Minim Pengawasan, Nyawa Melayang, Pemerintah tidak Serius?

Rabu, 04 Juli 2018 – 21:31 WIB
KM Lestari Maju tenggelam di perairan Kepulauan Selayar, Selasa (3/7). (Foto: Ist/Jpnn)

jpnn.com, SELAYAR - Ketua Komisi V DPR Fary Djemy Francis menyesalkan kecelakaan pelayaran terus terjadi.

Terbaru yakni KM Lestari Maju yang tenggelam di Perairan Selayar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/7).

BACA JUGA: Satu Lagi Kapal Nahas, Bamsoet Minta Kemenhub Lebih Awas

Sepertinya kata Fary, pihak-pihak yang bertanggung jawab baik pemerintah maupun pengelola menjadi tak berdaya.

Pekan lalu, kejadian tragis baru saja terjadi di danau Toba ketika KM Sinar Bangun tenggelam dan menewaskan beberapa penumpangnya.

BACA JUGA: Dua Orang ini Paling Terakhir Dievakuasi di Atas KMP Lestari

"Apa yang salah dengan sistem pelayaran kita? Mengapa kecelakaan demi kecelakaan terus terjadi? Apakah pemerintah selaku regulator dan operator tidak bekerja serius?" kata Fary, Rabu (4/7).

Fary memberi beberapa catatan terkait sejumlah kejadian ini. Pertama, kejadian yang berulang dengan lokus berbeda ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.

BACA JUGA: Kemenhub Diminta Perketat Pengawasan Pelabuhan

"Mestinya evaluasi atas setiap kejadian berujung pada perbaikan kinerja bukan malah berulangnya kejadian serupa," tutur Fary.

Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, minimnya pengawasan menyebabkan kecelakaan sering terjadi. Pengawasan ini baik personal seperti petugas-petugas di pelabuhan, operator kapal, kru, ABK, maupun pengawasan administratif seperti manifes kapal, surat-surat jalan.

Selain itu, Fary mengatakan harus ada pengawasan terhadap peralatan dan kalaikan kapal. Jadi aneh KM Lestari Maju diduga lambungnya bocor dan beberapa jam sebelumnya ditambal, malah masih bisa beroperasi.

Minimnya pengawasan menyebabkan tidak berjalannya standar operasional prosedur pelayaran secara maksimal. Akibatnya, pasti kecelakaan. Karena itu, sudah saatnya regulator dan operator lakukan evaluasi menyeluruh.

"Nyawa manusia jangan dijadikan taruhan hanya karena kelalaian regulator pun operator," jelasnya.

Menurut Fary, setiap kecelakaan selalu dikaitkan dengan quick response dari Basarnas. Prosedur tetapnya jelas, yakni tujuh hari pascakejadian, upaya SAR sudah harus selesai.

"Bagaimana dengan konteks saat ini? Kita tidak bisa menuntut Basarnas untuk melakukan quick response jika mereka tidak disediakan peralatan yang memadai," ungkap Fary.

Dia menjelaskan anggaran Basarnas setiap tahun terus berkurang. Di satu sisi mau mereka optimal melakukan upaya pencarian dan penyelamatan.

Bagaimana itu bisa terjadi jika anggarannya minim dan peralatannya tidak memadai.

"Ini yang terus kami suarakan ke pemerintah. Berilah anggaran yang maksimal agar Basarnas bekerja optimal, yang terjadi anggaran Basarnar terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun," ungkapnya.

Semoga dari kejadian-kejadian ini, harap Fary, bisa belajar untuk mengantisipasi agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi dan belajar merespons kejadian secara tepat dan cepat.

"Keledai saja tidak terantuk pada batu yang sama. Kita semestinya tidak jatuh dalam kesalahan-kesalahan berulang semacam ini," katanya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KM Lestari Maju Sebenarnya Bukan Kapal Penumpang, ya Ampun


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler