jpnn.com, LUWU TIMUR - Tiba-tiba tanah di Dusun Harapan Makmur Desa Maliwowo, Kecamatan Angkona, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel, itu, bergetar, Jumat (12) sekitar pukul 05.00.
Abel, warga desa setempat yang baru bangun tidur, mengira ada gempa. Namun tetangga mengabarkan bahwa terjadi longsor.
BACA JUGA: Tolong, Empat Rumah Terancam Tertimpa Batu Besar
Dia mengambil motor, bergegas ke lokasi. Jaraknya kira-kira 200 meter. “Saya sempat merasakan tanah berguncang,” ujarnya.
Tiba di situ, Abel melihat badan jalan sudah dipenuhi lumpur. Dia mendengar teriakan beberapa orang meminta tolong. Namun betul-betul hanya suara. Orangnya tak terlihat.
BACA JUGA: Sang Suami Selamat, tapi Istrinyaâ¦
“Kemungkinan suaranya berasal dari dalam rumah yang sudah tertimbun,” ucapnya.
Sebab beberapa saat setelah kejadian, Kapolres Luwu Timur, AKBP Parajohan Simanjuntak mengungkapkan, tujuh warga meninggal dunia setelah tertimbun longsor.
BACA JUGA: Dinilai Peduli Lingkungan dan Hutan, APP Raih Penghargaan IGA 2017
Jasad para korban pun sudah ditemukan. Mereka adalah Darwis, Oga, Nanni, Erna, Sri, Sul, Haerul. Sedangkan korban luka ada Sandi, Sindi, Ma Sandi, Ical, Emi, Cummang, Ma Candra.
“Proses evakuasi dilakukan anggota Polres, Brimob Baebunta, TNI, dan BPBD Lutim,” kata Parajohan.
Saksi mata, Adi mengatakan, hujan deras memang mengguyur dusun itu sepanjang Kamis malam, hingga Jumat pagi. “Apalagi tanah merah di area pegunungan ini mudah longsor,” tuturnya.
Saat longsor, akunya, terjadi gemuruh. Material longsor menutupi sejumlah rumah dan badan jalan trans Sulawesi. Arus lalu lintas Tarengge ke Malili pun terhambat.
Danki Brimob Baebunta, AKP Muh Amin mengatakan, longsor susulan masih terjadi hingga siang hari kemarin. “Material longsor merupakan lumpur basah. Makanya kita takut mendekat,” ucap Amin.
Anggota DPRD Luwu Timur, Najamuddin Madjid yang berkunjung ke lokasi menuturkan, daerah yang longsor itu memang banyak dihuni warga. Padahal konturnya cukup miring.
Wilayah tersebut tidak masuk kawasan hutan lindung. Tetapi warga memang sejak beberapa tahun terakhir telah dilarang bermukim di daerah ini lantaran memiliki kemiringan. Namun larangan tak digubris.
Selan itu, sebagian hutan di Luwu Timur memang sudah lama rusak. Kondisi ini membuat bencana longsor dan banjir sering menghampiri.
Warga merambah hutan untuk menanam merica, kakao, dan kelapa sawit. Termasuk di daerah yang longsor ini.
Menurut Najamuddin, hutan di Luwu Timur banyak dirusak dengan dibakar saat musim kemarau dan ditanami sejumlah komoditas. Dominan merica.
Kondisi diperparah dengan adanya beberapa perusahaan tambang yang juga merusak hutan. Banyak perusahaan yang masuk Luwu Timur dengan mengandalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Kata dia, setelah menebang pohon dalam hutan, pekerja perusahaan meninggalkan hutan yang dirusak. Tanpa membenahi. Tidak ada penghijauan kembali.
Pengawasan terhadap hutan sangat lemah. Dinas Kehutanan sudah diambil alih pemerintah provinsi. Ada UPTD di daerah tetapi tidak jelas kantornya.
Najamuddin menyebut, kalau hutan tidak dibenahi, berpotensi terjadi longsor yang lebih besar dari saat ini.
“Saya minta petani merica jangan tambah lahan yang ditanami,” cetusnya.
Bupati Luwu Timur, M Thorig Husler mengakui lokasi pegunungan yang longsor ini merupakan kawasan hutan yang sudah terbuka.
“Masyarakat sudah menjadikan kebun,” kata Husler. Soal kejadian kemarin, dia menuturkan bahwa pihaknya sudah meminta di radius dekat dari titik longsor, mengungsi ke rumah keluarga. Pemkab juga membuat dapur umum. (shd/zul)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 4,8 Juta Hektar Hutan Siap Dilepas ke Warga Sekitar
Redaktur & Reporter : Soetomo