Mohon Dibantu…! Penyakit Langka Merenggut Kebahagiaan Bocah Ini

Senin, 26 Juni 2017 – 13:20 WIB
ILUSTRASI. Foto: Pixabay.com

jpnn.com, MALANG - Di saat anak-anak seusianya asyik bermain ke sana-kemari, Muhammad Yusril Setiawan hanya bisa terbaring lemah di tempat tidurnya. Mikrosefali, penyakit gangguan syaraf langka telah merenggut kebahagiaan bocah tiga tahun tersebut.

FARIK FAJARWATI - Malang

BACA JUGA: Wow, Bandeng 9 Kilogram, Kantongi Rp 20 Juta

Hari itu, seperti hari-hari yang lainnya, Yusril hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur. Untuk duduk, dia mesti dibantu orang lain. Duduknya pun mesti bersandar pada bantalan.

Yusril tak mampu menyangga tubuhnya sendiri. Tatapan matanya pun terlihat kosong. Meski sesekali berusaha untuk mengamati apa yang ada di sekelilingnya. Termasuk orang-orang yang berada di dekatnya.

BACA JUGA: Permen Boneka Karya Novita, Omzetnya? Lumayan

Ya, Yusril memang berbeda dengan anak-anak kebanyakan. Dari bentuk kepalanya saja, perbedaan itu sudah kentara. Ukuran kepalanya kecil. Tak sebanding dengan ukuran badannya.

Di usianya yang sudah menginjak tiga tahun, Yusril juga belum bisa berbicara. Menangis menjadi satu-satunya cara Yusril untuk mengungkapkan keinginannya. Baik itu ketika haus, lapar, maupun mengantuk.

BACA JUGA: HEBAT! Berkat Darah Sang Ayah, Ali Abedin Kini jadi Idola...

Seperti itulah kondisi Yusril. Bocah yang sehari-hari tinggal bersama orang tuanya di sebuah rumah berdinding kayu. Rumah itu hanya bisa diakses setelah melewati gang sempit di Dusun Karangrejo, Desa Sukopuro, RT 28, RW 08, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang.

Yusril memang terlahir dari orang tua yang kondisi ekonominya pas-pasan. Roni Hermawan, sang ayah, bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan Rp 20 ribu - Rp 35 ribu per hari. Sementara sang ibu, Yuliani tidak bekerja. Sehari-hari, selain mengurus Yusril, Yuliani juga mesti merawat ibunya, Tuni, yang sudah berumur 83 tahun.

Karena itu, bukan hal yang mudah untuk menerima kenyataan ketika Yusril diketahui menderita mikrosefali (microcephaly). Ini adalah gangguan sistem saraf langka yang membuat kepala bayi menjadi kecil.

Ukuran kepala yang kecil itu juga menandakan pertumbuhan otak yang tak sempurna. Mikrosefali biasanya terjadi saat bayi masih berada dalam rahim. Penyebabnya bermacam-macam. Mulai dari infeksi virus rubella, cacar, hingga zika. Lalu ada pula gizi buruk hingga pengaruh alkohol dan obat-obatan.

Awalnya, Yuliani tidak menyadari bahwa Yusril menderita mikrosefali. Sebab, ketika lahir pada 19 April 2014 lewat operasi caesar, Yusril terlihat normal. Beratnya 3,5 kilogram dengan panjang 50 sentimeter.

Tapi, satu minggu setelah dilahirkan, Yusril mulai menunjukkan tanda-tanda sakit. ”Tiga hari sebelum jadwal kepulangan, Yusril mengalami kejang dan sesak napas. Lalu, anak saya dirujuk ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang,” kata Yuli seperti dilansir Radar Malang (Jawa Pos Group).

Sebelas hari dirawat, Yusril pun dinyatakan sembuh dan diizinkan pulang ke rumah.

Gejala kejang dan sesak napas yang dialami oleh Yusril kembali kambuh saat dia memasuki usia 1 tahun. ”Waktu itu Yusril sempat demam tinggi. Setelah itu dia kejang dan sesak napas, saat saya bawa ke rumah sakit badannya sudah kaku hingga seperti sekarang ini,” jelas perempuan berusia 20 tahun itu.

Melihat kondisi sang putra, Yuli yang saat itu masih berusia 17 tahun merasa sangat terpukul. Apalagi saat dokter memvonis bayinya menderita kelainan mikrosefali. ”Penyakit apa itu, saya tidak tahu. Yang saya tahu kenapa anak saya lumpuh dan bagaimana caranya supaya dia bisa normal seperti semula,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Namun sayang, mikrosefali merupakan penyakit permanen yang tidak bisa disembuhkan. Penderita penyakit ini hanya bisa diterapi supaya tidak sepenuhnya bergantung kepada orang lain.

Sejak saat itulah Yuli dan suaminya rutin membawa putranya untuk terapi di RSSA. Setiap terapi, Yusril dilatih supaya bisa mengunyah makanan, melemaskan persendian, dan menggerakkan anggota tubuhnya.

Tidak seperti anak-anak yang lainnya, butuh waktu lama bagi Yusril untuk sekadar mengunyah makanan. Bahkan, hingga saat ini, Yusril belum bisa mengunyah makanan yang teksturnya keras. ”Kalau tidak bubur, ya makan nasi lembek,” ucap Yuli dengan tatapan sendu.

Belakangan upaya pengobatan terapi yang diupayakan oleh kedua orang tua Yusril harus terhenti. Lagi-lagi karena urusan biaya. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja mereka kesulitan. Apalagi untuk membiayai pengobatan Yusril.

Yusril sebenarnya sudah terdaftar program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Tapi, tetap saja untuk transport dan kebutuhan lainnya mesti ditanggung oleh Yuli dan suaminya.

Apalagi, sang suami harus meninggalkan pekerjaan ketika mengantar dan menunggui Yusril berobat. ”Makanya sejak Desember 2016, Yusril sudah tidak terapi lagi,” kata Yuli.

Kini, Yuli hanya bisa pasrah. Sebab, tidak ada lagi uang yang bisa dia gunakan untuk membiayai pengobatan putranya. Dalam hati terkecil Yuli, bukan main sakitnya melihat kondisi sang putra yang tidak seperti anak lainnya.

”Ingin sekali bisa berobat dan ikut terapi lagi, tapi bagaimana, biayanya terbatas,” sesalnya.

Yuli berharap, sang putra bisa mendapat bantuan supaya bisa melanjutkan pengobatan. Terlebih saat ini dia juga sedang mengandung putra keduanya.(*/c2/muf)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Beginilah Sekelumit Aktivitas Obama Berlibur di Bali


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler