BACA JUGA: Inspektur Gogol yang Palsu
Ia mengklaim telah menggenggam dukungan tertulis dari DPD I dan DPD II seluruh Indonesia, yang jika dijumlahkan sudah lebih 60 persen suara dari 535 calon peserta Munas Golkar di Pekanbaru, Riau, pada 5-9 Oktober 2009.Bahkan, dukungan-dukungan itu 90 persen muncul dari berbagai sidang pleno DPD di berbagai daerah
Iklan politik memang kian fenomenal sejak penampilan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pemilu 2004 lalu
BACA JUGA: Polisi, KPK & Nikolai Gogol
Semenjak itu, dalam berbagai momen pemilu, pilpres hingga pilkada, iklan politik menjadi satu alat yang ampuh untuk membukukan kemenangan.Kiat itu pula yang dilakoni oleh Surya Paloh
BACA JUGA: Terkenang Upi dan Artidjo
Tak kepalangMulanya sehalaman penuh, lalu dua halaman.Langkah itu pula yang ditempuh oleh Aburizal Bakrie, yang sama-sama duduk di Dewan Penasehat DPP Golkar bersama SuryaDalam iklan itu, dituliskan bahwa Aburizal menguasai antero nusantara dan paling disukaiDitampilkan pula peta perolehan suara berdasarkan polling yang dilakukan oleh Puskaptis ke-2 pada 7-15 September 2009 lalu di 33 provinsi di Indonesia.
Hasilnya, Aburizal yang tampak tersenyum dan mengenakan kemeja putih meraih 54,86 persen suara, disusul Surya Paloh dengan 27,43 persen, lalu Tomy Hutomo Mandala Putra dengan 9,71 persen dan Yuddy Chrisnandi dengan 8 persen suaraHasil itu dilengkapi pula dengan kata-kata: bisa menjadi panduan Munas yang berlangsung pada 5-9 Oktober di Pekanbaru, RiauKedua tokoh itu memang sama-sama berminat merebut jabatan Ketua Umum DPP Partai Golkar dalam munas mendatang.
Menilik bunyi kedua iklan politik itu, keduanya yakin akan menangSehingga adagium bahwa "perception is reality" telah menemukan kebenarannya, meskipun munas belum berlangsungTapi, tak mungkinlah keduanya menangHarus ada satu yang kalah, dong!
Membaca iklan-iklan mereka, saya gagap jugaJika Surya meraih (minimal) 60 persen suara dan Aburizal dengan 54,86 persen suara, berarti telah berlebih 14,86 persen suaraArtinya, jika kedua data itu digabung, maka pemilih kedua tokoh dalam munas melebihi jumlah peserta? Belum lagi jika dihitung pendukung Tommy dan Yuddy, sehingga persepsi responden dan pendukung para kandidat itu telah melampaui data dan fakta.
Toh, tak terbantahkan bahwa iklan politik bisa mempengaruhi para pemilihTapi saya merasa iklan itu tidak efektif, karena hanya ditujukan untuk mencuri hati 535 peserta munas di PekanbaruBukan untuk pemilih dalam jumlah besar, seperti dalam pemilu dan pilkada.
Lagipula, Munas Golkar di Pekanbaru berbeda dengan sistem pemilihan langsung dalam pemilu yang one man one voteMunas Golkar justru tampil dengan sistem pemilihan perwakilan, yakni oleh ke-535 peserta itu, dan bukan oleh seluruh anggota Golkar di tanah airKarena itu, gaya kampanye Surya dan Aburizal melalui iklan itu, saya kira terbilang overdosis.
Apalagi yang namanya iklan, selalu tampil bak "kecap nomor wahid"Mana ada yang nomor duaBahkan ada yang bilang, bahwa all marketers is liar! Wah, yang ini saya tak percaya!
***
Syahdan, terdapat dua perbedaan di antara Aburizal dan SuryaSejauh yang terbaca di media, Aburizal lebih suka membawa Golkar merapat ke tubuh pemerintahan, termasuk "menjinakkan" fraksi Golkar di parlemen - jika boleh disebutkan demikianSebaliknya, Paloh ingin lebih mandiri, independen, dengan maksud hendak meraih kejayaan Golkar di masa depan.
Saya tak hendak menguji kedua paradigma itu, yang saya kira sah-sah saja secara politikInipun sudah banyak diperdebatkan di media melalui kolom dan opini berbagai pihakKeduanya toh punya plus-minusnya, dan sangat tergantung kepada pilihan yang diambil oleh Munas Pekanbaru.
Saya hanya membayangkan, siapapun yang menang dalam Munas Pekanbaru mestilah tak membuat Golkar pecahAndaikan Aburizal yang menang, mengapa ia tak mengakomodasi semua potensi yang ada di Golkar, termasuk Surya, Yuddy dan Tommy? Demikian juga sebaliknya, sehingga Golkar tetap solid dalam perjalanan menuju Pemilu 2014 mendatang.
Alangkah konyolnya jika karena faktor eksternal membuat Golkar pecahMisalnya, Aburizal menang dan lalu "merapat" ke tubuh kekuasaan, kemudian kubu Surya memilih jalan yang ditempuh Akbar Tandjung, karena Munaslub Denpasar pada 2004 lalu tidak memberi tempat bagi Akbar masuk ke dalam barisan Dewan Penasehat.
Demikian juga sebaliknya, jika Surya yang menang, mestinya semua tokoh Golkar tertampung dalam DPP maupun Dewan Penasehat GolkarMenang tanpa ngesorake, tapi kalah pun tak disingkirkanBeda paradigma tak berarti menjadi permusuhan pribadi, karena berpolitik bukanlah urusan pribadi.
Misalkan soliditas itu bisa dipertahankan usai Munas Pekanbaru, saya membayangkan posisi Golkar akan semakin berwibawa dan diperhitungkanMisalkan Surya yang menang, maka dengan mengakomodasi rivalnya, Aburizal, DPP Golkar toh tetap punya komunikasi politik dengan Yudhoyono yang menjadi presiden lima tahun mendatang.
Menjadi partai yang indepeden tak berarti "bermusuhan" dengan partai yang berkuasaPolitik toh hanya sebuah seni permainan berbagai kepentingan politik, termasuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kelompokNego-nego dan transaksi politik bisa dilakukan sepanjang tidak mengorbankan kepentingan rakyat.
Sebaliknya, jika Aburizal yang menang, maka kulitas dukungan Golkar kepada pemerintahan semakin berkarakter karena di dalam tubuh Golkar masih ada kubu paradima Surya PalohArtinya, bukan dukungan tanpa reserve, tetapi dukungan yang kritis, sehingga pemerintahan Yudhoyono tak bisa memandang Golkar dengan sebelah mata.
Sejarah menciutnya Golkar berawal ketika Jusuf Kalla menjadi ketua umum, sehingga tak bisa lagi meraih juara kedua seperti pada Pemilu 1999 dan juara pertama pada Pemilu 2004Sejarah pahit itu tak lain karena Golkar terpecah hanya karena kepentingan kekuasaan, yang semua orang sudah tahu.
Momen Munas Pekanbaru adalah kesempatan bagi Golkar untuk merajut kembali yang terpecah-pecah ituJika tidak, jangan salahkan zaman jika kelak Golkar kian mengalami degradasi, sebelum akhirnya lenyap dari panggung politik di Indonesia(*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Interupsi bagi Pencari Kekuasan
Redaktur : Tim Redaksi