Menteri Era SBY Minta Hakim Beri Putusan Adil dalam Perkara Mafia Tanah Kelapa Gading

Rabu, 22 Desember 2021 – 11:37 WIB
Amir Syamsuddin. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kasus dugaan pemalsuan surat tanah milik TNI AL dan Yudi Astono di Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara akan memasuki tahap akhir.

Sidang yang beragendakan putusan atau vonis itu akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (22/12)

BACA JUGA: Hati-Hati saat Jual-Beli Tanah, Hal Ini yang Diincar Mafia

Terkait hal tersebut, Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Amir Syamsuddin berharap agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat menjatuhkan vonis seadil-adilnya

"Kami meminta hakim untuk seadil-adilnya dalam menghukum terdakwa," ungkap Amir Syamsuddin pada Senin (20/12).

BACA JUGA: Junimart Sebut Panja Pemberantasan Mafia Tanah DPR Terima Ribuan Pengaduan

Selain itu, dirinya meminta kepada majelis hakim untuk mengembalikan seluruh hak atas tanah yang diklaim oleh terdakwa.

Sebab, tindak pidana pemalsuan surat tanah itu secara langsung merugikan TNI AL serta kliennya.

BACA JUGA: Kejahatan Mafia Tanah Terstruktur dan Masif, Negara Tidak Boleh Kalah

Sementara itu, Yudi Astono menyampaikan terdakwa kasus dugaan pemalsuan surat tanah milik TNI AL diduga terlibat dalam banyak perkara serupa.

Termasuk kasus sengketa tanah seluas 100 hektare di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah segera turun tangan memberantas mafia tanah yang meresahkan masyarakat.

"Sesuai dengan instruksi Pak Jokowi, Saya berharap kasus mafia tanah yang terjadi bisa ditindaklanjuti pemerintah, karena permasalahan seperti ini sangat meresahkan masyarakat," ungkapnya.  

Kasus mafia tanah yang dialami TNI AL dipaparkan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Laksamana Muda (Laksda) Nazali Lempo terjadi sejak era tahun 90-an.

Beragam modus pun dilakukan para mafia tanah yang mengklaim tanah seluas 32 hektare milik TNI AL serta tanah seluas 8,5 hektare milik warga bernama Yudi Astono di Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara.

Peristiwa tersebut diungkapkannya terjadi pada tahun 1996.

Ketika dirinya menjabat sebagai Danpomal Lantamal III/Jakarta, tanah TNI AL di Kelapa Gading mulai diklaim oleh berbagai pihak sejak tahun 1996. 

Tanah TNI AL dijelaskannya digugat oleh tujuh pihak. Semua pihak kalah, sampai akhirnya tinggal satu, yakni Soemardjo.

Kejanggalan ini bukan tanpa alasan. Sebab, Soemardjo bisa menang memakai dokumen yang jelas-jelas telah dinyatakan palsu oleh Labkrim Puslabfor Bareskrim Polri.

Dia mengklaim pakai Gross Akte Eigendom Verponding Nomor 849 dan Nomor 850 tertanggal 15 April 1953.

"Setelah dicek, kok ada gross akte dua. Kami laporkan ke Bareskrim, setelah diselidiki Puslabfor Mabes Polri ternyata yang punya TNI AL itu identik. Jadi, bahasa hukumnya punya kami tuh asli, tapi punya dia tidak identik, tidak asli," katanya.

Setelah dinyatakan menang, pihak Soemardjo pun mau melakukan eksekusi tapi gagal.

Nazali menegaskan eksekusi gagal bukan karena TNI AL melawan dengan cara kekerasan.

Menurutnya eksekusi tidak bisa dilakukan karena jelas tanah itu milik negara.

Dia menjelaskan ada perundang-undangan yang mengatakan kalau tanah yang terdaftar sebagai aset negara tidak boleh dipindahtangankan ke pihak mana pun.

"Masa pada era seperti ini, markas TNI AL bisa kalah sama oknum. Yang benar saja, hukumnya di mana? Prajurit tidak bakal terima karena kami punya dokumen lengkap," ujarnya.

Dalam perjalanannya, Soemardjo meninggal dunia.Kemudian, Muhammad Fuad meneruskannya. 

Nazali mengatakan Fuad membeli dari Soemardjo.

Fuad kemudian juga mencaplok tanah milik warga yang tak lain adalah Yudi.

Diteruskan oleh Pak Fuad. Pak Fuad ini berperkara dengan Pak Yudi, ngakunya ia kuasa hukumnya (kuasa hukum Soemardjo). Tapi, ditempat kami, Pak Fuad ini (ngakunya) membeli dari Pak Soemardjo," kata Nazali.

Lebih lanjut dirinya mengatakan, jika dulu berperkara dengan Soemardjo, kini yang dihadapi adalah Muhamad Fuad.

Sama halnya dengan Yudi, dia juga berperkara dengan Muhammad Fuad yang mencaplok tanahnya. 

Nazali mengatakan perbedaanya adalah kalau Yudi tanah pribadi, kalau TNI AL adalah tanah negara.

Dia menyebut, Muhamad Fuad sendiri akan menjalani sidang tuntutan atas penggunaan dokumen palsu untuk mengklaim tanah milik Yudi.

"Itu sudah dinyatakan palsu oleh Bareskrim. Jadi, saya gak habis pikir, dokumen palsu bisa mengalahkan dokumen yang asli," katanya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler