MPR Minta Presiden Beri Penghargaan kepada Petugas Pemilu 2019 Meninggal Dunia

Rabu, 24 April 2019 – 17:29 WIB
Wakil Ketua MPR RI Dr. H. Mahyudin. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Mahyudin meminta Presiden Jokowi memberikan penghargaan kepada ratusan petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang meninggal dunia saat menjalankan tugasnya di Pemilu 2019. Bukan hanya petugas KPPS, anggota Panwaslu dan personel Polri, juga tidak sedikit yang meninggal dunia.

Mahyudin mengatakan pelaksanaan Pemilu 2019 harus dievaluasi secara serius sehingga lebih baik lagi ke depan. Mahyudin berharap pemilu ke depan tidak boleh ada lagi korban wafat yang jumlahnya sampai ratusan orang karena lelahnya bertugas.

BACA JUGA: Pemerintah Komitmen Beri Santunan kepada Keluarga Petugas KPPS Meninggal Dunia

“Saya kira presiden perlu mempertimbangkan petugas-petugas yang meninggal itu untuk mendapat penghargaan. Mereka melakukan pekerjaan yang luar biasa untuk pengabdiannya kepada negara,” kata Mahyudin di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/4).

Mahyudin tidak mau menuding adanya kecurangan maupun indikasi curang dalam pelaksanaan pemilu serentak yang baru pertama kali digelar Indonesia ini. Dia percaya kredibilitas KPU dalam melaksanakan pemilu. Mahyudin melihat bahwa sistem pengawasan di lapangan semakin baik, dan peluang orang melakukan kecurangan kian kecil.

BACA JUGA: Baru Lulus SMK Tahun Ini, Jadi Pengawas TPS, Kelelahan dan Meninggal

BACA JUGA: Rebutan Suara, Caleg Tikam Caleg, Jleb!

“Jadi, saya percaya pemilu kali ini berjalan dengan baik, akuntabilitas, tetapi yang perlu memang dikaji adalah tentang banyaknya korban. Ribetnya pemilu kita mengakibatkan kerja KPPS luar biasa,” ujar politikus Partai Golkar, itu.

BACA JUGA: Bertambah, Anggota KPPS TPS 146 Aren Jaya Meninggal Dunia

Menurutnya, peserta pemilu juga terbebani. Salah satunya beban biaya yang dikeluarkan untuk saksi. Dia menjelaskan, biasanya saksi hanya bekerja satu hari, namun sekarang mungkin jadi lebih dari sehari di tempat pemungutan suara (TPS).

“Kalau saksi di PPK (panitia pemilihan kecamatan) mungkin jadi satu minggu. Mana ada orang mau kerja satu minggu diberi honor Rp 200 ribu – Rp 300 ribu, jadi harus nambah lagi,” katanya.

Menurut Mahyudin, hal ini mengakibatkan pemilu menjadi mahal. Seharusnya, kata dia, pemilu berbiaya murah supaya wakil-wakil rakyat dan pemimpin terpilih tidak menggunakan dana besar.

“Karena mengeluarkan dana yang besar itu bisa mengarahkan orang menjadi koruptor, untuk mengembalikan uang biaya kampanye yang besar,” katanya.

Karena itu, Mahyudin mengatakan, mungkin untuk masa yang akan datang bisa dipertimbangkan pemilu menggunakan sistem elektronik, sehingga setiap orang yang memberikan suaranya bisa langsung masuk.

“Ini zaman teknologi, zaman digital, kita masih mencoblos orang pakai paku. Saya kira ini sudah tidak zamannya Indonesia begini. Kita ini masih (seperti) di zamannya primitif,” ungkap Mahyudin. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemprov Jabar Santuni Petugas Pemilu yang Meninggal


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler