MPR Tak Bisa Makzulkan Presiden Hanya Berdasar Permintaan Demonstran

Jumat, 09 Desember 2016 – 17:27 WIB
Wakil Ketua MPR Mahyudin (nomor 3 dari kanan) dalam acara sosialisasi Empat Pilar MPR di Berau, Kalimantan Timur, Jumat (9/12). Foto: MPR

jpnn.com - BERAU - Wakil Ketua MPR Mahyudin menyatakan bahwa lembaganya bekerja sesuai perintah konstitusi. Menurutnya, MPR tidak bisa serta-merta mengamandemen UUD 1945 ataupun memberhentikan presiden.

"MPR menjadi pelaksana konstitusi. MPR tidak bisa bekerja atas kepentingan atau kehendak individu atau kelompok. Sebab, negara kita adalah negara hukum," katanya  dalam pengantar sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Ruang Sidang Paripurna DPRD Berau, Kalimantan Timur, Jumat (9/12/2012).

BACA JUGA: Jokowi Minta Sekolah yang Roboh di Aceh Harus Segera Dibangun

Menurut Mahyudin, tidak mudah untuk memberhentikan presiden dari jabatannya. Politikus Golkar itu menegaskan, MPR tidak bisa memproses usulan pemberhentian presiden hanya karena ada unjuk rasa.

"Tidak mudah menjatuhkan presiden atau mengganti pemerintahan. Tidak hanya dengan modal demo bisa menjatuhkan presiden. Memberhentikan presiden dari jabatannya harus ecara konstitusional," tuturnya.

BACA JUGA: Perwira Polri Surabaya Diperiksa Propam Itu Bukan Terkait Dwelling Time

Lebih lanjut Mahyudin menegaskan, dalam UUD ada mekanisme memberhentikan presiden. Merujuk UUD 1945, presiden bisa diberhentikan jika korupsi, melakukan pelanggaran hukum, dan membahayakan negara. 

Pelanggaran oleh presiden pun harus diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) terlebih dahulu. MPR pun mengacu putusan MK.

BACA JUGA: Ketua MPR: Jika Ada Kepala Daerah Menistakan Agama, maka...

Jika MK menyatakan presiden bersalah, maka putusannya dibawa ke sidang paripurna MPR. "Jadi (proses pemakzulan, red) tidak gampang. Tidak ujug-ujug karena tidak suka dengan Presiden Jokowi, lalu presiden bisa dijatuhkan. Tidak bisa," ujarnya.

Sesuai kewenangannya, lanjut Mahyudin, MPR harus menjadi pelaksana konstitusi. "MPR tidak bisa atas kepentingan individu atau kelompok. Karena kita adalah negara hukum," imbuhnya.

Begitu juga dengan kewenangan MPR mengubah UUD. Untuk melakukan perubahan UUD ada mekanismenya sesuai konstitusi. Usulan perubahan harus diajukan sepertiga anggota MPR dan perubahan harus disetujui dua pertiga anggota MPR.

Dalam kesempatan itu Mahyudin juga menyinggung reformulasi perencanaan sistem pembangunan model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).  MPR sedang mengkaji apakah perlu mengamandemen UUD untuk mengembalikan GBHN. "Melakukan amandemen UUD merupakan pekerjaan sulit," ujarnya.

Sosialisasi Empat Pilar yang digelar atas kerja sama MPR dan  Pengurus Kabupaten Purna Paskibraka Indonesia Berau, Kalimantan Timur itu diikuti 500 peserta. Hadir dalam sosialisasi ini Wakil Bupati Berau Agus Tamtomo beserta Ketua DPRD Berau Syarifatul Sya'diah, dan dua anggota DPD sebagai narasumber. yaitu K.H. Muhammad Idrus dan K.H. Muslihiddin Abdurrasyid.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahyudin Ingatkan Masyarakat Jangan Mudah Terprovokasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler