jpnn.com, LOMBOK BARAT - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate kembali berbicara tentang digitalitasi penyiaran.
Menurutnya, digitalisasi penyiaran dirancang sebagai cara untuk mendayagunakan frekuensi se-efisien mungkin sehingga tercipta koeksistensi di ruang digital, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.
BACA JUGA: Banyak Banget, Menkominfo Sudah Memutus Akses Terhadap 4.906 Konten Pinjol
Pemerintah menargetkan penyelesaian akhir program migrasi penyiaran televisi analog ke digital melalui Analog-Switch-Off (ASO) pada 2 November 2022.
"Upaya penciptaan fair level of playing field dan konvergensi industri media terus dilakukan melalui beragam kebijakan yang melibatkan beragam pemangku kepentingan terkait," ujar Menkominfo saat membuka Kongres VI Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI) di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (29/10.
BACA JUGA: Mohon Doanya, Belasan Orang Terjebak Aliran Sungai di Padang
Menurut Johnny, pemerintah juga secara konsisten melakukan studi komparasi praktik-praktik negara lain untuk mendukung pertumbuhan industri media secara berkelanjutan di era transformasi digital.
"Salah satu yang menjadi perhatian adalah perkembangan kebijakan banyak negara untuk menyetarakan posisi industri media konvensional dengan para penyelenggara konten, atau yang biasa dikenal dengan Publishers’s Rights," ucapnya.
BACA JUGA: Banyak juga ya Anggaran Untuk PPPK Harus Disiapkan Daerah ini
Menteri Johnny menilai koeksistensi media di ruang digital menjadi penting untuk menempatkan posisi industri pers setara dengan pengelola platform digital.
"Meski bukan silver bullet untuk memastikan ekosistem industri pers yang independen dan keberlanjutan, ketentuan publisher rights merupakan salah satu alternatif kebijakan publik yang menempatkan posisi industri pers setara dengan pengelola platform digital dengan jumlah pengguna yang besar," katanya.
Dewan Pers diketahui telah selesai menyusun naskah regulasi publishers’ rights.
Johny menilai kebutuhan pengaturan mengenai publishers’ rights, payung hukum atas ketentuan publishers’ rights baik di level undang-undang maupun aturan pelaksanaannya juga harus segera disiapkan.
"Usulan konstituen Dewan Pers merupakan usulan yang sangat baik."
"Pemerintah saat ini tengah menjajaki beberapa kemungkinan undang-undang yang dapat mengadopsi ketentuan terkait publishers’ rights."
"Di antaranya melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU terkait Kekayaan Intelektual seperti UU Hak Cipta, UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau UU lainnya," katanya.
Menteri Johnny menegaskan pemerintah berupaya agar adopsi ketentuan publishers’ rights dapat segera dilakukan, mengingat sifatnya yang mendesak.
"Ketentuan yang diatur pada level undang-undang tersebut akan menjadi acuan penyusunan lebih lanjut aturan pelaksanaan publishers’ rights baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau turunan peraturan lain yang akan diatur secara lebih detil," katanya.
Dalam kesempatan kali ini Johnny juga menyebut teknologi digital mendorong perkembangan percepatan transformasi industri pertelevisian, terlebih selama pandemi COVID-19.
"Sebagai kanal distribusi maupun konten, teknologi hadir mewarnai jagad pertelevisian nasional."
"Setidaknya, terdapat dua tantangan utama yang dihadapi oleh insan pertelevisian, termasuk para jurnalis televisi dalam era teknologi digital. Yaitu, persaingan usaha di era disrupsi digital dan independensi jurnalis dalam pelaksanaan tugas," katanya.
Johnny kemudian mengutip Laporan Motion Pictures Association di masa pandemi (2020).
Disebut terjadi peningkatan pengguna layanan video online sebesar 1,1 miliar, lebih besar 26 persen dibanding 2019.
Kondisi tersebut menunjukan meski di tengah kondisi disrupsi digital, industri pertelevisian berpeluang untuk terus tumbuh meski turut memiliki tantangan tersendiri.
"Laporan yang sama menyampaikan bahwa televisi berlangganan menjadi pangsa pasar pertelevisian dengan pendapatan tertinggi mencapai USD 111,6 miliar di 2020," katanya.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang