Merespons Hasil Riset YLBHI, Mas Anam: Ini Momentum Mengubah Paradigma Penegakan Hukum

Kamis, 11 Februari 2021 – 21:04 WIB
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI M.Choirul Anam. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam menyebut hasil riset Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) atas persoalan dalam penahanan di Tanah Air, bisa menjadi momentum mengubah paradigma penegakan hukum.

Menurut Anam, saat ini perlu dipertanyakan tentang tujuan utama menahan orang yang berhadapan dengan hukum.

BACA JUGA: Respons Ombudsman Atas Temuan YLBHI Terkait Persoalan Penahanan di Indonesia

"Ayo diubah paradigma penegakan hukum kita. Kita ubahnya bagaimana? Pertanyannya begini? Apakah manfaat dari penahanan itu sendiri?," kata Anam dalam keterangan resmi secara virtual saat Diskusi dan Peluncuran Laporan Penelitian tentang Praktik Penahanan di Indonesia, Kamis (11/2).

Menurut Anam, aparat penegak hukum bisa menggunakan teknologi ketika mengusut sebuah kasus. Dengan begitu polisi tidak memerlukan penahanan terduga pelaku untuk merekonstruksi kasus.

BACA JUGA: Inilah Hasil Riset YLBHI 2020 Tentang Praktik Penahanan Orang yang Beperkara Hukum, Mengejutkan!

"Kkalau dikembangkan, sebenarnya kepolisian jargonnya mulai mengembangkan scientific investigation misalnya. Kalau itu ditonjolkan, di mana letak pentingnya penahanan dalam membongkar peristiwa," kata Anam.

Selain itu, ujar Anam, penahanan akan mengurangi potensi terjadinya kekerasan dan penyiksaan kepada terduga pelaku. Sekaligus mengurangi penyalahgunaan kewenangan aparat penegak hukum.

BACA JUGA: Usai Cek Lokasi Ini, Panglima Perintahkan Pangdam, Bombardir!

"Dengan pengurangan penahanan, akan mengurangi signifikan. Dengan mempertanyakan apa gunanya penahanan dengan perkembangan teknologi dan sebaginya, itu bisa mengurangi signifikansi penahanan dan tindakan yang menyertai," beber dia.

Sebelumnya, YLBHI melakukan riset sepanjang 2020 terhadap 161 kasus orang berhadapan dengan hukum. Dari keseluruhan kasus, terdapat 113 di antaranya berstatus berkas lengkap.

Atas kasus dengan berkas lengkap, sebanyak 103 di antaranya berujung pada penahanan. Dengan 93 di antaranya berstatus sebagai tahanan dewasa.

Dari 93 kasus itu, YLBHI menemukan terdapat unsur pemaksaan penahanan orang berhadapan dengan hukum.

Wakil Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Aditia Bagus Santoso menyebutkan, terdapat dua modus dilakukan penegak hukum ketika pasal yang disangkakan tidak memenuhi syarat penahanan.

Satu di antaranya, kata dia, penyidik menggunakan pasal kombinasi demi memenuhi syarat seseorang ditahan yakni ancaman hukuman di atas lima tahun.

"Itu modus yang berhasil kami coba baca dari data yang kami terima," kata Bagus dalam keterangan resmi secara virtual berjudul Diskusi dan Peluncuran Laporan Penelitian tentang Praktik Penahanan di Indonesia, Kamis.

Selain itu, kata dia, kewenangan penyidik yang sangat besar menjadi alasan seseorang bisa ditahan, walaupun pasal yang disangkakan di bawah lima tahun.

Akumulasi kewenangan sangat besar dan kombinasi pasal, kata dia, membuat penyidik bisa menahan seseorang yang berhadapan dengan hukum.

"Kami mencatat ada delapan orang yang ditahan secara tidak sah karena menurut kami ancamannya di bawah lima tahun," ujar Bagus.(ast/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler