jpnn.com - JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta menganulir aturan di Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengharuskan pegawai negeri sipil (PNS) mengundurkan diri ketika mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah.
Menurut Rektor Universitas Nusa Cendana Nusa Tenggara Timur (NTT), Fredik Lukas Beno, aturan yang termaktub pada Pasal 119 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara tersebut, bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
BACA JUGA: KBRI Berhasil Bebaskan 21 WNI di Yaman
Di mana disebutkan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
“Dalam Pasal 119 UU ASN disebutkan, pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah, wajib menyatakan pengunduran diri sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon. Menurut kami ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28C ayat 2 dan Pasal 28D ayat 1 dan 3 UUD 1945, ” ujarnya saat mendaftarkan pengujian UU ASN di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (31/3).
BACA JUGA: Jerat Denny Indrayana, Polri Periksa Pejabat KPK
Selain Pasal 119 UU ASN, Fredik juga menilai Pasal 7 huruf t Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, bertentangan dengan UUD1945, juga harus dibatalkan.
Pasalnya dalam pasal tersebut juga menetapkan, WNI yang dapat menjadi calon kepala daerah harus memenuhi persyaratan, antara lain mengundurkan diri sebagai PNS sejak mendaftarkan diri sebagai calon.
BACA JUGA: Ingatkan Kominfo Bedakan Pemblokiran Situs Dakwah dengan Situs Porno
“Muatan dalam pasal-pasal tersebut secara sosiologis bertentangan dengan ekspektasi dan kesadaran serta keyakinan masyarakat. Bahwa PNS atau aparatur sipil negara adalah abdi negara yang telah teruji dan terukur nilainya dalam pengabdian dan pelayanannya kepada masyarakat. UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali kota bersifat diskriminatif dan melanggar hak konstitusional kami sebagai pemohon,” ujarnya.
Pengaturan bersifat diskriminatif karena menurut Fredik, syarat tersebut memerlihatkan adanya perlakuan yang berbeda. karena di sisi lain apabila pegawai ASN dari PNS diangkat menjadi pejabat negara seperti pimpinan MK, BPK, KY, KPK, menteri dan duta besar, hanya akan diberhentikan dari jabatannya dan tidak kehilangan status PNS.
“Karena itu kita harapkan MK dapat menerima PUU yang kita mohonkan dan nantinya memutuskan pasal-pasal tersebut tidak memunyai kekuatan hukum mengikat. Kita juga mengharapkan MK nantinya memutuskan pegawai ASN dari PNS yang telah ditetapkan oleh KPU sebagai kepala daerah terpilih, dapat menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah dengan tidak kehilangan status PNS-nya,” ujar Fredik didampingi 13 pemohon dari Civitas Akademika Universitas Nusa Cendana lainnya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Khawatir 65 Daerah Terancam Gagal Ikut Pilkada
Redaktur : Tim Redaksi