jpnn.com - BALI - Sekitar 100 peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat I dan II, beserta pengajar Balai Diklat Provinsi Bali dibuat panas dingin selama 90 menit. Menteri Pariwisata RI Arief Yahya menyampaikan materi "Great Spirit Grand Strategy" dalam bahasa yang lugas tanpa basa basi. "Maaf ya, publik itu menilai PNS itu lelet alias lambat!" kata Menpar Arief Yahya mengawali autokritik saat berbicara di lingkungan eselon II dan III dari seluruh Indonesia itu.
Para peserta pun langsung membelalakkan mata, tersipu, dan menahan tawa. Mungkin tidak pernah ada statement yang "to the point" sesadis itu. Sejak diangkat sebagai Menpar di era Kabinet Kerja Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla, Arief Yahya merasakan sendiri ritme dan kecepatan sebuah program itu secepat di private sectors.
BACA JUGA: Ribuan Ton Ikan Mati, Maklumi Badan Otorita Danau Toba Molor
"Saya yakin para PNS banyak yang shock dengan standar pekerjaan yang saya inginkan! Saya juga merasa shock berada di lingkungan tidak bisa cepat seperti ini," aku mantan Dirut PT Telkom yang pernah dianugerahi Marketeer of The Year 2013 oleh MarkPlus itu.
Arief Yahya pun menggambarkan bahwa persaingan ke depan adalah siapa yang cepat memakan yang lambat. Bukan yang besar mengalahkan yang kecil. Kalau para regulator (baca: PNS) masih lelet, maka daya saing negeri ini tidak akan sanggup berkompetisi di level global. "Dari situlah kita harus memperbaiki diri, dengan membangun corporate culture, mengubah kebiasaan lama yang buruk," jelasnya.
BACA JUGA: Suami Cinta Saat Istri Berseragam Pramugari, Tapi Minta Cerai Ketika...
Solusinya, kata dia, dengan WIN-Way atau Wonderful Indonesia Way! Jurus atau budaya kerja untuk memenangi kompetisi. "Yakni dengan Solid, Speed, Smart, tiga S," terang Menpar yang menyebut semua perusahaan besar, punya budaya kerja yang menancap kuat di semua level. Misalnya IBM way, Telkom way, dan sebagainya. Presiden Joko Widodo juga memiliki "revolusi mental."
Solid untuk menegaskan agar sesama regulator itu harus kompak, bersatu, membangun Indonesia Incorporated. Jangan karena berbeda kepentingan, masing-masing pihak saling mengunci, saling memveto, saling bertengkar, yang membuat program tidak bisa running. Jangan juga ada konflik kepentingan di level regulator atau pemerintah.
BACA JUGA: Libatkan Masyarakat untuk Kelola Dana Desa
Speed, dimaksudkan agar program itu berjalan dengan cepat. Kalau bisa dipercepat, mengapa harus dibuat lambat? Jangan sebaliknya. "Presiden mengulang di berbagai kesempatan, ada 42 ribu peraturan, 3 ribu yang saling bertabrakan, dan minta disederhanakan. Jangan membuat sesuatu yang menjerat kita untuk bergerak lebih cepat. Beliau minta di deregulasi peraturan hingga lima puluh persennya," kata Arief yang menegaskan pangkal dari kelambatan itu adalah regulasi.
Smart "S" yang ketiga yang dimaksud adalah cara terbaik untuk menjadi yang terbaik adalah benchmark. "Bandingkan diri Anda, organisasi Anda, pemda Anda, dengan yang lain, para pesaing, dan musuh atau rival Anda," ungkapnya di Denpasar, Senin 9 Mei 2016.
Tema spirit dan budaya kerja ini memang sengaja dipilih Arief Yahya untuk para eselon II dan III yang akan menjalankan pemerintahan di daerah itu. Agar nyambung, antara garis keinginan pusat dengan kemauan daerah. Dia pun memulai dengan 7-S nya McKinsey, strategy, structure, system, style, staff-skill, business transformation, biz cultural transformation, yang dia tambah dengan 1 S lagi, spiritual.
