jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun mewanti-wanti Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati agar ekstra hati-hati dalam mengelola utang pemerintah. Menurut Misbakhun, strategi mengelola sangat berkaitan erat dengan pengelolaan APBN.
Misbakhun menyatakan hal itu dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menkeu Sri Mulyani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/9) untuk membahas pengelolaan utang negara. Politikus Golkar itu mengatakan, Menkeu harus memperjelas arah dan strategi utang.
BACA JUGA: PPh UMKM Turun Jadi 0,25 Persen
“Menurut saya ini bukan hanya strategi utang tapi strategi mengelola APBN. Sebenarnya saya ingin Ibu Sri Mulyani lebih detail strategi ke depan seperti apa,” ujar Misbakhun.
Dalam rapat itu, Menkeu memaparkan posisi utang pemerintah hingga akhir Juni 2017 yang mencapai Rp 3.706,52 triliun atau meningkat Rp 34,9 triliun dari bulan sebelumnya. Jumlah itu setara 27,02 persen dari produk domestik bruto (PDB) dalam APBN Perubahan 2017 sebesar Rp 13.717 triliun.
BACA JUGA: Misbakhun Ajak Konstituen Maknai Iduladha sebagai Optimisme Menuju Sejahtera
Hingga akhir tahun ini pemerintah menargetkan rasio utang sebesar 28,1 persen terhadap PDB. Sementara itu, batas maksimal utang pemerintah yang diperbolehkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah 60 persen dari PDB.
Misbakhun mengatakan, semestinya utang pemerintah Indonesia tidak dibandingkan dengan Jepang atau negara maju lainnya. Sebab, masih ada risiko yang sangat besar walaupun porsi surat utang negara (SUN) dimiliki oleh 62 persen investor dalam negeri. Pasalnya, perbandingan hutang yang digunakan oleh Menkeu hanya dengan negara-negara G20.
BACA JUGA: Lepas 51 Persen Saham, Freeport Bertahan hingga 2041
"Kenapa parameternya hanya PDB semata? Padahal aset negara, cadangan devisa dengan negara-negara tersebut sangat berbeda. Jepang dan Amerika tidak berbicara lagi mengenai PDB, tapi gross national product. Jadi pembandingannya tidak sesuai," kata Misbakhun.
Karena itu Misbakhun juga menekankan, meskipun Indonesia sudah mengantongi investment grade dari lembaga rating internasional, hal itu bukan berarti membuat ekonomi dan utang negara menjadi baik. Menurutnya, meski pemerintah mau memberikan yield tinggi, namun posisi tawarnya di hadapan pemegang SUN tetap rendah.
Karena itu, kata mantan pegawai Kemenkeu itu, pemerintah harus kreatif. “Kreativitas ini yang ingin kita butuhkan. Pemegang surat utang Indonesia adalah orang Indonesia tapi kita ada problem tentang likuiditas. Kita tidak ada uang untuk membayar mereka,” ulasnya.
Lebih lanjut politikus Golkar itu juga mengingatkan Sri Mulyani agar dalam sisa pemerintahan Presiden Joko Widodo bisa lebih hati-hati dan produktif dalam mengelola utang negara. “Akan lebih bijak jika mau berhati-hati dan fokus pada produktivitas,” pungkas legislator asal Pasuruan ini.(dms/JPC)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapan Pemerintah Bayar Utang Rp 24 Triliun ke Pertamina?
Redaktur & Reporter : Antoni