Menkeu Sri Mulyani Harus Tahu, Kondisi Daerah Sudah Berdarah-darah

Minggu, 10 Mei 2020 – 07:09 WIB
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai kebijakan Menkeu Sri Mulyani Indrawati menunda penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) ratusan daerah di tengah pandemi Covid-19, bikin perekonomian akan semakin terpuruk.

Terutama di 380 daerah yang ditunda penyaluran DAU-nya.

BACA JUGA: Hergun Meminta Menkeu Sri Mulyani Jangan Paksakan Kehendak

"Terhambatnya DAU bisa menyebabkan semakin terpuruknya ekonomi di daerah-daerah. Konsumsi masyarakat sudah merosot secara drastis. Satu-satunya dorongan untuk menggerakkan ekonomi adalah belanja pemerintah. Jadi tidak tepat bila menkeu lebih mengutamakan aturan birokratis daripada kebutuhan mendesak pencairan DAU," ucap Hergun, Minggu (10/5).

Wakil ketua Fraksi Gerindra DPR ini lantas menyodorkan data pertumbuhan ekonomi (PE) nasional pada kuartal I 2020 yang hanya tumbuh 2,97 persen.

BACA JUGA: 37 Daerah di Jatim Zona Merah, Hanya Satu Saja yang Bersih

Saat ini mungkin jadi nol bahkan minus dan ini akan menambah tingkat kemiskinan antara antara 9,7 - 12,4% atau 1,3 - 8,5 juta jiwa.

"Itu adalah akumulasi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah. Artinya, di daerah saat ini kondisinya berdarah-darah. Kebutuhan akan DAU sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi," jelasnya.

BACA JUGA: Bakal Terjadi Kebodohan Massal karena Fokus Infrastruktur dan Ibu Kota Baru

Kemudian. golongan rentan dan hampir miskin akan semakin banyak yang jatuh ke bawah garis kemiskinan.

Akibat pandemi corona, diperkirakan jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berpotensi bertambah 5,1 juta hingga 12,3 juta orang pada triwulan II 2020.

Berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka mencapai 6,68 juta orang pada Februari 2020.

Ini artinya, tingkat pengangguran 4,8 % dari total angkatan kerja yang sebanyak 137,91 juta.

Jika jumlah pengangguran terbuka bertambah 10 juta saja dengan asumsi angkatan kerja bertambah 2 juta orang tahun ini, tingkat pengangguran melonjak menjadi nyaris 12 %. Persentase ini melompat lebih dari dua kali dari data per Februari 2020.

"Bila ini yang terjadi, tingkat pengangguran tahun ini bisa menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah," sambung legislator asal Sukabumi ini.

Risiko peningkatan angka kemiskinan yang masif juga menghantui Indonesia.

Jumlah penduduk rentan miskin dan hampir miskin mencapai 66,7 juta jiwa. Ini setara 25 % dari total penduduk, atau lebih dari 2,5 kali lipat jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

Masyarakat golongan rentan dan hampir miskin ini umumnya bekerja di sektor informal dan banyak yang sangat bergantung pada bantuan-bantuan pemerintah.

Masalah menjadi semakin pelik bila bantuan sosial dari pemerintah tidak mencukupi atau datang terlambat bahkan salah sasaran.

Ketua DPP Gerindra ini menyitir pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada Sidang Tahunan MPR yang lalu bahwa “untuk mewujudkan pemerataan pembangunan, pemerintah juga harus bersedia mendengarkan apa yang menjadi kebutuhan daerah.

Tak hanya mendengarkan, pemerintah juga harus tanggap dan mengerjakan apa yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat di daerah.

Sehingga nantinya akan terjadi sebuah pemerataan ekonomi yang sesuai dengan apa yang kita inginkan, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Nah, Hergun justru mencurigai kengototan Pemerintah Pusat menahan DAU 380 pemda patut dicurigai ada modus tertentu untuk memalak para kepala daerah.

Sebab, bisa saja ada oknum-oknum tertentu yang ingin di-lobi secara khusus untuk pencairan DAU tersebut.

"Bayangkan bila 380 pemda ramai-ramai datang ke Jakarta untuk melobi 'oknum-oknum' tersebut. Oleh karena itu, daripada berpotensi menjadi sumber pemalakan terhadap pemda-pemda, lebih baik Menkeu melonggarkan aturan yang ada," pintanya.

Hergun menambahkan, yang terpenting saat ini adalah segera cairkan DAU untuk semua pemda, terutama yang sudah menyelesaikan laporan di atas 50 persen.

Intinya, daerah sudah ada iktikad baik. Namun memang membutuhkan waktu dalam prosesnya.

"Ini yang harus dipahami oleh Menkeu. Jika pemerintah saja ingin dipahami DPR untuk menyetujui Perpu No 1/2020, maka semestinya Pemerintah Pusat juga harus memahami Pemda," sindir Hergun. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler