jpnn.com, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly menyebutkan, terdapat pola berbeda dalam kasus penutupan media saat ini dengan beberapa dekade silam.
Saat beberapa dekade silam, kata dia, banyak media berhenti beroperasi karena ditekan dan diberedel oleh rezim.
BACA JUGA: Pulang Melaut, Suami Lihat Pemuda Bercelana Pendek Keluar dari Rumahnya, Istri Menangis
Pola itu berganti pada era saat ini. Media tutup setelah tertekan persaingan usaha imbas digitalisasi dan pandemi COVID-19.
Yasonna mengungkapkan itu dalam keterangan secara virtual di Konvensi Nasional Media Massa untuk memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2021 di Jakarta, Senin (8/2).
BACA JUGA: Menkum HAM Harus Tindak Jajarannya yang Melindungi Djoko Tjandra
"Sebelumnya media tutup karena mendapatkan tekanan dari rezim, kini media tutup karena tekanan persaingan sesama perusahaan media, khusunya jaringan digital dan juga dalam setahun terakhir akibat pandemi COVID-19," ujar dia, Senin.
Menurut dia, media cetak seperti Suara Pembaruan dan Indopos pada era saat ini, sudah menyampaikan salam perpisahan.
BACA JUGA: ASN Cabuli Putri Kandung, Sekda Banjarmasin Geram: Sanksi Tegas, Pemecatan
Begitu pula tabloid Bola, majalah Hai, Suara Karya, dan Sinar Harapan telah menyampaikan perpisahan.
"Berakhirnya masa terbit media cetak itu menjadi kado pahit menjelang HPN 2021," ucap dia.
Menurut Yasonna, fenomena tutupnya media akibat persaingan digital dan terpaan pandemi, tidak hanya terjadi di Indonesia.
Di Australia per April 2020, diumumkan 60 surat kabar regional ditutup.
Khusus terpaan pandemi, kata dia, banyak perusahaan di luar media massa yang kesulitan beroperasi. Imbasnya mata anggaran promosi sebuah perusahaan dibatasi.
Hal ini berimbas ke pendapatan media massa. Sebab, sumber pendapatan media massa banyak disumbang oleh iklan dari perusahaan lain.
"Berkurangnya promosi atau iklan berdampak besar pada industri media di mana sebagian besar pemasukan dari sisi itu," ujar dia.
Dari situ, kata Yasonna, sebagian orang telah melihat bisnis media tidak lagi menguntungkan. Krisis akibat pandemi sangat signifikan tidak hanya ke kesehatan masyarakat, juga merembet ke ekonomi.
"Krisis ekonomi menghadirkan tekanan bagi media," imbuhnya. (ast/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan