jpnn.com, JAKARTA - Praktisi komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan informasi hoaks masih banyak mengisi media sosial. Ketika sosmed di tangan orang yang tidak bertanggung jawab, maka media tersebut digunakan sebagai saluran pesan hoaks.
Belum lagi, seseorang yang tidak bertanggung jawab tersebut mengendalikan sosmed lebih dari satu, bisa puluhan bahkan ratusan dengan bantuan "mesin" pengganda.
BACA JUGA: SBY: Saya Dukung Presiden untuk Memerangi Hoaks Asalkanâ¦
Bisa saja antar-isi sosmed yang satu dengan yang lain saling mendukung untuk menciptakan opini publik yang menguntungkan kepentingannya semata. Atau saling berbantah untuk menciptakan kekacauan atau ketidakpastian di ruang publik agar bisa "memancing di air keruh". Padahal, sosmed-sosmed tersebut bisa jadi di-drive oleh satu orang, atau kekuatan tertentu.
"Situasi semacam itu tampaknya berpotensi besar terjadi ke depan, kalau tidak mau disebut sudah terjadi saat ini," katanya, Senin (15/5).
BACA JUGA: SBY: Saya Pribadi dan Keluarga Sering jadi Korban Hoaks
Menurut dia, hal itu bertujuan semata-mata membentuk opini atau mengacaukan persepsi publik demi menguntungkan kepentingan dirinya atau kelompok tertentu. "Hal tersebut berpotensi menjadi ancaman serius bagi rasa kebangsaan," tegasnya.
Karenanya, kata Emrus, tidak heran bila isi sosmed yang mengandung hoaks tersebut mengatasnamakan tokoh atau orang yang kredibel. Padahal, tokoh tersebut sama sekali tidak pernah berpendapat apalagi tidak pernah menulis tentang isi pesan yang mengandung hoaks.
BACA JUGA: Lawan Hoaks, Jokowi Diminta Keluarkan Perintah Untuk Tiga Menteri Ini
Buktinya seringkali mengemuka, setelah mengetahui bahwa namanya dipakai sebagai sumber atau penulis, segera kemudian tokoh kredibel itu membantahnya secara tegas.
Hoaks harus segera ditiadakan, diredam atau paling tidak diperkecil ruang geraknya. Sebab, dari aspek komunikasi, ada kecenderungan pesan yang pertama diterima oleh masyarakat bisa jadi dalam bentuk hoaks lebih meresap dalam peta kognisi seseorang sebagai khalayak media. "Daripada isi bantahan yang bukan hoaks," tegasnya.
Selain itu, bila pesan sudah dilontarkan, juga bisa dalam bentuk kemasan hoaks sulit ditarik kembali, karena tetap berbekas dalam kognisi seseorang sebagai anggota masyarakat dan khalayak media.
Karenanya dia menegaskan sudah sangat urgent dan mendesak Menkominfo Rudiantara menyusun dan melaksanakan strategi komunikasi "berperang" melawan hoaks secara masif, bukan dalam bentuk sporadis, terutama melalui sosmed. "Lebih cepat, lebih baik. Jangan sampai terlambat," tegasnya.
Bila tidak, dia melanjutkan, hoaks akan semakin menguasai ruang publik di tanah air. Jika hoaks menguasai ruang publik berpotensi besar menimbulkan dampak yang serius di tengah masyarakat. Karena itu, jangan sampai terjadi semacam pembiaran dari para pihak, terutama dari instansi yang bertanggung jawab terhadap proses komunikasi di Indonesia utamanya melalui sosmed.
"Sebelum terjadi dampak yang serius tersebut, menurut hemat saya, sebaiknya Kemenkominfo bertindak lebih proaktif dan preventif," kata Direktur Eksekutif EmrusCorner, itu. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... JK: Hati-hati Bikin Hoaks, Nanti Dibaca Pak Presiden
Redaktur & Reporter : Boy