak pada kontrak kerja.
"Para guru PPPK ini khawatir dengan kelanjutan kontrak kerjanya nanti," kata Heti kepada JPNN.com, Kamis (23/5).
Heti menyebut contoh kasus di Sumatera Barat. Di sana ada guru PPPK yang mengajar di sekolah A. Namun, di sekolah tersebut ada dua guru PPPK mapelnya sama, sehingga yang satu terpaksa mengajar mata pelajaran lain.
Heti mengatakan, saat ini guru PPPK yang mengajar mapel yang berbeda dengan yang tercantum di SK pengangkatan, masih bertugas.
Namun, jika kontrak kerjanya selesai, ini menjadi masalah serius. Sebab, guru PPPK tersebut sama halnya tidak mendapatkan penempatan karena ada ASN juga di situ.
Heti mengungkapkan cukup banyak guru yang diangkat menjadi ASN PPPK penempatannya tidak sesuai SK, bahkan tidak sedikit menggeser honorer induk.
"Jadi, guru honorer induk tergeser. Sebaliknya bila ada guru ASN, maka teman-teman P1 yang diangkat PPPK terpaksa mengajar mapel lain,” kata Heti.
Sesuai petunjuk Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), guru PPPK yang mengajar mapel tidak sesuai SK pengangkatan disarankan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat.
Mereka bisa mengajukan permintaan pindah dan minta dicarikan sekolah yang masih membutuhkan mapel.
Nantinya, surat perintah menjalankan tugas (SPMT) yang diubah, sedangkan SK pengangkatan tetap.
"Jadi, Dapodik yang dilihat SPMT. Kalau mengubah SK harus usulan kepada kepala daerah dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sehingga lebih sulit, " kata Heti.
Heti kembali mengimbau kepada guru PPPK yang mengajar tidak sesuai SK bisa bertanya ke dinas pendidikan masing-masing daerah untuk dicarikan solusi. (sam/esy/jpnn)
Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Mesyia Muhammad