jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam meminta Menteri BUMN Erick Thohir mengkaji rencana menjadikan PT Industri Kereta Api (INKA) menjadi anak usaha PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Rencana itu disebut sebagai bagian dari konsolidasi BUMN sektor perkeretaapian.
BACA JUGA: Mufti Anam Minta Publik Cermati UU Cipta Kerja Secara Komprehensif
”Saya sejak awal sebenarnya tidak setuju INKA ini nanti menjadi anak perusahaan PT KAI. Karena KAI dan INKA ini dua model bisnis yang berbeda. Jadi tidak bisa diadopsi paksa. Dan sebenarnya, kalau bicara klaster transportasi darat, mestinya Perum Damri juga dijadikan anak usaha KAI dong,” kata Mufti Anam, Rabu (21/10).
Mufti mengaku sudah mendengar rencana mempercepat proses INKA menjadi anak usaha PT KAI.
BACA JUGA: Erick Thohir Merombak Susunan Direksi dan Komisaris Danareksa
”Wajar jika kemudian pasar berspekulasi bahwa rencana aksi korporasi yang buru-buru ini sebagai jalan bagi PT KAI yang memerlukan tambahan aset strategis untuk menerbitkan global bond USD 500 juta-1 miliar,” ujarnya.
Mufti mengatakan, yang sebenarnya harus dilakukan Kementerian BUMN justru memperkuat industri manufaktur.
BACA JUGA: Menang Tender, Inka Kirim Kereta ke Bangladesh
”Di tengah ketatnya persaingan sektor manufaktur global, yang harus dilakukan pemerintah semestinya memperkuat INKA, memperkuat PT Barata, dan BUMN manufaktur lainnya. Bukan kemudian INKA dijadikan anak usaha KAI,” ujarnya.
Mufti menegaskan, aliansi BUMN manufaktur jauh lebih diperlukan ketimbang menempatkan INKA sebagai anak usaha PT KAI.
Politikus muda itu mencontohkan bagaimana INKA sukses mendapatkan proyek perkeretaapian dan intermodal terintegrasi di Kongo yang bernilai ratusan triliun rupiah.
Dalam proyek ini, INKA menggandeng BUMN lain seperti PT Barata Indonesia, PT LEN, PT Dirgantara Indonesia.
”Itu menjadi ajang unjuk gigi BUMN manufaktur untuk membangun infrastruktur terkait keseluruhan sistem perkeretaapian di Kongo. Bukan hanya sarananya, tetapi juga infrastrukturnya,” ujarnya.
Keberhasilan memasuki pasar Benua Afrika tersebut, lanjut Mufti, menunjukkan cukup kuatnya daya saing INKA.
Sebelumnya, INKA sukses memenangkan tender kereta api di Malaysia, Thailand, Singapura, Bangladesh, Filipina, dan sebagainya.
BUMN manufaktur kereta api itu masih yang terbaik dan terbesar di Asia Tenggara, serta menempati urutan 22 di dunia.
”Saya yakin ke depan ini akan terus meningkat. Apalagi, INKA sedang menjalin kemitraan global dengan Stadler Swiss yang merupakan produsen nomor 4 terbesar dunia. INKA punya prospek menjadi global player yang berperan signifikan dalam supply chain industri perkeretaapian global. Jadi mestinya benar-benar ada kajian yang serius tentang rencana menjadikan INKA sebagai anak usaha KAI,” ujarnya.
Mufti menyarankan kajian itu bukan hanya menitikberatkan pada kepentingan KAI sebagai entitas bisnis jasa transportasi yang sebenarnya punya model bisnis relatif mudah dengan margin yang besar dalam situasi normal.
”Yang juga perlu dimasukkan sebagai pertimbangan adalah roadmap BUMN manufaktur, khususnya ikhtiar kita menguasai pasar perkeretaapian global dengan tetap bisa memasok kebutuhan lokal secara optimal,” pungkasnya. (*/adk/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Adek