BACA JUGA: DPR Pangkas Anggaran Renovasi
Ke-14 kecamatan yang pemungutan suaranya harus dilakukan adalah Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Garoga, Kecamatan Pagaran, Kecamatan Siborong-borong, Kecamatan Simangumban, Kecamatan Parmonangan, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Adian Koting, Kecamatan Siatas Barita, Kecamatan Purba Tua, dan Kecamatan Tarutung.“Yang tidak dwajibkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang hanya di Kecamatan Muara
BACA JUGA: PPP Akui Gagal Kaderisasi
Majelis hakim MK juga memerintahkan KPUD Provinsi Sumut dan Bawaslu Provinsi Sumut untuk melakukan pengawasan terhadap proses pemungutan suara ulang nantinya.Bangkit Parulian Silaban yang ikut menyaksikan jalannya sidang terlihat lesu
BACA JUGA: PPP Tunggu Muqowam
Hanya saja, Nur Alamsyah, SH, kuasa hukum KPUD Taput, mengaku mau tak mau harus menerima putusan MK ini“Putusan MK tak sesuai dengan peraturan MK sendiriTapi bagaimana pun ini sudah diputuskan dan bersifat final,” ujar Nur.Sementara, Samsul Sianturi sebagai salah satu pemohon menyatakan, putusan MK ini bisa menjadi pelajaran bagi seluruh calon di pilkada agar tidak mencoba-coba berbuat curang“Karena di MK ini akan bisa terungkap semua,” ucapnya.
Sedangkan Ketua Tim Sukses Samsul, Ir Tongam Tobing mengatakan, putusan MK seperti ini merupakan hasil perjuangan seluruh rakyat Taput yang memang menghendaki proses pilkada yang fair“Jadi bukan hanya perjuangan kandidat,” ujar Ketua Partai Demokrat Taput iniDia mengaku, dirinya sempat pesimis tatkala pilkada baru saja usaiDirinya sempat tak yakin MK bakalmengabulkan materi gugatan tersebut“Namun ketika Ketua Majelis Hakim Akil Mochtar pada sidang kedua mengatakan bahwa mencari keadilan tidak boleh mengeluarkan uang, saya baru optimisDan memang MK telah menegakkan kebenaran,” ucapnya.
Sedang hakim Akil Mochtar mengatakan, pelaksaan pemungutan suara bukanlah merupakan pilkada baruDengan demikian, kalaupun pelaksaan pemungutan suara ulang ini dilakukan di awal tahun 2009, hal itu tidak bertentangan dengan peratran perundang-undangan.
Majelis hakim menilai, telah terjadi pelanggaran yang serius terhadap asas pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, serta pelanggaran hukum terhadap mekanisme dan tahapan penyelenggaraan pilkadaBukti yang menjadi dasar putusan MK antara lain adanya 6.000 orang yang berhak memilih tetapi tidak mendapat kartu pemilih dalam pilkada Taput, padahal pada saat pilkada Gubsu mendapatkan kartu pemilihMenurut Mahkamah, hal tersebut adalah tindakan yang melanggar asas-asas penyelenggaraan pilkada.
Hal lain mengenai tertangkaptangannya 2.700 Surat Pemberitahuan Waktu dan Tempat Pemungutan Suara dan/atau kartu pemilih yang dikuasai oleh Tim Sukses Pasangan Calon Nomor Urut 1 dengan cara membagi-bagikan Surat Pemberitahuan agar memilih Pasangan Calon Nomor Urut 1, sebagaimana diterangkan oleh keterangan saksi dari Pemohon, yaitu Robinhot Sianturi dan Manaek Sihombing
Kedua saksi tersebut menerangkan bahwa telah ditemukan 2.714 lembar kartu pemilih yang dibawa oleh Ketua PPS Pasar Kelurahan Kecamatan Siborong-borong, Hotma Lumban TobingHal tersebut telah dilaporkan kepada Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kabupaten yang dituangkan dalam Berita Acara, dan Berita Acaranya juga diberikan kepada Anggota KPU Kabupaten Tapanuli Utara, IrLambas T.HHutasoit, yang saat itu berada di Kecamatan Siborong-borong, tetapi keberatan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Panwaslu, sebagaimana juga diakui oleh Anggota Panwaslu Kabupaten Tapanuli Utara, Mantel Siringoringo, S.HMeskipun keterangan saksi tersebut dibantah oleh saksi Hotm Lumban Tobing“Namun Mahkamah menilai bahwa fakta tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan,” ujar Akil Mohtar.
Mengenai terjadinya pengerahan 300 orang pemilih yang bukan berasal dari daerah pemilihan yang bersangkutan yang dilakukan oleh saksi Fernando Simanjuntak, Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, hakim juga menyatakan hal tersebut sebagai fakta.
“Bahwa adanya pengerahan massa dalam Pemilukada Kabupaten Tapanuli Utara khususnya di TPS 3 Desa Hutauruk Hasundutan, Kecamatan Sipoholon untuk memenangkan salah satu pasangan calon merupakan pelanggaran yang tidak dapat ditolerir, terlebih lagi hal tersebut dilakukan oleh Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang seharusnya bersikap netral,” demikian bunyi putusan MK.
Bahwa adanya laporan saksi Januari Hutauruk kepada Panwas mengenai intimidasi yang dilakukan oleh Fernando Simanjuntak, Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, dihubungkan dengan bukti petunjuk berupa foto tentang pelaksanaan kegiatan kampanye adanya keterlibatan Pegawai Negeri Sipil, dalam hal ini Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Utara, DraMariani Simorangkir M.Pd yang diakui pula oleh keterangan saksi Borisman Panggabean, S.Tdalam persidangan tanggal 10 Desember 2008, telah meyakinkan Mahkamah tentang ketidaknetralan aparatur pemerintah dalam Pemilukada Kabupaten Tapanuli Utara.
Mahkamah juga menemukan fakta-fakta berupa ketidakhadiran tiga orang dari lima anggota KPU Kabupaten Tapanuli Utara dalam Rapat Pleno Penetapan Hasil PemilukadaMeskipun ketidakhadiran tiga orang anggota KPU tersebut tidak mengurangi keabsahan hasil Pemilukada Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, namun ketidakhadiran tiga orang anggota KPU Kabupaten Tapanuli Utara menunjukkan penolakan terhadap proses dan hasil Pemilukada Kabupaten Tapanuli Utara karena terjadinya pelanggaran mekanisme dan prosedur penyelenggaraan Pemilukada di Kabupaten Tapanuli Utara yang justru disetujui oleh dua anggota KPU Kabupaten Tapanuli Utara lainnya.
“Bahwa ketidakhadiran tiga orang anggota KPU Kabupaten Tapanuli Utara tersebut, yang oleh Termohon dipandang sebagai pembangkangan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Mahkamah menilai, hal tersebut bukan sebagai pembangkangan terhadap undang-undang, melainkan penolakan tiga orang anggota KPU Kabupaten Tapanuli Utara terhadap proses dan hasil Pemilukada Kabupaten Tapanuli Utara yang melanggar peraturan perundang-undangan,” tegas Akil Mochtar.
Majelis hakim juga mengkaitkan ketidakhadiran tiga orang anggota KPU Kabupaten Tapanuli Utara dengan surat DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 170/1395/DPRD-TU/2008 bertanggal 30 Oktober 2008 (bukti P-10) perihal pemberitahuan kepada Gubernur Sumatera Utara yang meminta agar penghitungan suara hasil Pemilukada di-vakum-kan sampai ada putusan pengadilan karena adanya dugaan pelanggaran dalam tahapan Pemilukada dan Surat Panwaslu Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 226/PANWASLU PILKADA/TAPUT/X/2008 bertanggal 31 Oktober 2008 yang ditujukan kepada Termohon tentang pemberitahuan adanya berbagai laporan atas dugaan terjadinya berbagai pelanggaran yang meminta agar penghitungan suara di-vakum-kan sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetapFakta hukum sebagaimana diuraikan pada paragraf ini, semakin meyakinkan Mahkamah atas terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam tahapan Pemilukada.
“Mahkamah berpendapat bahwa Termohon telah melanggar sumpah/janji sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007; Bahwa terhadap adanya dugaan pemberian uang (money politic) dengan bukti amplop berisi uang sejumlah Rp 20.000,- dengan pecahan Rp 5.000,- yang tidak dibantah oleh Termohon dan adanya pencoblosan yang dilakukan oleh beberapa orang yang tidak dikenal yang diantar dengan empat mobil merk Toyota Kijang (sejumlah 36 orang menurut Januari Hutauruk, 61 orang menurut Hotma Hutauruk) di TPS 3 Desa Hutauruk Hasundutan, Kecamatan Sipoholon yang melakukan pencoblosan secara bersama-sama yang dipanggil langsung masuk ke bilik suara, 10 orang sekali masuk, menurut Mahkamah, fakta hukum ini jelas merupakan pelanggaran dalam Pemilukada,” demikian bunyi putusan. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Muqowam Dilaporkan ke BK
Redaktur : Tim Redaksi