Sebagai calon-calon pemimpin, mereka harus cakap dalam menerapkan WIN Way itu. "Manager akan membuat perusahaan menjadi baik! Sedangkan leader akan menjadikan perusahaan Anda menjaid lebih hebat!" kata Arief yang selalu menggunakan istilah perusahaan sebagai pemda-pemda, dan CEO sebagai kepala daerahnya. "CEO itu disebut hebat, karena leadership-nya. Pemimpin besar lebih mengajarkan nilai-nilai yang menjadi budaya perusahaan. Mereka lead more, less manage!" ucapnya menirukan kata-kata Jack Welch, CEO GE.
Respons diskusi di forum itu cukup menarik. Misalnya ada yang bertanya, mengapa Sumatera Barat tidak masuk dalam 10 top destinasi? Pertanyaan itu mungkin mewakili puluhan daerah yang merasa kawasannya indah, dan masyarakatnya siap. Menpar pun balik bertanya, "Tanyakan dulu ke CEO Anda, apakah siap pariwisata menjadi leading sector di sana?" jawab Arief Yahya.
"Apakah sudah menempatkan Kadispar dari orang yang paling hebat? Apakah sudah mengalokasikan sumber daya dan budget yang signifikan di pariwisata? Kalau itu masih belum, saya tidak percaya CEO Anda ingin membangun pariwisata agar bersaing di level dunia?" jelas Arief Yahya.
Dari Papua juga bertanya, bagaimana planning pariwisata di Papua? Mengapa semuanya di luar Papua? Menpar pun menyebut, Bandara Sorong sudah dibangun, untuk memperkuat akses menuju Raja Ampat. Satu destinasi wisata bahari yang terus dipromosikan ke mancanegara. Beberapa bandara dan infrastruktur lain di Papua juga sedang dibangun.
"Tourism itu mengikuti infrastruktur. Pariwisata belm bisa jadi leading sector di sana. Menunggu infrastruktur terbangun hingga PON 2020, setelah itu baru dicanangkan 2021 Visit Papua. Saat ini kebutuhan dasar atau basic need dulu yang diprioritaskan di Papua, karena infrastruktur itu akan men-drive bidang apa saja di sana," ungkapnya.
Ada juga pertanyaan dari Bali, mengapa pariwisata tidak melegalkan judi? Seperti Las Vegas, Macao, Genting Highland, Singapore? Pasti cepat menghadirkan wisman? Menpar pun tegas menjawab: Tidak! "Social cost-nya jauh lebih mahal katimbang devisa yang kita dapat? Buat apa mengerjakan sesuatu yang lebih besar negatifnya dibanding positifnya? Pendek kata, bisa Bubar Kemenpar!" jawabnya yang lagi-lagi membuat gelak tawa.
Ada juga yang menanyakan soal kemacetan Bali dan Kuta, bagaimana rencana besar Kemenpar, mengatasi soal macet di destinasi wisata andalan Indonesia itu? "Itu biar ditangani Bupati dan Walikota setempat. Mereka yang punya destinasi. Mereka yang mendapatkan direct impact pariwisata. Mereka yang harus pintar-pintar mengatur traffic," jawab Menpar.
Bukan hanya soal manajemen transportasi, Menpar juga mengingatkan para Kadis Kebersihan di daerah. Soal sampah, sanitasi, kebersihan, kesehatan, Indonesia papan bawah dunia. Index competitiveness Indonesia jauh memalukan, versi World Economic Forum (WEF). "Saya bisa mengerti, wong semua toilet yang ditangani Pemda itu selalu buruk, mushalanya bau apek? Ini harus diperbaiki, harus berbenah, harus berstandar dunia," kata Menpar.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lihat Ni! Tolak Batu Bara, Aktivis Nekat Panjat Crane PLTU
Redaktur : Tim Redaksi