MK Batalkan Keharusan KPU Laksanakan Hasil Konsultasi dengan DPR, Ini Alasannya

Senin, 10 Juli 2017 – 21:44 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan ketentuan yang dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang mengharuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan seluruh hasil konsultasi dengan DPR dalam penyusunan peraturan buatan lembaga penyelenggara pemilu itu.

Dengan demikian, lembaga yang kini dipimpin Arief Budiman itu memiliki keleluasaan menyusun peraturan KPU (PKPU) tanpa harus mengikuti hasil konsultasi dengan DPR. 

BACA JUGA: Bagaimana jika Hingga Akhir Juli RUU Pemilu Belum Kelar?

"Menyatakan Pasal 9 huruf a UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota sepanjang frasa '..yang keputusannya bersifat mengikat' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan keputusan uji materi atas UU Pilkada di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (10/7). 

MK dalam pertimbangannya menilai frasa yang dihapus itu membawa implikasi teoretik maupun praktik yang dapat mereduksi kemandirian KPU sekaligus tidak memberi kepastian hukum. MK pun memiliki beberapa alasan sehingga membatalkan ketentuan yang mengharuskan KPU merujuk hasil konsultasi dengan DPR.

BACA JUGA: Bawaslu Apresiasi Langkah KPU

“Pertama, bukan tidak mungkin dalam forum dengar pendapat dimaksud tidak tercapai keputusan yang bulat atau bahkan tidak ada kesimpulan sama sekali. Hal itu dapat terjadi, misalnya karena di satu pihak tidak terdapat kesepakatan di antara fraksi-fraksi," ucap Hakim Aswanto. 

Menurut Aswanto, dalam keadaan demikian maka frasa 'yang keputusannya bersifat mengikat' telah menyandera KPU dalam melaksanakan kewenangannya untuk merumuskan PKPU dan pedoman teknis. Akibatnya, kewenangan tersebut menjadi tidak dapat dilaksanakan. 

BACA JUGA: Bupati: Banyak Calon Lebih Bagus

MK juga menilai frasa tersebut berlebihan. Sebab, tanpa frasa tersebut penyelenggara Pemilu akan tetap melaksanakan keputusan konsultasi jika dalam forum dengar pendapat tercapai kesepakatan. 

"Pertimbangan hukum lain, frasa tersebut telah menghilangkan atau setidaknya mengaburkan makna 'konsultasi' dalam Pasal 9 huruf a UU Nomor 10/2016. Sebagai forum konsultasi, dalam hal tidak terdapat kesepakatan maka KPU sebagai lembaga yang dijamin kemandiriannya oleh UUD1945 tidak boleh tersandera dalam melaksanakan kewenangannya dalam membuat PKPU dan pedoman teknis," kata Hakim Aswanto. 

Sebelumnya KPU mengajukan uji materi UU Pilkada ke MK Oktober 2016 lalu. Uji materi dilakukan karena menilai keharusan KPU melaksanakan hasil konsultasi dengan DPR telah menganggu prinsip kemandirian penyelenggara pemilu.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yakin Aturan Pemilu 2019 Tidak Akan pakai UU Lama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler