JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Ode Ida, menilai paradigma pemerintah dalam menangani kemiskinan harus dalam asas intervensiMenurut La Ode, asas intervensi itu sesuai dengan perintah Pasal 34 UUD 1945 yang mewajibkan negara secara khusus menangani persoalan kemiskinan.
"Negara, dengan segala kemampuan dan perangkatnya, mengemban tugas dan tanggungjawab menanggulangi dan mengentaskan kemiskinan, termasuk kaum fakir miskin
BACA JUGA: Mangindaan : Ada Pengkaburan Fungsi LPNK
Itu perintah Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dapat dijadikan payung hukum oleh negara untuk menganut paradigma intervensi khusus menangani persoalan kemiskinan," kata La Ode Ida sebelum DPD menyampaikan pandangan dan pendapatnya terhadap RUU tentang Penanganan Fakir Miskin di Komisi VIII DPR, Senayan Jakarta, Rabu (2/3).Di balik penanganan kemiskinan yang bersifat intervensi itu, lanjut La Ode Ida, maka kebijakan dan pengaturan penanganan fakir miskin bisa menjadi sistem yang komprehensif, terintegrasi, dan terkoordinir
“Selama ini, penanganan fakir miskin belum utuh
BACA JUGA: Status PNS Tak Harus Diberhentikan
Menteri sosial bisa berganti, tapi kewajiban negara mengentaskan kemiskinan belum terwujud,” tegas anggota senator asal Sulawesi Tenggara itu.Dengan sistem yang komprehensif, terintegrasi dan terkoordinir sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan dan pengawasan, diyakini bakal mengurangi jumlah fakir miskin secara signifikan
BACA JUGA: DPR Minta KPI-RCTI Berdamai soal Silet
Dalam kondisi normal, pembangunan kesejahteraan sosial berbentuk pemberdayaan atau empowerment yang menerus, terarah, dan berlanjut," ucapnyaSementara Ketua Komite III DPD, Istibsyarah, mengatakan bahwa pemberdayaan itu dimaksudkan agar kaum fakir miskin bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnyaPemberdayaan tersebut mengedepankan dua fungsi, yaitu pengurangan beban hidupnya dan peningkatan pendapatan“Pemberdayaan sosial bagi fakir miskin adalah kebijakan yang tepat mengatasi kemiskinan, juga manifestasi kewajiban negara sesuai konstitusi,” tegasnya.
Menurutnya, melalui pemberdayaan sosial, fakir miskin tidak lagi menjadi obyek penerima bantuan sosial yang pasif, tetapi sebagai subyek pelaku bantuan sosial yang aktif selama pembangunan kesejahteraan sosialKarenanya, RUU Penanganan Fakir Miskin sepatutnya mengakomodasi dan menyatukan dasar aturan tentang penanganan fakir miskin
“Padahal, implementasi kebijakan operasional memerlukan koordinasi vertikal dari pusat ke daerah, terutama yang mendesak,” ujar anggota DPD asal Jawa Tengah itu dalam Rapat yang dipimpin Ketua Komisi VIII, Abdul Kadir Karding dan dihadiri Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perusahaan Dihimbau Bayar Pegawai Melebihi UMP
Redaktur : Tim Redaksi