MK Jangan Melanggar Konstitusi Terkait Jabatan Wapres JK

Rabu, 25 Juli 2018 – 17:16 WIB
Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla, Menkeu Sri Mulyani dan Menpan-Rb Asman Abnur, saat mengumumkan PP tentang THR dan gaji ke-13, di Istana Negara, Jakarta pada Rabu (23/5). Foto: M Fathra/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Saiful Mujani meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk berpegang pada Undang-undang dalam memutuskan gugatan Partai Perindo dan pihak Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Saiful menilai, konstitusi secara jelas mengatakan presiden dan wakil presiden hanya boleh dijabat maksimal dua kali.

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Wacana JK Maju Lagi Bentuk Nyata Jokowi Galau

"Kalau MK membolehkan presiden dan wapres menjabat lebih dari dua kali, maka MK melanggar konstitusi," kata Saiful dalam keterangan yang diterima, Rabu (25/7).

Menurutnya, salah satu inti reformasi adalah membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi maksimal hanya dua kali seperti yang dituangkan dalam Undang-undang Dasar. Mahkamah Konstitusi dan pihak-pihak yang melanggar ini adalah pengkhianat reformasi.

BACA JUGA: Kalau Bukan JK, Koalisi Jokowi Bisa Pecah

Dia juga menyatakan bahwa posisi wapres bukan seperti menteri alias pembantu presiden. Posisi wapres, menurut dia, sama seperti presiden karena dipilih langsung oleh rakyat.

"Wapres dipilih langsung oleh rakyat dan tidak bisa diberhentikan oleh presiden," tegas dia.

BACA JUGA: Pak JK Sudah 20 Tahun di Pemerintahan, Lanjut lagi nih?

Saiful melanjutkan, sifat dasar sistem presidensial adalah kepala negara dan pemerintah sekaligus dipilih oleh rakyat secara langsung untuk satu masa jabatan tertentu dan tak bisa diberhentikan di tengah jalan kecuali melanggar hukum.

Karena kepala negara dan pemerintahan sangat mutlak adanya untuk sebuah negara, maka harus jaga-jaga kalau-kalau presiden berhalangan tetap atau tidak tetap.

"Karena itu, wakil presiden mutlak ada. Wakil presiden disiapkan untuk jadi presiden bila keadaan darurat terjadi. Maka wakil presiden sangat melekat pada presiden," kata dia.

Dengan begitu, ketika sudah dijabat sebanyak dua kali, artinya hal itu melekat sebagai kepala negara selama dua kali.

"Kalau UUD bilang hanya boleh dua kali, ya dua kali. Ini sudah sangat jelas, dan tidak membutuhkan tafsir lain," tandas dia. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak JK Semula Bilang Jangan Saya, Berubah Terserah Saja


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler