MK Permudah Syarat Usung Pemakzulan

Rabu, 12 Januari 2011 – 20:20 WIB

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mempermudah syarat bagi DPR untuk melangkah ke upaya pemakzulan terhadap PresidenHal itu setelah MK membatalkan ketentuan di UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang mensyaratkan penggunaan hak menyatakan pendapat harus melalui paripurna DPR yang dihadiri 3/4 dari jumlah anggota DPR, dan disetujui oleh 3/4 dari anggota DPR yang hadir.

Ketentuan dalam MD3 yang dibatalkan MK adalah pasal 184 ayat (4), yang menyebutkan bahwa usul menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota DPR yang hadir.

Pada persidangan dengan agenda pembacaan putusan atas uji materi terhadap UU UU MD3, Rabu (12/1), MK menilai ketentuan yang tertuang di pasal 184 ayat (4) tentang syarat menyatakan pendapat itu bertentangan dengan UUD 1945

BACA JUGA: DPD Minta SBY Benahi Penegakan Hukum

Permohonan uji materi  itu diajukan oleh sejumlah politisi termasuk anggota DPR yang selama ini dikenal getol membongkar kasus Century seperti Bambang Soesatyo dari Golkar, Akbar Faizal dari Hanura dan Lily Wahid dari PKB.

Menurut MK, pemohon punya pertimbangan hukum yang kuat untuk menyatakan pasal 184 ayat (4) UU MD3 bertentangan dengan Pasal 7 B ayat (3)
"Mengadili, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya

BACA JUGA: Nggak Mutu jika Hanya Usut Pelesirannya

Pasal 184 ayat (4) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945," ucap Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan.

Menurut MK, syarat pengambilan keputusan DPR untuk usul menggunakan hak menyatakan pendapat mengenai dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela ataupun dianggap sudah tidak memenuhi syarat lagi, tidak boleh melebihi batas persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 7B ayat (3) UUD 1945.

Bahkan menurut MK, pengambilan keputusan atas usulan penggunaan hak menyatakan pendapat DPR harus lebih ringan dari persyaratan yang ditentukan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945
"Karena untuk dapat menindaklanjuti pendapat  tersebut kepada Mahkamah Konstitusi, harus melalui persyaratan yang lebih berat sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945," ucap hakim MK Hamdan Zoelva saat membacakan pertimbangan mahkamah.

MK juga berpendapat, usul hak menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang bersifat strategis dan tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket, harus lebih ringan daripada persyaratan pendapat DPR  terkait pengajuan permintaan DPR kepada MK yang berhubungan dengan proses pemberhentian Presiden sebagaimana diatur Pasal 7B ayat (3) UUD 1945.

"Berdasarkan putusan Mahkamah ini, ketentuan persyaratan pengambilan keputusan mengenai usul penggunaan hak menyatakan pendapat berlaku ketentuan mayoritas sederhana," ucap Hamdan.

Seperti diketahui, Pasal 7B (1) UUD 1945 menyebutkan, usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat  bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden

BACA JUGA: Menlu Kecewa, Penyiksa Sumiati Cuma Divonis tiga Tahun



Sedangkan di ayat 7B ayat (3) UUD 1945, ditegaskan bahwa pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.

Dalam keterangan kepada wartawan, Mahfud MD menjelaskan, aturan di UU MD3 telah menghambat DPR dalam menjalankan fungsinya“Intinya MK mengabulkan permohonan pemohon dan menganggap UU Nomor 27 tahun 2009 (MD3) tentang cara memberhentikan presiden dan wakil presiden yang itu dimuat itu salah,” ucap Mahfud.

Menurut guru besar Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta itu, UU MD3 ternyata melampaui ketentuan UUDSebab, untuk menyatakan pendapat saja harus melalui paripurna yang dihadiri minimal ¾ dari seluruh anggota DPR, dan disetujui ¾ dari anggota yang hadir di paripurna“Itu sudah kita anggap bertentangan dengan semangat atau maksud konstitusi,” tandas Mahfud

Selain itu, Mahfud juga menilai adanya kekeliruan dalam UU Nomor  27 tahun 2009 karena menyamaratakan hak menyatakan pendapat oleh DPRDiuraikannya, untuk menyatakan pendapat pada umumnya diatur dalam pasal 20A UUD, Sedangkan menyatakan pendapat untuk menilai apakah presiden bisa dimakzulkan atau tidak itu diatur pasal 7B UUD

Mahfud menegaskan, untuk menyatakan pendapat pada umumnya cukup dengan syarat mayoritas sederhana“Artinya suara terbanyak di antara berbagai pendapat berbeda,” ucapnya

Mahfud pun mencontohkan pengambilan keputusan untuk menyatakan pendapat secara umum (bukan untuk menilai presiden atau wakil presiden melanggar hokum) seperti disebut pasal 20 A UUD 1945Jika di DPR ada 30 persen menghendaki putusan A, 20 persen menghendaki B, 15 persen memilih C, maka yang 30 persen itu sudah bisa jadi keputusan untuk pasal 20A.

“Misalnya DPR menyatakan pendapat bahwa kenaikan harga BBM itu tidak tepatItu kan pernyataan pendapat umum,” paparnya.

Tapi khusus pasal 7B UUD , sebutnya, adalah  itu meyatakan pendapat khusus tentang presiden boleh terus menjadi presiden atau tidak“Kalau itu perlu syarat 2/3Dan tidak boleh ditambah, ini kan ( di UU MD3) ditambah 3/4,” bebernya.(ara/kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gugatan Pemilukada Sungai Penuh Ditolak MK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler