MK Ngotot Tolak Perppu, Pilih Bentuk Majelis Pengawas Etik

Rabu, 09 Oktober 2013 – 02:14 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menolak rencana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang pengawasan eksternal yang akan diterbitkan presiden. Mahkamah menegaskan perppu tersebut berpotensi melanggar UUD 1945. Hal ini disebabkan perppu bertentangan dengan putusan MK No 005/PUU-IV/2006 tentang uji materi UU No 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang menyatakan fungsi pengawasan Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Yudisial inkonstutisional.

Mahkamah Konstitusi justru menyodorkan alternatif bentuk pengawasan eksternal terhadap pelanggaran etik yang dilakukan hakim MK, yakni pembentukan Majelis Pengawas Etik. Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, majelis nantinya bersifat independen karena tidak bertanggung jawab pada ketua MK. Majelis nantinya bertugas menampung dan menindaklanjuti seluruh pengaduan masyarakat yang menyangkut perilaku hakim konstitusi, termasuk pengaduan kelembagaan MK.

BACA JUGA: Persoalkan Pengerahan Brimob dan Alasan Megawati Diinteli

Menurut Hamdan, seluruh laporan terkait perilaku hakim maupun kelembagaan MK tidak akan masuk ke meja pimpinan melainkan ke meja Majelis Pengawas Etik. Majelis berwenang mengolah laporan, melakukan penyelidikan, mencari bukti tambahan, dan melakukan konfirmasi. Seluruh proses dan hasil Majelis Pengawas Etik tidak bisa diintervensi ketua, wakil ketua, dan hakim, Laporan akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan atau konfirmasi terhadap pihak terkait.

"Jika ditemukan pelanggaran etik, Majelis Pengawas Etik akan merekomendasikan pembentukan Majelis Kehormatan Konstitusi yang bersifat adhoc," terangnya di gedung MK, Selasa (8/10).

BACA JUGA: Pascaputusan Kasasi, Polisi Pembunuh Istri Tetap Beraktivitas di Mabes Polri

Saat ini, MK masih membahas bagaimana mekanisme kerja Majelis Pengawas Etik hingga penyelenggaraan rapat pleno permusyawaratan hakim konstitusi untuk menindaklanjuti hasil Kapan suatu kasus sampai ke MKK dengan keputusan dari MK artinya dari rapat pleno pemusyawaratan hakim konstitusi.

"Bagaimana keanggotaan Majelis Pengawas Etik ini masih kita diskusikan dengan para akademisi dan pakar hukum tata negara termasuk mekanisme kerjanya. Nantinya, segala sesuatu yang berkaitan dengan Majelis Pengawas Etik akan dituangkan dalam Peraturan MK," jelas Hamdan.

BACA JUGA: KPK Segera Sasar Aset Akil Mochtar

Selain berencana membentuk Majelis Pengawas Etik, MK juga melakukan sejumlah perubahan untuk menyesuaikan berkurangnya satu orang anggota majelis hakim konstitusi. Salah satunya, MK menyesuaikan jumlah hakim panel yang awalnya 9 orang menjadi 8 orang. Komposisi hakim juga diubah dari awalnya 3-3-3 menjadi 4-4. "Jumlah hakim yang genap ini tidak masalah karena hanya memeriksa kelengkapan berkas laporan, bukan mengambil keputusan. "Panel satu akan saya pimpin, panel satu lagi dipimpin Pak Harjono," terang Hamdan.

Pakar hukum tata negara Saldi Isra menilai Majelis Pengawas Etik dapat menjadi jalan keluar yang lebih baik untuk melakukan pengawasan eksternal ke MK dibandingkan menerbitkan perppu yang menyerahkan pengawasan MK ke KY. Pasalnya, perppu tersebut dipastikan akan mental bila diuji materi ke MK. "Ada problem konstitusional jika dikembalikan ke KY," ujarnya.

Saldi juga menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berlebihan dalam mengeluarkan perppu terkait pengawasan MK, karena hingga saat ini presiden sudah 16 kali mengeluarkan perppu. Dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya, jumlah peppu yang dikeluarkan selama masa kepemimpinan SBY berkisar tiga-empat kali lipat lebih banyak. (ris/noe/fdi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harapkan Publik Berikan Kesempatan ke Sutarman


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler