Demikian disampaikan pengamat perminyakan yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto
BACA JUGA: Atasi Shortage, Tata Suplai Gas Domestik
Menurut dia, saat ini hampir semua factor memang mendorong harga minyak ke bawahDalam dua bulan terakhir, harga minyak dunia memang dalam tren terus turun
BACA JUGA: Resesi Global Dapat Dihindari
Setelah mencatat rekor harga tertinggi pada 11 Juli lalu di level USD 147,27 per barel, harga minyak jenis light sweet di pasar New York Mercantile Exchange (NYMEX) terpangkas sekitar USD 60.Pada sesi perdagangan Senin (6/10), harga minyak jenis light sweet merosot ke angka USD 87,56 per barel sebelum akhirnya ditutup pada level USD 87,81 per barel
Pri Agung mengatakan, sulit memprediksi sampai kapan penurunan ini akan berlanjut
BACA JUGA: The Fed Siapkan Paket Penyelamatan Baru
Meski demikian, kata dia, factor fundamental berupa turunnya permintaan minyak seiring perlambatan ekonomi global yang diperkirakan hanya akan tumbuh sekitar 2,6 persen, akan menekan harga minyak secara signifikan''Ini sudah jelas,'' katanya.Sementara itu, faktor non fundamental berupa aksi spekulasi yang biasanya menjadi factor pemicu lonjakan harga minyak, diperkirakan juga sulit muncul karena investor dan spekulan bisa jadi masih akan wait and see dalam waktu lama sembari menunggu arah perekonomian global''Sejalan dengan itu, maka harga bisa terus turun,'' terangnya.
Senada dengan Pri Agung, pengamat perminyakan yang juga Direktur Center for Petroleum Economics Studies (CPES) Kurtubi mengatakan, saat ini harga minyak sedang mengalami tekananIni terutama karena ketidakpastian ekonomi dunia sebagai dampak dari krisis financial yang diikuti oleh ancaman resesi yang kian nyata baik di AS maupun di Eropa.
''Hal ini berpengaruh langsung pada psikologi pasar yang menganggap demand minyak dunia akan melemahPadahal menjelang musim dingin, konsumsi minyak pasti akan naik, meskipun terjadi perlambatan ekonomi,'' ujarnya.
Faktor lain yang menekan harga minyak, kata Kurtubi, adalah nilai USD yang terus menguat terhadap euro (EUR)''Pelemahan USD akan membuat harga minyak tetap melemah, setidaknya hingga November,'' katanya.
Meski demikian, lanjut dia, jika organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) bisa mengurangi produksi hingga 1,5 juta barel per hari dan USD kembali melemah terhadap EURO, maka pada bulan Desember, ada kemungkinan harga bisa kembali ke level sekitar USD 120 per barel(owi/fan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bea Cukai Sita 170 Kontainer Barang Ilegal
Redaktur : Tim Redaksi