MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang

Sabtu, 31 Agustus 2024 – 09:09 WIB
Pekerja di MP21 PT Freeport Indonesia menebar pakan ikan ke kolam di bekas lahan tailing yang direklamasi di Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Foto: dok. JPNN.com

jpnn.com - AKTIVITAS PT Freeport Indonesia atau PTFI di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, menyisakan ratusan ribu ton limbah tambang (tailing) per hari.

Namun, ada jurus mangkus yang dilakukan perusahaan raksasa di bidang pertambangan itu untuk mengubah area gersang di lokasi penimbunan tailing menjadi lahan subur.

BACA JUGA: Setoran Daerah PTFI Rp 3,35 Triliun Bisa Perkuat Infrastruktur Dasar Papua Tengah

= = = = = = = = = = = = = = = = =
Tim Redaksi JPNN.com, Mimika
= = = = = = = = = = = = = = = = =

PRESIDEN Direktur PTFI Tony Wenas terlihat ceria dan penuh senyum saat mengunjungi fasilitas MP21 menjelang HUT ke-79 RI lalu. MP21 merupakan nama untuk lokasi Pusat Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati PTFI.

BACA JUGA: Peringatan Detik-Detik Proklamasi ala Freeport di Tembagapura, Upacara di Atas Awan Berbuah Rekor MURI

Sebutan MP21 merujuk pada lokasi program lingkungan tersebut yang berada di Mile Post 21, Mimika, Papua Tengah. “Kita berdiri di lokasi pengendapan tailing yang sudah direklamasi,” ujar Tony di depan para tamu PTFI.

Area itu tampak hijau penuh dengan berbagai tanaman dan pohon yang cukup tinggi. Ada kolam penuh ikan jenis koi mengelilingi sebuah bangunan bercat putih yang berfungsi sebagai showcase atau tempat pamer.

BACA JUGA: Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas

Kegiatan pertambangan PTFI berada di dataran tinggi (highland) Pegunungan Jayawijaya. Di wilayah highland itu pula PTFI mengeruk bijih tambang dari perut bumi, lalu mengolahnya menjadi konsentrat.

Dari seluruh material tambang yang dikeruk, hanya tiga persen yang dijadikan konsentrat mengandung tembaga, emas, dan perak. Adapun 97 persen sisanya berupa pasir sisa tambang (sirsat) yang dialirkan melalui Sungai Aghawagon dari dataran tinggi ke dataran rendah (lowland) di Kabupaten Mimika.

Tailing dari Mile 74 (pabrik pengolahan bijih di dataran tinggi) dialirkan ke bawah sini, diendapkan di kawasan 23 ribu hektare,” imbuh Tony.

Namun, Tony meyakini sirsat itu tidak beracun. Dia menjamin pembuatan konsentrat yang menyisakan sirsat tidak melalui proses kimiawi.

“Tidak ada penggunaan merkuri, yang ada adalah proses fisika,” tutur lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.

Maksud proses fisika dalam kegiatan pertambangan PTFI ialah material tambang yang dikeruk digiling, kemudian dicampur kapur, lalu diendapkan ke kolam raksasa. Pasir dan batu akan mengendap di bawah, sedangkan material logam mulia yang ringan mengapung.

Presiden Direktur PTFI Tony Wenas (kiri) dan Vice President Enviromental/Sustainable Development PTFI Gesang Setyadi berpose di depan kandang burung MP21, Kabupaten Mimika. Foto: dok. JPNN.com

Konsentrat yang mengambang itulah yang diproses untuk menghasilkan tembaga, emas, dan perak. Adapun sisanya menjadi tailing yang dialirkan ke bawah.

Tony menjelaskan tailing dari kegiatan PTFI memang digolongkan bahan beracun dan berbahaya (B3).

Tailing di sini tidak beracun, tetapi volumenya memang besar sekali karena sehari saja 200 ribu ton sehingga masih digolongkan B3,” katanya.

Kini, tailing di lahan yang luas itu sudah setebal tujuh meter. Oleh karena itu, PTFI membuat program reklamasi melalui MP21.

Tujuan reklamasi itu ialah mengembalikan fungsi ekologi kawasan bekas pengendapan sirsat, sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi secara berkelanjutan. Program itu mulai dilakukan pada 1996 di lahan seluas 120 hektare.

Saat ini, PTFI memercayakan urusan rehabilitasi lingkungan di area tailing itu kepada Gesang Setyadi. Penyandang gelar doktor bidang lingkungan itu merupakan Vice President Enviromental/Sustainable Development PTFI.

“Sekitar 30 tahun lalu tidak ada vegetasi di sini, gersang seperti padang pasir,” ujar Gesang dalam perbincangan dengan JPNN.com di MP21.

Pria asal Wonosobo, Jawa Tengah, itu menjelaskan upaya reklamasi yang diikuti penanaman vegetasi tersebut mulai dicoba dengan tanaman nanas. Namun, tanah di lahan tailing itu miskin akan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Untuk menyiasatinya, para pejuang lingkungan di MP21 menggunakan kotoran sapi sebagai pupuk organik. PTFI pun membudidayakan sapi jenis brahman dan bali.

Ternyata tumbuhan nanas tumbuh subur. Syahdan, buah yang dipanen dari tanaman bernama ilmiah Ananas Comosus itu diuji di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

“Semuanya aman dikonsumsi,” ucap Gesang.

Uji coba lain juga dilakukan dengan menanam melon. Ternyata kandungan tembaga di lahan tailing membuat melon yang dihasilkan lebih renyah.

“Lebih crunchy, ada kriuk-kriuknya,” tutur Gesang.

Tanaman lain yang dikembangkan di MP21 ialah sayuran, padi, dan palawija. Budi dayanya menggunakan sistem hidroponik.

Ada pula perkebunan di lahan yang semula gersang tersebut. Tumbuhan yang ditanam, antara lain, jeruk, matoa, mangga, lengkeng, markisa, sagu, pinang, bambu kelapa, hingga sawit.

“Hasil panennya dipantau oleh BPOM,” kata Gesang.

Di sebagian lahan tailing itu juga dibikin kolam ikan. Ada ratusan koi yang dipelihara di kolam di bekas lahan tailing tersebut.

Gesang mengatakan kualitas air untuk kolam koi itu juga terjaga. “Itu ikannya gemuk-gemuk,” ujar ahli ekologi kelautan itu sembari menunjuk ratusan koi menyerbu pakan yang disebar ke kolam.

Bukan hanya koi yang bisa tumbuh di lahan bekas tailing itu. MP21 juga membudidayakan ikan jenis nila, mas, hingga udang galah air tawar.

“Kandungan dalam ikan dan udang dipantau secara rutin oleh BPOM untuk memastikan layak dikonsumsi,” imbuh Gesang.

MP21 pun menjadi showcase atau tempat memamerkan kenakeragaman hayati. Fasilitas itu memiliki kandang burung berisi berbagai unggas terbang endemik Papua.

Hal lain yang menarik di lokasi proyek keanekaragaman hayati itu ialah butterfly sanctuary atau tempat perlindungan kupu-kupu.

“Papua ini kaya akan berbagai jenis kupu-kupu yang warnanya tidak dijumpai di daerah lain,” tutur Gesang.

Nantinya, di MP21 juga akan didirikan museum. Namanya Museum Pertambangan.

Lahan untuk museum itu juga sudah disiapkan. Letaknya berdekatan dengan atau butterfly sanctuary.

PTFI pun akan terus memperluas area reklamasi dan reforestasi di lahan tailing. Gesang sebagai penanggung jawab program itu terpacu untuk terus mengembalikan keanekaragaman hayati di area yang masih gersang.

Nama Gesang seolah-olah cocok dengan ikhtiar memperluas kehidupan di atas limbah tambang itu. “Gesang itu dari bahasa Jawa, artinya hidup,” katanya lalu tersenyum. (jpnn.com)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler