Merasakan Efek Park Ji-sung di Kota Suwon, Korea Selatan

Diabadikan Jadi Nama Jalan, Taman, dan Museum

Minggu, 19 Oktober 2014 – 18:34 WIB

jpnn.com - PARK Ji-sung memang pensiun dari sepak bola sejak Mei 2014. Namun, kisah suksesnya membuat kota tempatnya tumbuh, Suwon, semakin kental menjadi "ibu kota" sepak bola di Korea Selatan. Wartawan Jawa Pos (induk JPNN.com) MUHAMMAD AMJAD dan AINUR ROHMAN merasakan efek Park Ji-sung di kota itu.

***

BACA JUGA: Perjuangan Wielly Wahyudin Melawan Kanker Payudara

Beberapa anak kecil dengan ceria turun dari angkutan umum di jalanan Kota Suwon, awal Oktober lalu. Mereka membawa serta bola sepak dan tas punggung berisi sepatu dan botol minuman. Dua di antara mereka mengenakan jersey milik Park Ji-sung saat masih membela Manchester United.

Anak-anak itu, rupanya, hendak berlatih sepak bola. Mereka adalah siswa salah satu sekolah sepak bola (SSB) di Suwon. Di kota industri tersebut kini memang bertebaran SSB. Jumlahnya tidak hanya dalam hitungan jari, tapi sampai ratusan. Maklum, hampir setiap sekolah, mulai SD hingga SMA, punya SSB tersendiri.

BACA JUGA: Menikmati Kesegaran Sungai di Luwuk Banggai

Fenomena itu setidaknya terlihat dalam sepuluh tahun terakhir, seiring perjalanan karier Park Ji-sung di sepak bola profesional. Yakni, sejak bergabung di klub Kyoto Purple Sanga, Jepang (2000–2003), hingga klub-klub Eropa (2003–2014), terutama di Manchester United yang melambungkan namanya. Tidak mengherankan bila penduduk dan pemerintah Suwon bangga atas kiprah salah seorang warga terbaiknya tersebut.

Karena itu, di Suwon, sekolah-sekolah memperlakukan sepak bola tidak sebatas kegiatan ekstrakurikuler, tapi sudah dilembagakan dalam wadah SSB. Bisa dibayangkan betapa serunya lapangan-lapangan sepak bola di kota itu setiap hari. Cukup beralasan bila dari sana kemudian lahir para pesepak bola profesional yang berkiprah di liga nasional maupun klub-klub internasional mengikuti jejak Park Ji-sung.

BACA JUGA: Jalani Terapi Disleksia, Aqilurahman Ikut Bantu Para Pengusaha UKM

Kim Je-Hoo, pelatih Akademi Sepak Bola Suwon Bluewings, tidak menampik fakta bahwa menjamurnya SSB di kotanya merupakan efek langsung kesuksesan Park Ji-sung. "Dulu di sini hanya ada 14 SSB, tapi sekarang ada seratusan,’’ ujarnya kepada Jawa Pos saat bertemu di Suwon World Cup Stadium, 5 Oktober lalu.

"Kompetisi usia muda di sini juga berjalan maksimal. Setiap tahun ada saja yang masuk dalam akademi klub Suwon," tambahnya.

Suasana "sepak bola" di Suwon itu tidak terlihat di kota-kota besar lain di Korsel seperti Incheon, Goyang, Ansan, dan Seoul. Di kota-kota tersebut, sepak bola kalah populer oleh baseball. Di kota-kota itu, anak-anak dan remaja merasa lebih keren bila mengenakan kostum klub baseball asal Amerika seperti New York Yankees atau Boston Red Sox, lengkap dengan topinya.

"Di sini sepak bola bukan olahraga paling favorit. Kalah dengan bisbol yang punya fans sangat banyak. Kebanyakan fans sepak bola juga fans klub bisbol, tetapi fans bisbol belum tentu pendukung klub sepak bola," jelas Kim Je-hoo.

Meski timnas Korsel sukses menembus semifinal Piala Dunia 2002, penggemar sepak bola tetap masih kalah oleh fans bisbol. ’’Saya tidak tahu kenapa begitu,’’ tambahnya.

Hal tersebut terlihat dengan gamblang dari perbandingan jumlah penonton sepak bola dan bisbol musim lalu. Penonton K League Classic (kasta tertinggi liga sepak bola Korsel) sekitar 2 juta orang. Sebaliknya, penonton Korea Professional Baseball mencapai lebih dari 7 juta orang.

Kegandrungan warga Korsel akan bisbol juga terlihat dari tayangan pertandingan olahraga itu yang cukup banyak memakan waktu. Begitu ada pertandingan tim-tim besar, warga tidak pernah melewatkannya. Pesawat-pesawat televisi di toko-toko, restoran, bahkan TV kecil di taksi serentak dihidupkan agar bisa disaksikan banyak orang.

Beberapa kali Jawa Pos mendapati sopir taksi memutar saluran pertandingan bisbol. Sambil menyetir, sesekali si sopir mengomentari pertandingan itu.

"Saya penggemar berat klub SK Wyverns. Pemainnya bagus-bagus,’’ tutur Mr Chang, sopir taksi yang mengantar Jawa Pos dari hotel menuju Stadion Munhak, Incheon.

"Kalau klub saya final, saya minta cuti dari pekerjaan untuk nonton di stadion,’’ ujar sopir taksi yang fasih berbahasa Inggris itu.

Tetapi, kondisi di Incheon, Seoul, dan kota-kota ’’bisbol’’ itu berbeda jauh dengan di Suwon yang mendeklarasikan sebagai ibu kota sepak bola Korsel. Di sana pertandingan sepak bola lebih banyak ditonton daripada laga bisbol. Misalnya, Suwon Samsung Bluewings, klub paling sukses di Korsel, musim lalu ditonton 336 ribu dalam 26 laga. Jumlah itu paling banyak jika dibandingkan dengan klub-klub lain.

Selain itu, Suwon memiliki museum piala dunia paling lengkap yang dibangun seusai perhelatan Piala Dunia 2002 digelar Korsel dan Jepang sebagai tuan rumah bersama. Museum di sisi tenggara Suwon World Cup Stadium itu memiliki enam ruang display. Mulai ruang sejarah Piala Dunia dari berbagai negara, sejarah Piala Dunia 2002, ruang khusus tim Korsel, sampai ruang teater kecil untuk memutar video pertandingan-pertandingan monumental tim Korsel sebagai tim Asia pertama yang sukses menembus semifinal Piala Dunia.

Yang istimewa, salah satu ruangan itu diberi nama sang legenda hidup, Park Ji-sung. Meski tak lahir di Suwon, mantan pemain Manchester United (MU) tersebut tumbuh besar di sana. Dia dinilai telah mengharumkan nama kota itu. Juga, nama Negeri Ginseng di kancah dunia. Karena itulah, pemerintah setempat perlu menyematkan nama Park Ji-sung sebagai salah satu ruangan di museum nasional tersebut.

Di ruang Park Ji-sung, pengunjung bisa menyaksikan benda-benda yang pernah dikenakan Ji-sung, sejak masih membela klub profesional pertamanya, Kyoto Purple Sanga (Jepang) hingga di klub pertama dan terakhir di Eropa PSV Eindhoven (Belanda). Selain kostum dan sepatu, dipajang foto-foto pria 33 tahun sejak masih bermain di sekolahnya hingga ketika membela tim kampusnya, Myongji University.

Ada juga layar kecil yang memutar video-video permainan Ji-sung saat tampil di final Liga Champions musim 2009 bersama MU.

Menurut Business Development of Suwon World Cup Stadium Foundation Kang Sun-ok, mantan kapten timnas Korsel itu memberikan dampak yang sangat besar terhadap perkembangan sepak bola di negaranya. Bukan hanya di atas lapangan, tapi juga di luar lapangan.

’’Ruangan ini tidak cukup sebenarnya menggambarkan kesuksesan, dampak, dan apa yang diberikan Park Ji-sung untuk sepak bola dan orang-orang di Suwon dan Korsel,’’ terangnya.

Perempuan 43 tahun tersebut mengakui, karir moncer Ji-sung di Eropa membuat anak-anak dan pemuda di Suwon terpacu untuk mengikuti jejaknya. Karena itu, sekolah sepak bola di ibu kota Provinsi Gyeonggi Do tersebut tumbuh sangat subur.

Bukan hanya sekolah-sekolah, kampus-kampus di Suwon juga memiliki tim-tim sepak bola yang hebat. Dengan begitu, kompetisi sepak bola kelompok umur di sana mampu berputar dengan kontinu dan berkualitas.

’’Selain memiliki akademi, banyaknya minat anak muda bermain bola di Suwon membuat klub memiliki kerja sama dengan sekolah-sekolah tertentu dan membangun akademinya di sana,’’ ungkap dia.

Perempuan asli Suwon itu menegaskan bahwa Ji-sung mampu menjadi pembawa kabar gembira bagi pencinta sepak bola di negaranya. Dia memiliki pengaruh besar, termasuk di sekolah-sekolah yang pernah dimasukinya: Suwon Sannam Elementary School dan Suwon Seryu Elementary School (SD), Anyong Junior High School (SMP), serta Suwon Engineering High School (SMA). Di sekolah-sekolah itu terdapat gambar besar Park Ji-sung yang dipasang di depan pintu masuk.

’’Dengan melihat ruangan khusus Park Ji-sung di bagian depan, lalu di samping pintu masuk museum, kamu sebenarnya sudah paham betapa besarnya dia, sangat diagungkan di sini,’’ tandasnya.

Karena dianggap sebagai pembawa perubahan, nama Park Ji-sung diabadikan sebagai nama jalan dan nama taman di pusat Kota Suwon. Patung Ji-sung mengenakan kostum timnas bernomor punggung tujuh, lalu cap tangan dan kakinya terpajang di taman yang tak jauh dari Suwon World Cup Stadium.

Kebesaran Park Ji-sung juga terlihat pada pemajangan 15 poster dia di dinding sisi selatan taman kota tersebut. Poster-poster itu menggambarkan penampilan Ji-sung di klub-klub yang pernah dibelanya.

’’Kamu harus datang ke taman dan jalan yang mengabadikan nama Ji-sung, baru kamu bisa merasakan betapa besarnya dia bagi masyarakat olahraga di Suwon,’’ tegas Sun-ok.

Selain pemandangan tersebut, di kompleks itu sejatinya ada dua lapangan besar yang dibangun Park Ji-sung dan menjadi pusat akademi sepak bola Park Ji-sung. Sayang, Jawa Pos tidak bisa masuk ke kompleks stadion itu karena sedang direnovasi.

’’Dia memiliki JS (Ji-sung) Foundation. Akademinya itu adalah salah satu timbal baliknya kepada kota tempatnya tumbuh ini,’’ terangnya. (*/c5/c10/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kiprah Yeni Dewi Mulyaningsih, Pendiri Komunitas Relawan Pasien Kanker


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler