Dari sebuah pengamatan video ditemukan pihak militer Myanmar terekam menggunakan taktik yang mematikan dan senjata militer saat berhadapan dengan pengunjuk rasa. KP Myanmar Rekaman video menunjukkan pasukan keamanan yang dipersenjatai dengan berbagai senjata api militer dan senapan mesin ringan Militer menepis kecaman atas tindakannya dan menyangkal bertanggung jawab atas jatuhnya korban jiwa Dewan Keamanan PBB mengutuk tindakan militer tersebut dan meminta tentara untuk menahan diri
Diketahui senjata tersebut biasanya hanya dipakai saat keadaan perang, sementara warga yang turun ke jalan berunjuk rasa damai.
BACA JUGA: DPR: Pertemuan Menlu ASEAN Langkah Strategis Sikapi Isu Myanmar
Analisis terhadap lebih dari 50 video terverifikasi yang direkam di Myanmar telah mengonfirmasi jika pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan yang mematikan, menurut analisis video Crisis Evidence Lab dari Amnesty International.
Senjata yang digunakan pihak militer tersebut termasuk senapan mesin ringan RPD buatan Tiongkok, senapan sniper lokal MA-S, senapan semi-otomatis MA-1, serta senapan mesin ringan Uzi-replika BA-93 dan BA-94.
BACA JUGA: Menuntut Kesetaraan Gender di Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kenapa Perempuan Negatif Sekali?
Etnis minoritas di Myanmar telah mengalami tindakan kekerasan mengerikan dari Tatmadaw.AP
Temuan ini terungkap saat kekerasan dan kerusuhan melanda Myanmar dan telah menewaskan 60 pengunjuk rasa dan lebih dari 2.000 orang ditangkap oleh pasukan keamanan sejak kudeta militer 1 Februari.
BACA JUGA: Wakil Indonesia di ASEAN Sebut Kebrutalan Militer Myanmar Terencana dan Terkoordinasi
"Taktik militer Myanmar ini sama sekali bukan taktik baru, tapi pembunuhan yang mereka lakukan belum pernah disiarkan langsung dan disaksikan dunia," kata Direktur Tanggap Krisis di Amnesty International, Joanne Mariner.
Selama bertahun-tahun, etnis minoritas di Myanmar telah menjadi sasaran kekerasan yang dilakukan oleh tentara Militer, yang dikenal dengan sebutan Tatmadaw, kata Mariner. Penggunaan taktik mematikan telah direncanakan
Video yang diputar oleh Amnesty International termasuk yang direkam antara 28 Februari dan 8 Maret oleh publik dan media lokal.
Dalam satu video yang dianalisis dari 3 Maret di kawasan Okkalapa Utara, Yangon, petugas terlihat menggiring seorang pria menuju sekelompok pasukan keamanan yang jumlahnya banyak.
Pria itu berada dalam sebuah kelompok yang ditahan dan tidak terlihat melakukan perlawanan, saat seorang petugas tiba-tiba menembaknya.
Ia jatuh dan dibiarkan di jalan selama beberapa detik, sebelum petugas menyeretnya. Petinggi militer sudah sejak lama menyangkal pernah terlibat dalam kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
Reuters/Stringer
Pada video terverifikasi lainnya, sekelompok orang terlihat berlari dari asap tebal saat suara tembakan terdengar di kejauhan.
Suara yang panik meneriakkan, "Begitu banyak yang terbakar" dan "Satu orang tewas," jerit seorang yang mengalami luka parah di kepalanya.
"Insiden ini tidak hanya menunjukkan pengabaian yang sembrono terhadap nyawa manusia, dengan menembak secara langsung ke arah pengunjuk rasa," kata Joanne dari Amnesty International.
"Tapi juga mengungkapkan koordinasi terencana oleh pasukan keamanan," tambahnya.
Otoritas militer telah lama menyangkal peran apapun dalam tewasnya pengunjuk rasa dan membenarkan kudeta, dengan alasan bahwa pemilu yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Suu Kyi telah dinodai oleh kecurangan.
Tudingan mengenai kecurangan pemilu ini telah dibantah oleh komisi pemilihan umum Myanmar. PBB minta pihak militer untuk hormati hasil pemilu
Rabu lalu (10/03), Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk kekerasan terhadap pengunjuk rasa Myanmar dan telah meminta tentara untuk menahan diri.
Dalam pernyataan bersama para diplomat di markas besar PBB di New York, Dewan Keamanan mengatakan "sangat mengutuk kekerasan terhadap pengunjuk rasa dalam aksi damai, termasuk terhadap perempuan, pemuda dan anak-anak".
"Dewan Keamanan menyerukan militer untuk menahan diri sepenuhnya dan menekankan bahwa dewan keamanan terus mengikuti situasi di lapangan dengan cermat."
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berharap pernyataan Dewan Keamanan akan mendorong militer untuk menyadari "betapa pentingnya" membebaskan seluruh tahanan dan bahwa hasil pemilu November lalu harus dihormati.
Pada hari yang sama, pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan peluru karet, mengepung ratusan pengunjuk rasa anti-militer hingga larut malam di dua distrik di Yangon.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari artikel ABC News dalam Bahasa Inggris.
BACA ARTIKEL LAINNYA... UN Women Kutuk Penangkapan 600 Perempuan oleh Militer Myanmar