MK Masuki Wilayah Pidana Pilkada

Selasa, 23 Desember 2008 – 18:12 WIB
JAKARTA - Mantan anggota hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof HAS Natabaya menjelaskan, ada tiga jenis pelanggaran pilkadaPertama, pelanggaran administrasi, yakni misalnya yang terkait dengan dokumen syarat-syarat pencalonan

BACA JUGA: Putusan MK Pengaruhi Pemilih

"Ini yang mengurus KPUD," ujar Natabaya dalam diskusi di pressroom DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/12)
Diskusi membahas tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan pemungutan suara ulang di 14 kecamatan di pilkada Tapanuli Utara (Taput), di 2 kabupaten pada pilkada Jawa Timur, dan di 2 kecamatan pada pilkada Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.

Jenis pelanggaran pilkada kedua adalah pelanggaran pidana pilkada, misal money politics, yang harus ditindak Panwaslu dan diteruskan ke penyidik polisi untuk diproses secara hukum pidana di pengadilan umum

BACA JUGA: KPUD Harus Belajar dari Putusan MK

Ketiga, sengketa penghitungan suara
"Mestinya MK konsisten dengan kewenangannya yang hanya memutus sengketa pilkada yang terkait dengan hasil penghitungan suara ini," ujar Natabaya.

Kalau majelis hakim MK menemukan dugaan pelanggaran pidana yang berpengaruh pada hasil penghitungan suara, maka terlebih dahulu harus dibuktikan di pengadilan umum

BACA JUGA: KPK Usut Terus Kasus BLBI

Namun, karena proses persidangan di MK waktunya dibatasi 14 hari sedang pengadilan umum prosesnya berlarut-larut, maka aturan mengenai tenggat waktu di MK itu harus diubah.

Pernyataan tersebut terkait sejumlah kasus yang tergolong pidana pilkada, yang oleh majelis hakim MK dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam memutus keharusan digelarnya pemungutan suara ulangDi kasus sengketa pilkada Taput misalnya, pihak pemohon menyebutkan adanya pengerahan pemilih yang tidak dikenal, Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda, penggelembungan suara dan politik uangMajelis hakim menyimpulakn semua materi permohonan yang diajukan pemohon itu benar adanya dan dianggap sebagai fakta hukum lantaran pihak KPUD Taput tidak melakukan bantahan.

"Kalau ada dugaan penggelembungan suara, mestinya itu dibuktikan dulu melalui pengadilan umumKalau terbukti penggelembungan itu mempengaruhi hasil penghitungan suara yang berpengaruh pada perubahan pemenang pilkada, barulah dijadikan bukti oleh MK," ulasnya(sam)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Tak Jadikan Laporan PPATK Alat Bukti


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler