jpnn.com, JAKARTA - Menristekdikti Mohamad Nasir menawarkan solusi untuk mengatasi masalah distribusi dokter yang tidak merata. Salah satu solusinya adalah pemerataan akreditasi A dan B bagi Program Studi Pendidikan Dokter di seluruh Indonesia.
"Lulusan dokter yang ada di satu sisi ada yang mengatakan sudah banyak. Di sisi lain distribusinya kurang baik," ungkap Menteri Nasir di Denpasar, Selasa (27/8).
BACA JUGA: Akreditasi Online Pangkas Pengeluaran Perguruan Tinggi
Dia menambahkan salah satu masalah kesehatan di Indonesia adalah tidak meratanya dokter di daerah.
"Kalau saya datang ke wilayah tertentu, katakan Maluku, Papua, Papua Barat, atau NTT, ada satu puskesmas yang dokternya tidak bertempat di situ. Sementara ada satu kota yang jumlah dokternya sangat banyak, bahkan dokter itu tidak mau pindah sehingga tidak terdistribusi dengan baik," tutur Menteri Nasir.
BACA JUGA: 300 Diaspora Bertalenta Ikut Memperkuat SDM Unggul
Dia menjelaskan, solusi yang diupayakan Kemenristekdikti untuk memberikan pemerataan dokter adalah dengan memeratakan kualitas dan akreditasi Program Studi Ilmu Kedokteran dan Program Studi Profesi Dokter.
"Setelah diperbaiki semua itu, pembinaan kami lakukan. Dari LAMPT-Kes dievaluasi. Alhamdulillah dari dulu yang akreditasinya C, itu meningkat menjadi baik. Kini tinggal empat perguruan tinggi yang akreditasinya C plus perguruan tinggi baru," terang Menteri Nasir.
BACA JUGA: Menteri Nasir Singgung soal Intoleransi, Menyentil Siapa nih?
BACA JUGA: Pemindahan Ibu Kota: Kementerian Ini yang Pertama Kali Harus Boyongan ke Kaltim
Dia menyebutkan ada laporan yang disampakan kepadanya tentang pungutan kepada mahasiswa Profesi Dokter saat melakukan koasisten di luar rumah sakit pendidikan.
"Mereka yang sedang koas di rumah sakit pendidikannya mungkin tidak ada biaya tapi begitu masuk ke rumah sakit daerah, dikenakan biaya. Saya tidak tahu persis. Ini akan membebani anak-anak kita, di satu sisi rumah sakit tersebut mendapatkan resources dari (mahasiswa) fakultas kedokteran tersebut," ucapnya.
Dia berharap kepala daerah yang mengatur rumah sakit daerah dapat menghilangkan biaya tidak resmi tersebut. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Telkom University Peringkat 1 PTS di Indonesia
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad