jpnn.com - JAKARTA – Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) meluncurkan buku kedua berjudul “Etika Pemerintahan” di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (5/5).
Sebelumnya, MIPI meluncurkan buku pertamanya berjudul “Buku Putih Pemerintahan Indonesia”.
BACA JUGA: MIPI: Masyarakat Berhak Menyoroti DCS Legislatif untuk Pemilu 2024
Prosesi peluncuran buku ini dilakukan oleh Penasihat MIPI Prof. Ryaas Rasyid dengan menyerahkan buku itu secara simbolis kepada segenap jajaran pengurus dan pegiat di MIPI.
Selain itu, buku itu juga diserahkan secara simbolis kepada Menteri Bidang Politik Hukum dan Keamanaan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang hadir sebagai pembicara kunci.
BACA JUGA: Cara Dirjen Polpum Bahtiar Menyemangati Jajaran Kesbangpol se-Sumut, Tak Kenal Tanggal Merah
Ketua Umum MIPI Bahtiar dalam sambutannya mengatakan, pihaknya mengapresiasi atas terbitnya buku “Etika Pemerintahan”.
Bahtiar menyambut positif atas partisipasi banyak pihak, baik dari kalangan birokrat, pejabat negara, akademisi, praktisi, awak media, hingga sejumlah tokoh yang hadir pada acara tersebut.
BACA JUGA: Webinar MIPI Bagikan Pemahaman Ilmu Pemerintahan, Menghadirkan Prof Ngadisah
“Kami sekali lagi terima kasih Pak Muhadam Labolo, salah satu pengurus MIPI yang telah sukses mengorganisir penulisan buku ini, juga terima kasih kepada para penulis (yang telah menyusun buku ini),” ujar Bahtiar.
Bahtiar menilai, kehadiran buku tersebut sangat penting bagi praktisi pemerintahan. Di samping itu, pihaknya juga menyambut baik atas kehadiran Menko Polhukam Mahfud MD yang juga merupakan penerima MIPI Award Tahun 2013.
Apalagi sosok Menko Polhukam Mahfud MD dinilai telah mampu menjalankan praktik etika pemerintahan dengan baik selama ini.
“Maka tidaklah berlebihan sebagai MIPI kalau tahun 2013 Prof. Mahfud MD digelari penghargaan oleh MIPI, hari ini kami men-declare Prof. Mahfud MD sebagai penjaga etika pemerintahan di Indonesia,” ujar Bahtiar yang kini menduduki jabatan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.
Kabid Pengembangan Keilmuan dan Kerja Sama Perguruan Tinggi MIPI Muhadam Labolo mengungkapkan, terbitnya duku tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu landasan kebijakan, kode etik, dan menjadi panduan keseharian dalam semangat berbangsa dan bernegara.
Buku itu, kata dia, terdiri dari 561 halaman yang melibatkan sebanyak 25 penulis dari berbagai disiplin ilmu seperti filsafat, politik, hukum, kebijakan publik, administrasi negara, komunikasi, dan pemerintahan.
Selain itu, buku ini dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu etika dalam perspektif filsafat, etika dalam dialektika akademik, dan etika dalam ranah praktis pemerintahan.
“Tujuan pertama berusaha membuka pori-pori pikiran kita agar mampu memberi dasar ontologic soal mengapa etika, khususnya etika pemerintahan hingga patut diperbincangkan dulu, kini, dan akan datang,” ujarnya.
Selain itu, tujuan berikutnya yaitu memberi dasar epistemologi yang memungkinkan masyarakat untuk memahami bahwa etika dapat didorong ke ruang publik sebagai panduan rasional dalam interaksi mereka yang diperintah dan memerintah.
Sementara pada tingkat praksis, etika dapat memandu masyarakat mengarungi aktivitas lewat organisasi, termasuk organisasi paling kompleks yaitu negara dan pemerintahan.
Apresiasi dari Mahfud MD
Mahfud MD mengapresiasi peluncuran dan dialektika buku “Etika Pemerintahan” oleh MIPI.
Menurut Mahfud MD, buku yang disusun oleh 25 penulis dan memiliki halaman setebal 561 halaman itu perlu dibaca oleh banyak kalangan, khususnya para birokrat.
“Keberhasilan buku ini diikuti tantangan bagaimana supaya buku yang bagus ini dibaca oleh banyak orang,” ujarnya.
Mahfud menilai saat ini telah banyak pelanggaran etika dan moral yang terjadi di masyarakat.
Karena itu, dia menekankan agar masyarakat tidak hanya takut kepada hukum, tetapi juga perlu menaati etika.
Dia menyebut, pedoman kehidupan di dalam masyarakat tersebut mencakup empat hal. Di antaranya, norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan untuk menjadi warga negara yang baik yang taat kepada Pancasila, seseorang tidak boleh hanya taat kepada aturan hukumnya, melainkan juga perlu menaati nilai-nilai etika dan moralnya.
“Hukum itu hanya sebagian dari pengontrol. Sementara sebagian besar lainnya ada di sini (di hati). Itu yang disebut integritas,” jelas Mahfud MD.
Mahfud kembali mengajak berbagai pihak untuk menyempatkan diri membaca buku “Etika Pemerintahan”.
Pasalnya, menurut pengamatannya kebanyakan birokrat yang membaca buku umumnya berasal dari kalangan intelektual, seperti dosen ataupun peneliti. Ini juga ditambah dengan data dari UNESCO yang menyatakan minat baca di Indonesia tergolong rendah.
Dengan demikian, kata Mahfud, para pegiat di MIPI memiliki pekerjaan rumah agar juga mampu mengajak publik dan masyarakat luas untuk membaca buku. Terlebih tingkat peradaban manusia dinilai sangat dipengaruhi oleh seberapa besar seseorang membaca. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu