Misteri Batu Talada, Tempat Mengorbankan Anak Gadis

Rabu, 02 Mei 2018 – 00:25 WIB
Seorang wisatawan asal Inggris, saat mengunjungi Batu Talada di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Foto: Don Papuling/Manado Post/JPNN.com

jpnn.com - Cerita-cerita mistis seputar Batu Talada atau batu sabda yang terletak di Desa Peling, Kecamatan Siau Barat, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulut, menambah dalam misteri Pulau Karangetang. Oleh penduduk setempat, tempat ini disakralkan karena jadi saksi bisu pengorbanan nenek moyang mereka.

Laporan: Don Ray Papuling

BACA JUGA: Pulau Ini Indah, Dijaga Buaya Kutukan Sang Raja

SANG surya mulai menyinari Pulau Siau sekira pukul 08.00 WITA. Saya yang sejak semalam sudah mempersiapkan diri untuk menuju Batu Talada, bersama salah satu wisatawan asal Inggris Bhend Wood, serta tour guide kami Dominik Derek, bertemu di Loby Hotel Jakarta, Ulu, Kecamatan Siau Timur. Dengan perasaan yang bergejolak, kami pun bertolak menggunakan sepeda motor, untuk pergi ke lokasi Batu Talada.

Menempuh jarak delapan kilometer dan memakan waktu sekira 30 menit perjalanan dari Ulu, tiba di Kampung Peling, saya bersama rombongan langsung dijemput Soni Derek, saudara dari Dominik, yang akan menuntun kami, menuju pendakian Batu Talada.

BACA JUGA: Bangunan Kuno PLN Punya Lorong Rahasia Menyeramkan

"Dom," panggil Soni, yang saat itu, duduk di depan teras rumahnya. Sembari merapat, Soni langsung mengutarkan. "Kalian sudah siap? Atau mau minum teh dulu," tuturnya ramah.

"Iya, kita mau minum teh dulu, sebab tadi terburu-buru," sahut Dom. Sambil menyuruh menyiapkan, teh, kami, berbincang-bincang, untuk menanyakan pada Soni, tentang cerita asal mula Batu Talada atau batu sabda (perintah, red).

BACA JUGA: SEREM! Di Istana Merdeka Banyak Hantu, Mulai Noni Belanda Hingga Perempuan Keluar Sumur

Dengan nada serius, ia mulai menjelaskan perlahan, tentang keberadaan Batu Talada, yang konon dipercaya masyarakat sekitar, sebagai tempat ritual sakral para petapa zaman dulu untuk mencari kesaktian. Serta merupakan media tempat melakukan pengorbanan manusia.

"Kami juga tidak tahu pasti, tahun berapa pertama Batu Talada dikenal, namun itu telah diketahui jauh dari nenek moyang kami, bahkan sebelum masuknya agama di Pulau Siau," ungkapnya. Soni pun mulai mengurai cerita awal yang diketahui.

"Jadi pada zaman dulu, sebelum masuknya agama, dan berbagai budaya asing, kita khususnya di Pulau Siau, terlibat perang antarkampung, dalam memperebutkan wilayah kekuasaan," terangnya.

Pada waktu itu, lanjut Soni, ada seorang pengembara yang tidak diketahui namanya, melakukan perjalanan untuk pergi ke tempat gaib, guna mencari kesaktian melindungi desanya. "Setelah sekian lama berkelana akhirnya pengembara ini menemuakan sebuah batu besar. Objek ini diyakininya memiliki kekuatan gaib, sehingga ia memutuskan melakukan pertapaan selama 30 hari," terangnya.

Dalam pertapaanya, ia sering didatangi oleh berbagai macam hewan dengan ukuran yang besar, hingga dua bidadari. Namun tak dihiraukan si pengembara. Setelah berhasil mencapai puncak kekuatan, ia kemudian menguji kesaktianya dan melukis Batu Tuldada dengan jari, yang dipercaya masyarakat, lukisan di batu tersebut merupakan hasil dari kesaktian si pengembara.

"Tak sampai di situ, Batu Tulada ini juga memiliki sejarah dan cerita kelam," ujar Soni yang membuat sekujur bulu kuduk kami berdiri.

Sebab lanjutnya, ada suatu masa, di mana Batu Talada (Sabda) ini, menjadi saksi bisu pengorbanan manusia pada zaman dahulu, karena dijadikan pedoman serta lokasi dalam para leluhur untuk menerima petunjuk dari Dewa Aditinggi, yang dipercaya merupakan jelmaan Gunung Karangetang.

"Dim ana Batu Tulada merupakan media untuk melakukan ritual sundeng (penyembahan) dengan mengorbankan manusia yang kala itu dipercaya untuk mencegah bencana letusan gunung berapi. Dalam ritual sundeng, warga akan mengorbankan anak gadis, yang berasal dari budak, anak yatim, maupun yang telah dianggap melanggar peraturan," terangnya.

Soni menuturkan ritual sundeng dilaksanakan atas perintah pemimpin yang disebut Kulano atau Jogugu, yang telah mendapatkan wahyu dari dukun, yang saat itu memegang posisi penting, sebagai penasehat spiritual.

Usai mendengar cerita Batu Talada, kami pun semakin bergairah, untuk mengunjungi tempat sakral tersebut. Soni pun langsung menuntun kami mendaki ke arah gunung, tepatnya di Kaki Gunung Tamata, dengan waktu tempuh sekira 30 menit.

Setibanya di sana, kami dibuat takjub dengan kealamian, yang ada di sekitar. Berbagai pohon besar, serta dinding batu yang terletak di ketinggian kurang lebih 100 meter dari permukaan laut, tepatnya di atas Desa Peling.

Saat menatap ke arah batu yang mencapai 50 meter tersebut, kami langsung disuguhi pemandangan yang tergolong lucu, di mana terdapat gambar empat manusia dengan berbagai ukuran yang mirip lukisan anak TK, yang menggunakan kapur. Dengan perasaan bercampur aduk, kami pun bertanya, apakah ini gambarnya, yang diiyakan oleh Soni dan Dominik.

Dengan sedikit gugup, Dominik mengakui, kalau dirinya sudah kedua kalinya datang ke situ. "Yang pertama saya datang sendiri, untuk membuktikan gambar tersebut tidak bisa dihapus," ujarnya dengan menunjuk gambar orang yang paling besar di antara keempatnya.

Sebelumnya, aku Dom, dirinya, sempat menghapus gambar tersebut, menggunakan sikat gigi, yang sengaja dibawanya, bersama air mineral, untuk membasuh.

"Memang kelihatan gambarnya memudar, namun, setelah airnya mengering, justru, gambar tersebut kembali tampak. Tentu saja ini membuat saya kagum, namun sedikit takut, sebab di sekitar sini konon angker," bebernya perlahan, membuat kami merinding

“Sebab pernah waktu saya datang sendiri, sempat melihat sosok anak kecil, namun ketika mendekat tentu saja, tidak ada siapapun, pokoknya waktu itu seperti kehilangan fokus. Belum juga, saat akan menuruni gunung, dari sekitar sini, saya mendengar ada tangisan anak kecil, sehingga membuat saya kapok datang sendiri,” tandasnya.

Sementara itu, wisatawan asal Inggris Bhend Wood, mengaku takjub dengan nilai historis yang ada dalam batu tersebut.

"Karena selain aneh, tidak bisa dihapus, batu ini memiliki kisah yang patriotik, serta tragis. Sehingga mengunjungi Batu Talada merupakan pengalaman yang seru dan sulit dilupakan, serta hal ini tentu saja akan menarik minat arkeolog untuk meneliti tahun batu ini, sebab masih misterius, mungkin saja ini merupakan situs pra sejarah," pungkasnya.(***)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler