jpnn.com, JAKARTA - Ketua Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam mendukung penuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa para eksportir benih bening lobster yang melakukan penyelundupan melalui jalur resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Menurut Arif, Bea Cukai menggagalkan ekspor benur yang dilakukan 12 eksportir yang kedapatan mengekspor benur dengan jumlah yang berbeda antara yang tertera di dokumen administrasi dan jumlah aktual dalam cargo box yang dihitung dan disegel oleh Balai Karantina KKP.
BACA JUGA: KPK Panggil 13 Saksi Suap Ekspor Benur, Ada Istri Edhy Prabowo
“Ini merupakan rangkaian dari pengiriman selama Juni-November 2020 hingga OTT KPK terjadi, sehingga KPK berwenang penuh untuk membongkar struktur gelap bisnis yang melibatkan aparat,” tutur Arif dalam keterangan tertulis diterima, Selasa (9/3).
Menurut Arif, lolosnya ribuan BBL yang melebihi jumlah pada dokumen tak lepas dari peran kunci oknum Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta (BKIPM) yang merupakan instansi di bawah KKP.
BACA JUGA: Kiat Bea Cukai Bangkitkan Semangat Eksportir Lawan Turbulensi Ekonomi karena Corona
“Dalam pantauan kami, KKP yang melakukan penghitungan dan penyegelan justru tak meminta keterangan para eksportir nakal tersebut.”
Arif menyebutkan pada pengiriman tanggal 18 September 2020, Bea Cukai menggagalkan pengiriman BBL yang dilakukan 12 eksportir ke Vietnam.
BACA JUGA: IBC: Indikasi Ada Mafia di Balik Kasus Bansos dan Kasus Benur
Dalam operasi tersebut, para eksportir sengaja menambahkan jumlah benur yang dikirim, namun tidak dicantumkan dalam dokumen administrasi.
Menurut dia, nyaris lolosnya ekspor BBL diketahui setelah para eksportir lolos dari pemeriksaan dokumen awal yang dilakukan perusahaan penyedia jasa logistik dan perusahaan jasa pelayanan pemeriksaan keamanan kargo dan pos.
“Para eksportir itu berlindung dengan dokumen dan segel yang ditandatangani oleh pihak BKIPM, sehingga isi box cargo tidak boleh disentuh oleh pihak lain manapun. Ada dua oknum inspektur BKIPM di Bandara Soekarno Hatta yang berperan membuat kotak-kotak berisi benih lobster itu lolos hingga berhasil dihentikan Bea Cukai,” lanjutnya.
IBC, kata Arief, mendapat nama-nama ke-12 eksportir nakal tersebut. Adapun 12 eksporti itu adalah PT Rama Putra Farm, UD Bali Sukses Mandiri, PT Wiratama Mitra Mulia, PT Tania Asia Marina, PT Sinar Alam Berkilau, PT Samudra Mentari Cemerlang, CV Setia Widara, CV Sinar Lombok, PT Aquatic SS Lautan Rejeki, PT Bahtera Damai Internasional, PT Global Perikanan Nusantara dan PT Indotama Putra Wahana.
IBC menduga ada permufakatan jahat di balik kesepakatan atas harga pengiriman Rp 1.800 pers ekor benur oleh eksportir dan KKP, karena harga ini termasuk mahal dan diketahui bahwa ongkos kirim sesungguhnya adalah Rp 350/ekor yang biaya tersebut dibayarkan ke PLI selaku perusahaan yang melakukan operasional riil.
“Kami menduga kesepakatan terkait praktik mark down jumlah benur yang dilaporkan pada dokumen administrasi bertujuan untuk memperkecil biaya kirim sekaligus mengurangi setoran PNBP ke negara, ini sebagai imbalan atas harga ekspor yang tinggi,” ungkap Arif.
Anehnya, sebut Arif, meski telah terbukti melakukan upaya penyeludupan dengan modus menggelembungkan jumlah BBL, KKP tetap memberikan izin para eksportir tersebut untuk kembali melakukan pengiriman BBL.
“Tentu ini ada hubungannya dengan uang tak resmi yang disetorkan para eksportir kepada Menteri Edhy Prabowo melalui Andreu Misanta Pribadi dan Safri Muis selaku staf khusus Menteri KKP. Tersangka Direktur PT Dua Putera Perkasa, Suharjito sudah mengakui diminta setor uang senilai Rp 5 miliar, namun belum digali soal Rp 1.800/ekor setelah dipotong biaya kirim ke PLI itu untuk apa saja,” paparnya.
Edhy Prabowo sebagai menteri KKP diketahui memberikan sejumlah syarat yang harus dipatuhi para calon eksportir untuk mendapatkan izin kegiatan melalui Peraturan Menteri (Permen) No. 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia.
Dalam surat dakwaan terhadap tersangka Suharjito, disebutkan bahwa ada salah satu poin di mana untuk mendapatkan surat rekomendasi tersebut, pihak eksportir diharuskan memberi uang komitmen senilai Rp 5 miliar, yang dapat dibayarkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan.
Setelah tersangka Suharjito menyanggupi dan membayar sebagian, maka surat rekomendasi izin ekspor berupa Surat Penetapan Calon Eksportir Benih Bening Lobster (BBL) itu akhirnya terbit di bulan Juli 2020.
Diketahui ada 61 perusahaan yang sudah mendapatkan surat rekomendasi dan hingga OTT terjadi, sementara 41 perusahaan di antaranya telah melaksanakan ekspor BBL melalui jalur resmi dengan menyetorkan uang senilai Rp 5 miliar tersebut.
Di luar terbongkarnya praktik mark down yang dilakukan oleh 12 eksportir di tangan Bea Cukai, IBC juga mencatat ada sejumlah perusahaan yang terlibat ekspor BBL di luar jalur yang telah ditetapkan Staf Khusus Menteri KP, Andreau Misanta Pribadi, menggunakan jasa forwarder PT Mitra Jaya Persada pada November 2020.
PT Grahafoods Indo Pasifik juga terlibat pengiriman misterius pada November 2020 beserta Koperasi Inkoppol, PT Royal Samudera Indonesia, Berlian Indonesia Berjaya, Samudra Jaya memakai jasa forwarder PT Mitra Jaya Persada.
Selain itu, pada hari itu PT Fishindo Lintas Samudra, PT Alam Laut Agung, Koperasi Inkoppol, PT Kreasi Bahari Mandiri mengirimkan BBL menggunakan forwarder PT Bajika Kargo.
“Beberapa eksportir tersebut sempat ribut protes karena tak bisa mengekspor akibat ketiadaan surat keterangan waktu pengeluaran (SKWP) dari KKP. Ini artinya ada oknum KKP yang berperan besar membuat para eksportir nakal bisa leluasa bergerak,” paparnya.
Dalam kasus ini, lanjutnya, KPK yang sedang dalam kondisi overload pekerjaan, harus mendapat energi lebih berupa dukungan dari masyarakat luas, karena dalam rangkaian kasus korupsi benur lobster ini masih ada yang penting untuk didalami terkait pasar gelap ekspor lobster ini.
Patut diduga adanya relasi yang kuat antara disepakatinya harga tinggi ekspor Rp 1.800/ekor dengan manipulasi dan mark down data ekspor BBL, yang juga berakibat pada dugaan penggelapan pajak dan pemalsuan dokumen oleh seluruh eksportir, dan ini direstui oleh pihak KKP yang menghitung dan menyegel.
“Kami pastikan masyarakat mendukung penuh gebrakan KPK untuk terus membongkar kasus korupsi terstruktur terkait benur lobster, sama seperti korupsi bansos. Untuk itu, KPK harus berani mendalami kasus Lobster dengan memanggil dan menangkap aktor-aktor yang diduga kuat terlibat dalam kasus lobster,” kata Arif.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich