jpnn.com, KUPANG - Menteri Sosial Tri Rismaharini menemui 18 korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Sentra Efata Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Wanita yang akrab disapa Risma ini memberikan semangat agar mereka bangkit dan berdaya.
BACA JUGA: Mensos Risma Beri Penghargaan 67 Tokoh yang Bantu Tugas Kemanusiaan Kemensos
"Tidak mudah bekerja di luar negeri. Saya tahu kalian kesulitan, tetapi bukan berarti tidak bisa diselesaikan. Percayalah Tuhan akan membantu kita, Tuhan tidak tidur. Tuhan akan membantu kita jika kita berusaha, siapapun bisa sukses," kata Mensos Risma di hadapan 18 korban TPPO.
Kementerian Sosial (Kemensos) sendiri telah mengambil langkah sigap dalam menangani 18 perempuan korban TPPO asal NTT.
BACA JUGA: Mensos Risma Kembali Berikan Bantuan Terintegrasi untuk Penanganan Kusta
Ke-18 orang tersebut diamankan pihak berwenang di Kabupaten Blitar, Jawa Timur pada Jumat (19/7), dan kemudian dikembalikan ke NTT.
Selain memberikan dorongan semangat, Mensos Risma juga melakukan pemberdayaan bagi ke-18 perempuan korban TPPO tersebut.
BACA JUGA: Korban Banjir Lahar Dingin Marapi Apresiasi Mensos Risma dan Jajaran
Mensos Risma membuka peluang usaha sesuai dengan minat dari para korban TPPO.
Mensos Risma juga membuka kesempatan jika ada yang ingin tinggal di sentra selama berlatih untuk berwirausaha.
Para korban TPPO tersebut berusia 17 tahun hingga 41 tahun.
Mereka merupakan calon pekerja migran ilegal yang dijanjikan untuk bekerja di berbagai negara seperti Hongkong, Singapura dan Taiwan.
Lantaran sedang menghadapi kesulitan ekonomi, mereka tergiur pada iming-iming gaji besar, fasilitas lengkap dan status pekerjaan di luar negeri.
Namun, mimpi mereka itu belum juga terwujud, sementara kontrak yang mengikat mereka membuat mereka tidak bisa mundur dan kembali ke kampung halaman.
Mereka terjebak di penampungan di Blitar sampai akhirnya diamankan pada Juli lalu.
Putri Aprilia Charisima (23) dan ke-17 temannya akhirnya bisa menginjakkan kaki kembali di Kupang pada 30 Juli 2024.
Mereka kini mengikuti berbagai program pelatihan di Sentra Efata Kupang, seperti pelatihan tata boga, pertanian, beternak, dan menenun, sesuai dengan minat dan kondisi daerah asal mereka.
Berbagai macam pelatihan tersebut berlangsung selama satu hingga dua bulan, bergantung pada jenis pelatihannya.
Putri merasa tak percaya dan penuh haru mengetahui Mensos Risma mendatangi mereka dan berdialog dari hati ke hati.
Putri bahkan kesulitan berbicara dan menitikkan air mata saat menceritakan kisahnya kepada Mensos Risma.
"Di tempat asal saya kesulitan air. Jadi meskipun memiliki lahan, tetap kesulitan untuk menanam," ucap Putri terbata-bata sembari menahan tangis.
Layaknya seorang ibu, Mensos Risma menepuk-nepuk bahu Putri dan memberinya waktu untuk menenangkan diri.
Selain mendengarkan keluhan, Mensos Risma juga menawarkan solusi bagi mereka, misalnya saja bagi Sariyanti Ngongo (25).
Wanita asal Desa Kalumbitillu, Sumba Barat Daya ini ingin bekerja di luar negeri demi membiayai orang tuanya yang sakit.
Mensos Risma pun menawarkan untuk membawa orang tuanya ke Sentra Efata agar dibantu untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
Mensos Risma juga berpesan agar bukan hanya para korban TPPO ini yang ditangani, tapi juga sanak keluarga mereka.
Tak hanya itu, Mensos Risma juga menyarankan agar para wanita ini mengikuti tak hanya satu macam pelatihan, misalnya saja pelatihan tenun dan jahit sekaligus agar mereka bisa meningkatkan produktivitas mereka. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi