MIPI: Masyarakat Berhak Menyoroti DCS Legislatif untuk Pemilu 2024

Sabtu, 15 April 2023 – 14:01 WIB
Ketum MIPI Bahtiar membuka webinar “Kenali dan Kritisi Daftar Calon Sementara (DCS) Legislatif untuk Pemilu 2024”, Sabtu (15/4). Foto: tangkapan layar zooom

jpnn.com - JAKARTA - Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar bertema “Kenali dan Kritisi Daftar Calon Sementara (DCS) Legislatif untuk Pemilu Tahun 2024”, Sabtu (15/4)

Webinar ini merupakan sesi kedua terkait DCS yang diangkat MIPI dengan menghadirkan dua narasumber, yaitu Ketua Presidium Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi dan Dosen Fisip Universitas Airlangga (Unair) Airlangga Pribadi Kusman.

BACA JUGA: Cara Dirjen Polpum Bahtiar Menyemangati Jajaran Kesbangpol se-Sumut, Tak Kenal Tanggal Merah

Ketua Umum (Ketum) MIPI Bahtiar dalam sambutannya mengatakan, tema ini menjadi bahasan krusial yang diangkat MIPI karena berpengaruh terhadap kualitas pemilu.

Dalam sejarah pemilu yang dilakukan di Indonesia, baik pemilu pertama hingga sekarang, perhatian seseorang terhadap calon legislatif hampir tidak ada. Kalaupun ada, hal itu tidak didiskusikan secara signifikan.

BACA JUGA: Dirjen Polpum Kemendagri Bahtiar Mengulas 4 Indikator Pemilu Sukses, Begini

“Padahal sebelum pencoblosan tanggal 14 Februari 2024, dalam sistem pemilu kita itu ada ruang di mana sebelumnya masyarakat melakukan seleksi awal terhadap calon anggota parlemen di Indonesia. Seleksi awal terhadap calon anggota DPR, seleksi awal terhadap calon anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota maupun DPD,” katanya.

Bahtar menjelaskan, masyarakat bisa memberikan tanggapan atau masukan terhadap DCS yang akan diajukan oleh masing-masing partai politik peserta Pemilu 2024.

BACA JUGA: Webinar MIPI Bagikan Pemahaman Ilmu Pemerintahan, Menghadirkan Prof Ngadisah

Dalam tahap ini diperlukan peran aktif masyarakat maupun Non Governmental Organization (NGO) untuk mencegah masuknya calon-calon yang tidak memenuhi syarat berdasarkan undang-undang.

Tantangan Pencalonan Legislatif

Jojo Rohi dalam paparannya menerangkan terkait beberapa tantangan pencalonan legislatif. Di antaranya bagaimana mendorong setiap partai politik mempunyai sistem dan mekanisme pencalegan dengan indikator yang terukur.

“Saya melihat di partai-partai yang lama sudah punya kriteria-kriteria yang cukup spesifik dan indikator yang terukur untuk pencalegan seseorang. Yang agak relatif kita susah lihat itu di partai-partai yang baru,” ujarnya.

Tantangan berikutnya yang dijelaskan oleh Jojo ialah terkait syarat administratif yang bila dilanggar dapat berujung pidana, seperti kasus ijazah palsu.

Tantangan selanjutnya yakni potensi nepotisme dan oligarki yang bisa diminimalisir dengan adanya mekanisme atau indikator yang terukur.

Selain itu, terkait asas kompetensi versus asas representasi, seperti apakah calon yang populer (artis) memiliki kompetensi untuk duduk dalam kursi caleg.

Di sisi lain, Airlangga Pribadi Kusman menambahkan, ketika melakukan pemantauan terhadap DCS, yang perlu dikritisi yaitu apakah calon memiliki catatan “tidak baik” seperti melakukan ujaran kebencian, hoaks, dan lain sebagainya. Sebab hal ini akan berpengaruh pada hasil pemilu yang bersih dan beradab.

“Nah hal seperti itu yang saya pikir juga penting untuk dipantau dalam konteks Daftar Calon Sementara yang akan dibuat,” ungkapnya. (sam/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler