jpnn.com - Pada 1 Juni 2017, Bangsa Indonesia akan merayakan peringatan hari lahir Pancasila yang ke-72. Peringatan hari kelahiran Pancasila tahun ini tentu berbeda dengan sebelumnya.
Mulai 2016, pemerintah telah menetapkan1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Selain menetapkan 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila, pemerintah juga menjadikan tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional.
BACA JUGA: Refleksi Pancasila, FPK NTT Undang Presiden Jokowi
Hal itu berdasar Surat Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 bertanggal 1 Juni 2016. Dalam bagian konsideran/menimbang Keppres 24 Tahun 2016 disebutkan bahwa Pancasila dicetuskan Bung Karno pada 1 Juni 1945 di depan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
Selanjutnya, rumusan itu berkembang menjadi Piagam Djakarta pada 22 Juni 1945 berdasar keputusan Panitia 9. Hingga akhirnya rumusan Pancasila menjadi teks final pada 18 Agustus 1945 dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai dasar negara.
BACA JUGA: Zulkifli Hasan: Jangan Ada Lagi Rakyat Mati karena Lapar
Merujuk penjelasan Prof Notonegoro pada 31 September 1951 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, pengakuan terhadap Pancasila 1 Juni 1945 bukan terletak pada bentuk formal di mana urut-urutan sila-silanya berbeda dengan sila-sila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Sebab, pengakuannya justru terletak pada asas dan pengertiannya yang tetap sebagai dasar falsafah negara.
Dari rumusan Pancasila yang disampaikan Bung Karno pada pidato 1 Juni 1945 tersebut terdapat dimensi Ketuhanan yang menjadi salah satu prinsip bagi dasar Indonesia merdeka. Bahkan dalam penjelasan tentang sila Ketuhanan tersebut, Bung Karno menjabarkan bahwa Bangsa Indonesia hendaknya menjadi bangsa yang bertuhan dan wajib menjalankan perintah Tuhan dengan cara yang leluasa dan saling menghormati.
BACA JUGA: Buka Rapimnas Golkar, Setnov Dukung Jokowi Gebuk PKI
Berdasar pandangan dan sikap dalam Pidato 1 Juni 1945 tersebut sangat jelas bahwa Bung Karno menolak konsep ateisme dan menginginkan Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang religius.
Bahkan, pembentukan Panitia 9 pada masa reses sidang BPUPK yang kemudian menghasilkan naskah Piagam Djakarta adalah atas prakarsa dan inisiatif pribadi Bung Karno. Prakarsa itu sebagai bentuk niat baik dan penghormatan beliau untuk menjaga keseimbangan antara golongan Islam dan kebangsaan pada waktu itu.
Pada naskah Piagam Djakarta yang disepakati dalam Panitia 9 yang juga diketuai oleh Bung Karno, sila Ketuhanan sudah berubah menjadi sila pertama yang ditambah tujuh kata. Yakni Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
Dengan demikoan, Bung Karno adalah asbabun nuzul atau penye bab utama bagi lahirnya naskah Piagam Djakarta. Hal yang perlu dicatat bahwa dari keseluruhan anggota BPUPK, anggota Panitia 8, anggota Panitia 9 dan anggota PPKI, tidak ada satu pun pimpinan atau anggota PKI yang terlibat di dalamnya.
Dengan demikian pernyataan sekaligus anggapan yang menyebut Pancasila 1 Juni 1945 adalah Pancasila milik PKI merupakan pernyataan ahistoris dan bersifat menebar kebencian kepada Bung Karno dan Presiden Jokowi. Pernyataan itu juga telah menyebarkan berita bohong tentang proses pembentukan Pancasila sebagai dasar negara kepada masyarakat luas serta telah bersifat fitnah dan masuk ke dalam ranah perbuatan tindak pidana.
Keputusan Presiden Joko Widodo yang telah menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila sesuai Keppres Nomor 24 tahun 2016 memiliki dasar pijakan historis dan yuridis yang jelas. Pertama, BPUPK adalah suatu badan khusus yang dibentuk dan disepakati oleh para Pendiri Negara untuk menyelidiki persiapan kemerdekaan Indonesia.
Dua, sidang BPUPK pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beragenda tunggal, yaitu khusus membahas tentang dasar negara Indonesia jika kelak merdeka. Tiga, Bung Karno adalah anggota resmi sidang BPUPK.
Empat, Bung Karno untuk pertama kalinya di depan sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945 menyampaikan pandangan dan gagasannya tentang lima prinsip atau dasar bagi Indonesia merdeka yang disampaikan secara konsepsional, sistematis, solid dan koheren. Bung Karno menamai lima pinsip dasar itu dengan nama Pancasila.
Bahkan, istilah Pancasila itu sendiri hanya dapat kita temui dalam Pidato 1 Juni 1945. Istilah Pancaila tidak ditemukan dalam naskah Pembukaan UUD 1945, di mana terdapat sila-sila Pancasila baik pada naskah UUD 1945 sebelum atau setelah perubahan.
Lima, pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 tersebut telah diterima secara aklamasi oleh seluruh peserta sidang BPUPK.
Sementara itu, pandangan yang selama ini menyebut Pancasila lahir pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah pandangan yang kurang tepat. Pasalnya, PPKI pada 18 Agustus 1945 tidak pernah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara;
PPKI pada sidang 18 Agustus 1945 hanya menetapkan dua hal. Yakni mengesahkan UUD 1945, serta mengangkat Soekarno dan M Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk pertama kalinya.
Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan Keppres Nomor 18 Tahun 2008 tentang penetapan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konsitusi.
Apabila Pancasila dinyatakan ada di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila sebagai dasar negara sebenarnya pernah mengalami perubahan. Sebab, ketika UUD 1945 diganti dengan Konstitusi RIS pada 1949 dan kemudian digantikan dengan UUD Sementara 1950, rumusan sila-sila Pancasila yang terdapat di dalam pembukaan dua UUD tersebut telah berbeda dengan rumusan sila-sila Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Padahal secara teoritis, Pancasila sebagai grundnorm yang bersifat meta-yuridis tidak dapat berubah-ubah dan bersifat tetap.
Terdapat fakta hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Aturan Tambahan Pasal II UUD 1945 yang berbunyi “Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal”.
Maka, jelaslah bahwa sila-sila Pancasila sebagaimana termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut adalah bagian dari UUD. Sementara, posisi Pancasila sebagai norma dasar atau grundnorm yang bersifat meta legal, kedudukannya berada di atas UUD.
Terdapat pula Putusan MK Nomor 100/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Isi putusan MK menyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara kedudukannya tidak bisa disejajarkan dengan UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU Partai Politik disebut sebagai empat pilar berbangsa dan bernegara.
Menurut MK, Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka pikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi yaitu disamping sebagai dasar negara, juga sebagai filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara, dan sebagainya. Oleh karena itu, menurut MK menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar yang sejajar dengan UUD 1945 dapat mengaburkan posisi Pancasila dalam makna yang demikian itu.
Dengan posisi Pancasila yang demikian itu, maka tidak ada mekanisme hukum apa pun untuk dapat mengubah apalagi mengganti Pancasila, kecuali dengan cara revolusi politik dan membubaran negara atau dengan cara kolonialisasi seperti zaman penjajahan dulu.
Lembaga MPR RI sebagai pembentuk konstitusi sekalipun tidak dapat mengganti Pancasila. Sebab, kewenangan MPR RI menurut Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 hanyalah mengubah dan menetapkan UUD, sementara kedudukan Pancasila berada di atas UUD.
Dengan demikian, Pancasila bangsa Indonesia hanya ada satu, yakni sebagaimana yang termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945. Naskah Pancasila 1 Juni 1945 adalah pidato Bung Karno, yang kemudian berkembang menjadi naskah Piagam Djakarta oleh Panitia 9.
Bung Karno merupakan inisiator terbentuknya Panitia 9 dan menjadi ketuanya hingga teks final Pancasila oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, di mana Bung Karno juga adalah Ketua PPKI. di mana proses kelahirannya dimulai tanggal 1 Juni 1945 oleh Pidato Bung Karno di depan sidang BPUPK, kemudian berkembang menjadi naskah Piagam Djakarta pada 22 Juni 1945, hingga mencapai teks final pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI.
Dari keseluruhan dokumen-dokumen otentik Pancasila tersebut, Bung Karno memainkan peran yang amat penting.(***)
*Penulis adalah Ketua Fraksi PDIP MPR-RI
BACA ARTIKEL LAINNYA... The Wild One Bertentangan dengan Agama dan Melabrak Pancasila
Redaktur : Tim Redaksi