jpnn.com, JAKARTA - Sesjen MPR RI Dr. Ma’ruf Cahyono mengatakan keseriusan MPR dalam pemberantasan korupsi selain tampak dari penataan kelembagaan juga dapat dilihat arah kebijakan yang dituangkan.
“MPR serius dalam masalah pemberantasan korupsi,” kata Sesjen MPR RI Ma’ruf Cahyono saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional dengan tema “Refleksi Konstitusi di Era 4.0 Dalam Upaya Penegakan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Tindak Pidana Korupsi’ di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu (24/4).
BACA JUGA: MPR Minta Presiden Beri Penghargaan kepada Petugas Pemilu 2019 Meninggal Dunia
BACA JUGA: Kejari Banyuwangi Eksekusi Terpidana Tipikor DAK Bidang Pendidikan 2007
Pria asal Banyumas, Jawa Tengah, itu menyebut ada enam hal yang membuktikan MPR tidak memberi ruang kepada korupsi hidup di Indonesia. Keenam hal itu meliputi: pertama, Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
BACA JUGA: MPR Gelar FGD Bersama UIN Raden Inten
“TAP ini merupakan agenda utama era reformasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ma’ruf mengatakan, Tap itu pada pokoknya menguraikan bagaimana sebuah pemerintahan harus dikelola secara bersih sebagai wujud komitmen dan kehendak semua pihak dalam memerangi korupsi.
BACA JUGA: Ahmad Basarah: Spirit Olahraga Bangun Sportivitas Bangsa
Kedua, Tap MPR Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Sebelum perubahan Pasal 7 UUD 1945 tentang masa jabatan presiden, MPR terlebih dahulu mengeluarkan ketetapan tersebut. Pembatasan masa jabatan menurut Ma’ruf Cahyono sangat penting agar menghindari berbagai penafsiran berapa kali seorang Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih kembali menurut Undang-Undang Dasar 1945 sehingga MPR mengeluarkan ketetapan ini.
Dalam ketetapan itu, MPR menetapkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang hanya untuk satu kali masa jabatan.
Ketiga, berkaitan dengan aktualisasi nilai-nilai keteladanan dalam sikap dan dalam berperilaku oleh pemimpin negara, pejabat dan tokoh masyarakat, MPR mengeluarkan Tap MPR Nomor VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Bagi Ma’ruf Cahyono, etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa. Dikatakan, rumusan ini disusun dengan maksud untuk membantu memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa.
“Etika Kehidupan Berbangsa dirumuskan dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa,” paparnya.
Lebih lanjut dalam acara yang terselenggara berkat kerja sama MPR dengan Universitas Brawijaya itu, tap mengenai etika ini memiliki arah kebijakan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pendidikan formal, informal dan nonformal dan pemberian contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin masyarakat.
Keempat, Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dijadikan arah Kebijakan yang harus dilakukan pemerintah dalam menghadapi persoalan korupsi.
“Tap ini menekankan bahwa terjadi perkembangan yang kontroversial dalam masalah hukum,” ungkap Alumni FH Universitas Jenderal Soedirman itu.
Menurutnya, MPR mencatat di satu pihak produk materi hukum, pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum menunjukkan peningkatan, namun belum diimbangi peningkatan integritas moral, profesionalisme aparat hukum, kesadaran hukum, serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum. Walhasil hingga tiga tahun lebih perjalanan reformasi, supremasi hukum dinilai belum terwujud sesuai harapan.
Ma’ruf Cahyono menjelaskan rekomendasi arah kebijakan ini dimaksudkan untuk mempercepat dan lebih menjamin efektivitas pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan Mempercepat proses hukum terhadap aparatur pemerintah terutama aparat penegak hukum dan penyelenggara negara yang diduga melakukan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dapat dilakukan tindakan administratif untuk memperlancar proses hukum.
Tak hanya itu, diharapkan perlunya penindakan hukum yang lebih bersungguh-sungguh terhadap semua kasus korupsi, termasuk korupsi yang telah terjadi di masa lalu, dan bagi mereka yang mendorong partisipasi masyarakat luas dalam mengawasi dan melaporkan kepada pihak yang lah terbukti bersalah agar dijatuhi hukuman yang seberat beratnya.
Kelima, Tap II/MPR/2002 Tentang Rekomendasi Kebijakan Untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional. Tap menekankan pemulihan ekonomi nasional. MPR melihat adanya KKN menjadi permasalahan penting yang menghambat pemulihan ekonomi nasional.
Menurut Ma’ruf, Tap ini bertujuan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional untuk terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang diikuti oleh stabilitas harga dan nilai tukar rupiah. Selain itu, penyelesaian utang negara, penciptaan lapangan kerja, penanggulangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan.
Dari keenam hal itulah Ma’ruf Cahyono menyebut MPR memiliki peran strategis dalam pemberatasan korupsi. Dengan adanya seminar ini maka akan terjadi dealitika.
“Simpul-simpul diskusi melalui kegiatan seminar akan dapat dihidupkan,” ujarnya.
Dia berharap kegiatan itu mampu mempertemukan dan menyatukan pendapat, pola pikir dan persepsi harus terus dilakukan.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rajut Kembali Merah Putih Usai Pilpres
Redaktur : Tim Redaksi