jpnn.com - ADAM memutuskan merantau ke kota. Dengan doa yang tulus dari Sang Istri dan buah hatinya, perantauan Adam berjalan mulus. Sedikit demi sedikit usahanya membuahkan hasil. Kesulitan ekonomi rumah tangga yang membelitnya perlahan teratasi. Pemuda itu menjadi pengusaha sukses.
Fikri Akbar, Pontianak
BACA JUGA: ââ¬Å½Penderita Penyakit Aneh di Wajah Itu Akhirnya Meninggal Dunia
Namun, di sinilah awal kehancurannya. Kesuksesan yang diraihnya menuntut satu hal kepada Adam. Sibuk akan duniawi. Dengan kekayaannya, dia mampu membeli segalanya. Dan pelan-pelan tergoda untuk melupakan Tuhannya.
Adam mabuk dengan kekayaan. Tak peduli lagi anak dan istri. Tuhan marah. Apa yang telah Ia berikan kepada Adam diambil lagi dengan mudah. Bisnis Adam pelan-pelan merugi dan terus merosot, kembali miskin, lebih parah dari sebelumnya.
BACA JUGA: "Dagangan Pengungsi" Ala Ban Ki-moon dan Recep Tayyip Erdogan
Ketika hendak kembali ke desanya, Nisa enggan menerima kehadiran Adam. Dia kembali ke kota tapi hidupnya jauh dari kata nyaman kali ini, terlunta-lunta. Kota pun seolah menutup diri darinya.
Ini cerita dalam drama religi yang dibidani senias muda berbakat asal Pontianak, Tito Prasetio. Judulnya ‘Bisnis Tuhan’, garapan Rumah Bordir Production bekerja sama dengan Engkol Film.
BACA JUGA: Saat Umat Muslim Salat Jumat, Warga Hindu Tutup Warung
Film tersebut diangkat dari kisah nyata kehidupan seorang teman Tito pada 2011. Inti sinema tersebut adalah ketika manusia melupakan Tuhan, maka Ia punya kuasa penuh mengambil segala yang telah diberikan-Nya.
"Kawan saya itu tahu kalau kisah hidupnya saya angkat di film," ujar Tito kepada Rakyat Kalbar, Selasa (24/5).
Berdurasi sekitar satu jam, perjalanan hidup keluarga taat beragama tapi miskin di suatu desa ini diperankan dan diproduksi anak muda Pontianak. Rata-rata mahasiswa seni di Jakarta dan Yogyakarta.
Sofan Yusuf Al-Munawar sebagai Adam. Asdianty Sofyan berperan sebagai istri Adam bernama Nisa. Anak mereka yang baru berusia 12 tahun, Asri, dimainkan oleh Lita.
Pembuatan film dimulai awal tahun 2016 dengan setting lokasi di dua tempat, Desa Kubu dan Kota Pontianak. Melibatkan 12 pemain, pengerjaannya memakan waktu sekitar lima bulan dengan biaya tidak kurang dari Rp70 juta.
“Film ini mengambil setting nuansa yang alami. Pengambilan gambarnya saya kira tidak terlalu menemui kendala, karena memang sejak awal kami sudah klop dengan ide cerita yang disampaikan sutradara,” ujar Kameramen dan Editor sinema pendek itu, M. Rizki Akbar.
Bagi pemeran Adam, Sofan Yusuf Al-Munawar, bukan kali ini dia bermain di film produksi Rumah Bordir Production. “Saya senang ketika dikontak oleh Mas Tito untuk membintangi film ini. Film ini merupakan kesempatan buat saya untuk mengeksplor seni peran saya,” ucapnya.
Pemutaran perdana film ini pun sudah dilakukan. "Pertama kali kita launching di Kubu Raya pada 3 Mei lalu, dan diputar di Pontianak 21 Mei. Sudah sekitar 500 orang yang menonton film ini," tutur Tito.
Agar film ini dapat dinikmati secara luas, rencananya Rumah Bordir Production dan Engkol Film juga akan roadshow ke Sambas, Singkawang, serta Mempawah. Dan, tiga daerah di luar Kalbar seperti Jakarta, Bekasi, dan Sumedang.
Trailer ‘Bisnis Tuhan’ dapat diintip di YouTube. "Setelah roadshow, kami akan goes to kampus. Harga tiket yang kami jual untuk film ini sebesar Rp20 ribu," terangnya.
Tito mengakui, banyak yang salah duga ketika filmnya mulai diperkenalkan kepada publik. Judulnya memang agak nyentrik.
"Sejumlah pertanyaan kepada kita itu seperti 'emang Tuhan punya bisnis?’, terus ‘Lha kok Tuhan dibisniskan?’. Kita jawabnya kompak saja, makanya nonton dulu filmnya," bebernya.
Kejadian unik juga sempat menghampiri para kru film. Salah satunya terjadi pascacasting. Waktu itu, salah seorang kru bagian wardrobe, Apriyanto Ramadhan, hendak menjemput talent (pemain) bernama Angel di sebuah gang di Kota Pontianak.
"Pas bakda (setelah salat) Isya. Kelewatan rumah Si Angel. Orang-orang pada pulang salat di masjid. Pas mau mutar di masjid, Apri ini diberhentikan orang, karena di mobil kita kan ada tulisan Bisnis Tuhan,” ungkap Tito.
Nah, lanjut dia, penduduk setempat pun memanggil mereka. Dan ditanyai. “Ada yang kira kita Gafatar,” tukasnya mengulum senyum.
Saat syuting di Desa Kubu pada suatu siang, kru film yang sedang melakukan proses pengambilan gambar didatangi sekelompok anak-anak desa yang datang ke lokasi menggunakan sepeda. Mereka memperingatkan bahwa kru film akan didatangi wanita bercadar.
"Anak-anak itu bilang ke kami, 'Bang, bang, abang hati-hati ya, ada yang bilang ada bercadar hitam pingin ngagak (mendatangi,red) yang bikin film. Katanya di sini yang dari Gafatar’. Jadi banyaklah isu-isu yang berkembang, hehe," jelas Tito.
Namun demikian, syuting berjalan lancar. “Mungkin berkahnya Bisnis Tuhan inilah," selorohnya. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Eksekusi Mati, Nusakambangan Rawan Rusuh, Begini Cara Meredam
Redaktur : Tim Redaksi