jpnn.com - MAKASSAR - Gerakan bela negara mendapat dukungan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir.
Dia menginginkan bela negara ini dijalankan di lingkungan perguruan tinggi. Sedangkan mahasiswa ingin bela negara tidak untuk membungkam kebebasan aspirasi.
BACA JUGA: Mantan Kapolsek Bakal Dicecar soal Uang Bensin dari Kades Selok Awar-awar
Pandangan Nasir itu disampaikan usai memberikan beasiswa Bidik Misi ke sejumlah mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar kemarin (13/10). Keinginannya itu dipaparkan usai jamuan makan siang bersama Rektor Unhas Dwia Aries Tina Pulubuhu di gedung rektorat.
Nasir menuturkan sejak beberapa bulan lalu dia sudah berkomunikasi dengan Kemenerian Pertahanan (Kemenhan). "Mohon dibantu memberikan wawasan kebangsaan dan bela negara untuk mahasiswa dan akademisi," katanya. Mantan rektor Universitas Diponegoro itu menyambut baik jika sekarang Kemenhan memastikan pelaksanaan program belana negara itu.
BACA JUGA: Wah? Ada Tanda Tangan Palsu Uji Materi Kewenangan Polri
Menurut Nasir implementasi bela negara sejatinya sudah dilaksanakan di beberapa kampus. Diantaranya adalah oleh Universitas Haluoleo (Unhalu) dengan jajaran Kodam Wirabuana. Dia menyambut baik upaya Unhalu itu.
Nasir lantas mencontohkan upaya serupa dilakukan oleh perguruan tinggi di Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat. "Mahasiswa di negara itu dibekali wawasan kebangsaan, nasionalisme, dan kedisiplinan," katanya.
BACA JUGA: Polri Dibela Para Ahli di Sidang Uji Materi Penerbitan SIM, STNK dan BPKB
Imbasnya ketahanan negara mereka menjadi kuat. Nasir menuturkan bela negara di kalangan mahasiswa ini sekaligus menyambut bonus demografi pada 2030 nanti. Dimana pada masanya nanti, jumlah penduduk usia produktif Indonesia begitu melimpah.
Rektor Unhalu Usman Rianse mengatakan bela negara di kampusnya dilakukan tiga kali dalam setahun. Pertama dikemas dalam pertemuan beberapa hari saat masa orientasi mahasiswa baru. "Kemudian juga saat KKN (kuliah kerja nyata, red) mahasiswa berpadu dengan tentara dan polisi," jelas dia.
Dan sesi yang ketiga adalah bertepatab menjelang kelulusan atau wisuda. Usman mengatakan seluruh kegiatan bela negara ini diisi dengan pembekalan wawasan kebangsaan dan latihan kedisiplinan. Dia menjelaskan program ini sudah berjalan sejak 2012-2013 lalu.
Menurut Usman mahasiswa tidak menolak program ini. Sebab program bela negara tidak ada kaitannya dengan upaya membungkam sifat kritis mahasiswa. "Mahasiswa tetap menjadi agent of change," paparnya. Namun dalam setiap penyampaian aspirasi, mahasiswa diminta disiplin dan tidak anarkis atau merusak.
Ketua Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) UGM  Satria Triputra Wisnumurti meminta pemerintah menjelsakan dengan detail pelaksanaan dan kurikulum bela negara itu. Meskipun bela negara ini beda dengan wajib militer, Satria mengatakan pandangan masyarakat saat ini tetap mengarah pada wajib militer. "Bela negara selama ini identik dengan kegiatan militer," kata dia.
Menurutnya, bagi civitas akademik, kegiatan penelitia mahasiswa dan dosen yang berguna bagi masyarakat sudah merupakan wujud bela negara. Kemudian kegiatan mahasiswa yang KKN dengan terjun ke masyarakat, baginya juga wujud bela negara. "Jangan sampai program bela negara justru mengkerdilkan makna bela negara sesungguhnya," tuturnya.
Mahasiswa semester IX Fisipol itu juga mengatakan, keberatan jika bela negara ini digunakan untuk menanamkan doktrin untuk membungkam kebebasan berpendapat. Baginya hak dasar berpendapat harus tetap dipertahankan.
Ketua BEM Universitas Indonesia Andi Aulia Rahman mengatakan di UUD 1945 sudah jelas ada amanat setiap warga untuj ikut bela negara. Andi juga berharap pemerintah membuat konsep yang jelas. "Jangan sampai disusupi kepentingan golongan tertentu. Misalnya untuk mendoktrin ideologi tertentu," jelas dia.
Menurutnya upaya bela negara tidak harus mengajari angkat senjata di markas tentara. Pemerintah bisa menggalakkan program bela negara dengan menambah durasi jam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Andi menuturkan jam pelajaran PPKn yang ada saat ini sangat sedikit sekali. Kalaupun durasi PPKn tidak bisa ditambah, pembekalan wawasan kebangsaan dan Pancasila bisa dilakukan sesuai usia sasarannya. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Duga Dua Insiden di Aceh Singkil Sudah Direncanakan
Redaktur : Tim Redaksi