BACA JUGA: Rangkul 12 Parpol, Deklarasikan Blok Perubahan
Efek berantai dari itu, SBY yang notabene ketua Dewan Pembina Partai Demokrat harus turun tangan sendiri memberikan klarifikasi.Mubarok yang menjadi "sumber" konflik panas itu memberikan klarifikasi bahwa dirinya tidak pernah bermaksud melecehkan Partai Golkar
BACA JUGA: Pencapresan SBY Bakal Terganjal Prosedur
Semua ada di situ," kata Mubarok sewaktu dihubungi Rabu malam (25/2).Menurut dia, kehebohan yang berkembang sebenarnya bersumber dari sesuatu yang tidak ada
Jadi, apa yang sebenarnya telah terjadi? Sesuai penjelasan di dalam blog tersebut, Mubarok menceritakan bahwa di sela-sela Rapimnas Partai Demokrat di Kemayoran, Minggu, 8 Februari, ada seorang wartawan yang mewawancarainya
BACA JUGA: Golput Pemilu Legislatif bisa Capai 40 Persen
"Saya tahu dia wartawan, tetapi tidak wawancara resmi, seperti orang ngobrol biasa, tidak direkam," ujarnya.Wartawan itu, jelas Mubarok, mengajukan pertanyaan mengapa koalisi Demokrat tidak dibangun dari sekarang"Saya jawab, kalau koalisi sekarang, itu sama dengan koalisi di awang-awang, wong realita politiknya belum tampakNanti habis pemilu legislatif tuh, baru tampak the real politiknya," ujar Mubarok menirukan jawabannya ketika itu.
Politisi yang juga profesor UIN Jakarta itu mengatakan, wartawan yang masih tidak puas atas jawabannya tersebut kembali mengejar dengan berargumen parpol peserta Pemilu 2009 sudah terlihat (potensi suaranya, Red).
"Saya kembali menjawab, eh! pemilu itu bisa membuat yang kecil jadi besar dan yang besar menjadi kecilKoalisi harus kuat, paling tidak 50 persen lebih, maka hanya partai yang memperoleh angka signifikan yang bisa menjadi pilar koalisi," ujar Mubarok.
Pembicaraan ternyata tidak terhenti sampai di sanaWartawan tersebut terus bertanya tentang angka signifikan yang dimaksudMenurut Mubarok, dirinya menjawab bahwa itu relatifNamun, kalau mencari 50 persen (menang pemilu, Red), tentunya bukan partai (untuk berkoalisi) yang hanya memperoleh 2,5 persen.
"Wartawan tadi terus bertanya, seandainya PKS dapat 20 persen? Saya jawab itu adalah realitas, siapa pun akan memperhatikanDia tanya lagi, kalau Golkar hanya dapat 2,5 persen? Ya, saya jawab, itu juga realitasApa mungkin Golkar bisa turun jadi 2,5 persen, tanya wartawan lagiSambil tertawa, saya jawab, di dunia ini apa aja bisa terjadi," cerita Mubarok tentang kronologi wawancaranya ituMubarok mengaku sudah tak ingat dengan wartawan yang mewawancarainya, yang kemudian menjadi heboh itu.
Wawancara itulah yang keesokan harinya, Senin, 9 Februari 2009, memicu reaksi keras, terutama di komunitas partai beringinSebab, pernyataan Mubarok yang telah dikomentari Jusuf Kalla itu muncul di dua media cetak terbitan Jakarta.
Media pertama menggunakan kutipan langsung yang isinya: "Kalau Golkar nanti dapat suara cuma 2,5 persen, PKS 20 persen, Demokrat 20 persen, ya kita (Demokrat) pasti pilih yang terbesar"Sedangkan media kedua tidak menggunakan kutipan langsung, melainkan menulis : Mubarok memperkirakan perolehan suara Golkar hanya 2,5 persen.
Untuk menenangkan Golkar, SBY langsung menggelar konferensi pers pada 11 Februari malamTak hanya klarifikasi, teguran terbuka kepada Ahmad Mubarok juga disampaikan SBY.
Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengakui pernyataan Mubarok memang sempat menimbulkan gejolak di internal GolkarBahkan, sampai memanaskan telinga elite-elite beringin di tingkat daerah.
"Kami sempat merasa terganggu disepelekan DemokratTapi, setelah SBY membuat teguran dan mengklarifikasi Mubarok, setidaknya, sudah menenangkan suasana di Golkar," ujarnya(pri/tof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Parpol Kesulitan Cari Lawan Sepadan SBY
Redaktur : Tim Redaksi