Mentan SYL Tekankan Pengembangan dan Hilirisasi Kakao

Kamis, 23 Februari 2023 – 21:26 WIB
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) terus memacu pengembangan hingga hilirisasi komoditas kakao guna mendongrak nilai ekspor. Foto: dok Kementan

jpnn.com, SULAWESI UTARA - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) terus memacu pengembangan hingga hilirisasi komoditas kakao guna mendongrak nilai ekspor.

Pasalnya, kakao menjadi salah satu produk pertanian yang potensial diekspor selain tanaman lainnya seperti sawit, kopi, dan karet.

BACA JUGA: Kementan Adakan Bimtek untuk Tingkatkan Kapasitas Petani Hortikultura Melawi

Hanya saja, rata-rata tanaman kakao umurnya sudah di atas 15 sampai 20 tahun bahkan ada yang 30 tahun.

"Ini menjadi salah satu permasalahan, sehingga harus ada rancangan untuk kemudian melakukan replanting dari apa yang ada,” kata Mentan SYL pada acara panen dan tanam kakao sekaligus Supervisi Anggota BPK RI Program Kerja Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2022 di Desa Konaweha Kecamatan Samaturu Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (23/2).

BACA JUGA: Kementan Tegaskan Stok Pupuk Bersubsidi Saat Ini Aman

Dia menyebutkan produktivitas rata-rata nasional kakao masih di bawah potensi, karena pemeliharaan yang kurang intensif, inkonsisten dalam penerapan Good Agricultural Practices (GAP), serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) utama kakao, dan dampak perubahan iklim serta sarana produksi yang kurang memadai.

Oleh karena itu, pengembangan komoditas kakao secara berkelanjutan sangat penting untuk memperkuat pembangunan hilirisasinya yang lebih baik lagi.

BACA JUGA: Kementan Lepas Ekspor Kapulaga ke Tiongkok, Nominalnya Enggak Main-Main

“Kami fokuskan saja pada hilirisasi komoditas perkebunan. Hilirisasi kami akan mulai setiap kabupaten sebesar 17 sampai 20 persen untuk setiap komoditas perkebunan seperti kelapa, kopi dan untuk Kolaka ini, komoditas kakao," terangnya.

Tidak hanya itu, sambung Mentan SYL, kakao juga merupakan komoditas sosial perkebunan kakao 99 persen diusahakan oleh perkebunan rakyat yang melibatkan sekitar 1,6 juta kepala keluarga (KK).

Untuk itu, upaya-upaya pemerintah dalam perbaikan mutu biji kakao perlu dilakukan secara intensif, di antaranya pembinaan kepada petani terkait Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Manufacturing Practices (GMP).

Sehingga dihasilkan biji kakao yang berkualitas baik sesuai standar maupun 4 persyaratan negara tujuan ekspor.

“Kami akan terus meningkatkan pengawasan mutu kakao dari hulu hingga hilir dengan memfasilitasi sarana prasarana pascapanen dan pengolahan beserta pengujian mutu kakao,” paparnya.

Mentan SYL mengatakan sesuai arahan Presiden Jokowi, pengembangan komoditi perkebunan seperti kakao yang merupakan tanaman tahunan membutuhkan waktu lebih dari 2 tahun untuk berbuah.

Ini guna meningkatkan pendapatan petani yang lebih bervariasi, tidak hanya mengandalkan kakao.

“Kami berharap harga coklat di dunia tidak pernah turun dalam kondisi krisis apapun. Untuk itu, pengembangan coklat yang akan terus kami lakukan menjadi ruang- ruang untuk terus akselerasi,” kata Mentan SYL.

Sementara itu, Dirjen Perkebunan Andi Nur Alam Syah mengatakan luas areal kakao nasional 2021 seluas 1.460.396 ha dengan produksi sebesar 688.210 ton biji kering dengan produktivitas 0,72 ton/ha.

Untuk luas areal kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara seluas 236.793 ha dengan produksi 107.152 ton dan Kabupaten Kolaka seluas 28.663 ha, produksinya 8.022 ton dengan produktivitas sebesar 0,45 ton/ha.

“Kami mengalokasikan kegiatan pengembangan kakao seluas 8.050 hektar melalui kegiatan intensifikasi, peremajaan dan perluasan yang didukung operasional substation dan juga kita akan lakukan pilot project fertigasi kakao," ucapnya.

Andi mengungkapkan ekspor kakao Indonesia meningkat sebesar 0,85 persen dari tahun 2021, yaitu dari 382.718 ton dengan nilai Rp 17,22 triliun pada 2022 menjadi 385.981 ton dengan nilai Rp 19,80 triliun.

Kondisi saat ini, Indonesia telah bertransformasi dari negara penghasil biji kakao menjadi pengolah kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Belanda.

"Sehingga perlu untuk mewujudkan kemandirian petani dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas dengan prinsip berkelanjutan produksi serta peningkatan kualitas produksi," tegas Andi. (mrk/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menjelang Ramadan, Kementan Tinjau Produktivitas Cabai di Magelang, Ini Hasilnya


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler