MK Dilarang Buat Putusan Ultra Petita

Dalam Draf Revisi RUU MK

Selasa, 31 Mei 2011 – 07:47 WIB

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi mulai coba dipagari dalam membuat keputusanDalam draf RUU MK, Pemerintah dan DPR telah menyepakati untuk memasukkan larangan putusan MK bersifat ultra petita

BACA JUGA: Keluarga Tak Ungkap Nunun, KPK Gunakan Cara Lain

Yaitu, memutuskan apa yang tidak dimohonkan oleh pemohon.

Larangan tersebut dimasukkan dalam penambahan ketentuan di Pasal 45A
"Ini agar putusan MK kedepan tidak lagi menjadi kontroversi," ujar anggota Badan Legislasi DPR dari PDI Perjuangan Arif Wibowo, usai rapat kerja dengan pemerintah, di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (30/5)

BACA JUGA: JPU Anggap Baasyir Pantas Dihukum Seumur Hidup



Meski demikian, dia menambahkan, kalau dalam draf revisi RUU MK belum disepakati terkait aturan turunannya
Misalnya, penegasan apakah pemuatan putusan bersifat ultra petita itu tergolong pelanggaran kode etik atau lainnya

BACA JUGA: Pansel KPK Resmi Buka Pendaftaran

?Kalau kami berharap masuk dalam pelanggaran kode etik, sehingga majelis kehormatan dapat melakukan sidang pemeriksaan terhadap hakim pemutus perkara,? beber ketua kelompok fraksi (poksi) Baleg PDIP tersebut.

Dalam draf revisi RUU tersebut memang juga telah diatur tentang dibentuknya Majelis Kehormatan MKAnggotanya terdiri dari lima unsurYaitu, hakim konstitusi, anggota komisi yudisial, hakim agung, unsur pemerintah, dan unsur DPR"Sanksi terberatnya bisa diberhentikan, dan ini di dalam UU lama belum diatur," jelas Arif, kembali.

Selama ini, sejumlah putusan MK kerap dianggap termasuk ultra petitaDiantaranya, adalah ketika MK memutus bahwa Komisi Yudisial tidak berwenang mengawasi hakim konstitusiPadahal, saat itu, yang dimohonkan para hakim agung sebagai pemohon adalah agar KY tidak berwenang mengawasi hakim agung, bukan hakim konstitusi

Selain, selain larangan putusan MK bersifat ultra petita tersebut, draf RUU juga memasukkan larangan putusan bersifat positif legislatorYaitu, putusan MK yang dalam amar putusannya langsung menyatakandengan memasukkan rumusan norma baruHal tersebut dianggap beberapa kali terjadi pada sejumlah judicial review terhadap UU"Pertimbangan kami (DPR dan pemerintah, Red) dengan putusan seperti itu, MK telah mengambil alih kewenangan presiden dan DPR sebagai lembaga yang punya kekuasaan membentuk UU," papar Arif, lagi.

Selain sejumlah larangan, kewenangan MK juga mulai diwacanakan untuk dibatasiMeski demikian, wacana yang berkembang di dalam pembahasan draf masih belum menemui kata sepakatPemerintah dan DPR masih akan mendalami sejumlah poin terkait

Secara terpisah, menanggapi wacana pemangkasan kewenangan MK dalam penanganan perkara pemilukada, Ketua MK Mahfud MD menyatakan pihaknya menyerahkan hal tersebut kepada pihak DPR yang memiliki kesepakatan politikDia sepenuhnya mempersilakan jika kewenangan penanganan sengketa pemilukada kepada Pengadilan Negeri di bawah Mahkamah Agung (MA)"Saya persilahkan, karena kami tidak mau buat kewenangan sendiri, karena ini adalah kewenangan Undang-Undang,"urai Mahfud dalam pertemuan rutin MK dengan Komisi III DPR RI di gedung MK, kemarin

Menurut DPR, kewenangan dalam sengketa pemilukada tersebut membuat MK, bisa membuat lembaga konstitusi tersebut kewalahanNamun, menurut Mahfud, MK tidak pernah berkeberatan dengan kewenangan tersebutMeski perkara sengketa pemilukada ditangani MK, 99,9 persen tetap rakyat yang menjadi penentu hasil akhir pemilu, setelah pemilu diulang"Dari seluruh perkara sengketa pemilukada yang diulang, pemenangnya sama dengan yang sebelum diulangYang tidak hanya GresikJadi kalau dari riilnya, seluruhnya ditetapkan oleh rakyat,"ujarnya

Mahfud pun berharap jangan sampai proses pengadilan pemilihan kepala daerah yang kini digodok Dewan Perwakilan Rakyat akan terpengaruh dengan diskusi kemarin"Saya yakin dewan bersama pemerintah sudah punya tim ahli," imbuhnya

Sementara itu, menurut Hakim Konstitusi Akil Mochtar, jika sengketa hasil pemilukada dikembalikan ke pengadilan negeri, maka sejumlah aset negara akan terbuang percumaSebab, MK telah memiliki fasilitas-fasilitas untuk melaksanakan kewenangan tersebutSelain itu, lanjut dia, jika mengubah kewenangan tersebut,harus mengubah empat Undang-Undang yang adaAntara lain, Undang-Undang Pemerintah Daerah (UU No 32 Tahun 2004 yang menjadi UU No.12 Tahun 2008), Undang-Undang kekuasaan Kehakiman (UU No48 Tahun 2009), Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu (UU No22 Tahun 2007).

Senada dengan Mahfud, Akil menuturkan, hasil penyelesaian sengketa pemilukada di MK, tidak berbeda jauh dengan putusan Komisi Pemilihan Umum"Dari perkara hanya satu, dua yang berhasil yang bisa melahirkan bahwa kepala daerah terpilih itu sesuai dengan putusan Mahkamah," tutur dia(dyn/ken)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pansel KPK Resmi Buka Pendaftaran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler