Mudaffar Bertukar Kursi dengan Istri

Jumat, 02 Oktober 2009 – 11:35 WIB

JAKARTA - Nama Mudaffar Sjah tidak asing lagi bagi masyarakat Maluku Utara (Malut).  34 tahun  tahun menyandang gelar sebagai Sultan Ternate, membuat Mudaffar termasuk tokoh berpengaruh di Malut, terutama di Kota Ternate  yang merupakan pusat aktivitas pemerintah provinsi    Malut

Karena itu, tidak mengherankan bila Mudaffar kembali terpilih pada pemilihan umum (Pemilu) legislative 2009.  Meski baru pertama  menggunakan jalur non partai, yakni  Dewan Perwakilan Daerah (DPD), pria kelahiran Ternate 13 April 1935 ini sukses  memperpanjang tradisi kesultanan dalam kancah Pemilu.  Dia terpilih sebagai anggota DPD dari Daerah Pemilihan (Dapil) Malut periode 2009-2014

BACA JUGA: Pemkab Jayawijaya Datangkan Pesawat

Bahkan Pemilu 2009, terbilang istimewa bagi pihak kesultanan
Mudaffar yang bergelar Jou Kolano (sebuat orang kesultanan Ternate untuk seorang pemimpin) bersama istrinya, Nita Budi Susanti, sukses bertukar kursi di parlemen

BACA JUGA: Setia Menunggu Di Reruntuhan Bangunan


   
Pada Pemilu 2004, Mudaffar melangkah ke senayan dengan kendaraan partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK), kini dia terpilih sebagai anggota DPD periode 2009-2014
Sementara Nita yang  merupakan anggota DPD periode 2004-2009, kini menjadi anggota DPR-RI terpilih periode 2009-2014 dari Partai Demokrat

BACA JUGA: Budi Daya Perikanan Masih Diabaikan

Nita sendiri merupakan istri keempat Mudaffar  yang dinikahi pada 2000 lalu.  
   
Kiprah sultan Ternate di kancah politik bukan hal yang baruKendati eksistensi kesultahan saat ini lebih bersifat simbolik, pengaruh kesultanan tetap ada dan  mewarnai  setiap momentum politik, termasuk momentum politik lokal, seperti pemilihan kepala daerah paska pembentukan provinsi Malut pada 1999.  Pemiluhan gubernur (Pilgub) pertama, 2001 lalu,  sultan sempat mencalonkan diri melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP), namun gagal merebut kursi gubernurPilgub Malut  2007, Mudaffar kembali mencalonkan diriPPP bersama sejumlah partai koalisi mengusung Mudaffar yang berpasangan dengan Rusdi Hanafi, salah satu tokoh PPP.  Namun Mudaffar kembali gagal karena KPUD Malut menyatakan  partai pengusung Mudaffar tidak mencukupi persyaratan 15 persen perolehan suara.      
   
Meski begitu, sultan Ternate ke-48 ini  tetap tercarat sebagai actor lama di parlemen39 tahun bersama Golongan Karya (Golkar), mengantarkan Mudaffar malang-melintang di parlemenPertama kali, tercatat sebagai anggota DPRD Kabupaten Malut periode 1972-1977Setelah itu, dia terpilih  sebagai anggota  DPR-RI pada Pemilu 1977Bahkan dua periode berturut-turut, yakni (1977-1982 dan 1982-1987) teracat sebagai wakil Golkar di DPR/MPR RIMantan Ketua DPRD Golkar Kabupaten Malut periode 1997-1998 ini kembali menjadi anggota DPRD Kabupaten Malut dan sempat menjadi ketua DPRD Kabupaten Malut pada 1998-1999
        
Dari Golkar, Mudaffar pindah ke PDK pada tahun 2004.  Bersama PDK, Mudaffar kembali terpilih sebagai anggota DPR-RI  periode 2004-2009Pada Pemilu 2009, Mudaffar maju dengan kendaraan non partaiDia sukses terpilih sebagai anggota DPD periode 2009-2014Dia tercatat sebagai anggota DPD tertua, dengan usai 74 tahun. 
            
Mudaffar sendiri memperoleh 57.167 suara, dan berada pada posisi ketiga dari empat calon terpilih DPD Dapil MalutPerolehan suara terbanyak dari pemilih di Kota Ternate, yakni 32568 suaraDi Kota Ternate yang merupakan basis kesulatan Ternate, Mudaffar unggul 40 persen lebihSelain Ternate, Mudaffar juga mendulang suara signifikan di kabupaten Halmahera BaratDi dua daerah ini, masih memiliki ikatandapt dengan kesultanan TernateMudaffar sendiri saa diwawancarai Malut Post melalui ponsel di Jakarta baru-baru ini  mengatakan, masyarakat memilihnya karena memahami pentingnya penguatan peran kesultanan dalam membangun masyarakat“Dengan saya terpilih lagi, semakin membuktikan bahwa masyarakat Moloku Kie Raha (Sebutan khas untuk Malut)  mencintai dan memperhatikan adat istiadatMasyarakat menginginkan penguatan peran kesultanan,” kata dia.
   
Dirinya mengaku selalu melakukan upaya-upaya rasionalisasi, terutama kepada kalangan intelektual daerah tentang peran kesultanan dalam menjaga dan menata kearifan lokal“Kearifan lokal adalah asset daerah yang paling berharga,” kata MudaffarDia  mengaku memilih jalur 
DPD karena menurutnya DPD murni keterwakilan dari rakyat“Kalau DPR itu kan milik partai,” tukasnya.  Mudaffar mengatakan, diri siap berjuang memberdayakan peran DPD di parlemen  dalam rangka pemberdayaan masyarakat daerah“Kita menginginkan ada aturan yang membuat peran DPD pada periode 2009 ini lebih kuatPaling tidak DPD memiliki kewenangan membuat dan memutuskan regulasi yang berkaitan dengan kepentingan daerah,” paparnya.

BACA ARTIKEL LAINNYA... RAPBD Mimika Rp. 1,4 Triliun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler