jpnn.com - KEHILANGAN indra penglihatan tidak membuat minder Muhammad Ade IrawanBerkat bakatnya yang luar biasa, kini Indonesia punya "Stevie Wonder" yang jago piano BACA JUGA: Setiap Murid Harus Lancar Baca Notasi Jawa
-----------------------------------
IGNA ARDIANI AJakarta
-----------------------------------
LAMPU Auditorium Bentara Budaya, Jakarta, dipadamkan
BACA JUGA: Fotografer.net, Situs Komunitas yang Berkembang Jadi Perusahaan
Sekitar dua ratus penonton yang memenuhi ruangan sontak memelankan suaraBACA JUGA: Spirit of Majapahit, Replika Kapal Abad Ke-13 Buatan Perajin Madura
Namun, begitu Muhammad Ade Irawan, 16, memulai memainkan jari-jemarinya di atas tuts piano, hadirin langsung diamTembang Indonesia Pusaka mengalun syahduIramanya lembut dan membuat merinding pendengarnyaSayup-sayup terdengar pengunjung turut melantunkan lagu gubahan Ismail Marzuki itu.
Resital piano tunggal Muhammad Ade Irawan yang dihelat 24 Juni silam itu memang agak berbedaJaya Suprana, sang penggagas resital, mengemasnya dengan konsep The DarknessBos Jamu Jago tersebut menginginkan penonton tak sekadar mendengar dan menikmati pertunjukan dengan telinga dan mata, tetapi juga dengan hati
Karena itu, selama konser semua lampu ruangan dimatikanPengunjung diminta untuk mendengarkan alunan piano Ade dengan mata terpejam dan lebih dengan hatiJaya menginginkan penonton merasakan apa yang Ade rasakan, pianis yang kehilangan penglihatan sejak lahirWalhasil, begitu lagu selesai dimainkan, gemuruh tepuk tangan riuh menyambut penampilan AdeTidak hanya ituPara penonton juga berdiri, memberikan penghargaan kepada sang pianis, Ade "Wonder" Irawan
"Kalau Amerika punya Stevie Wonder, Indonesia punya Ade "Wonder" IrawanPermainan piano mereka sama-sama luar biasa," kata Jaya memperkenalkan penerima anugerah Certificate of Honor Recital Master Class dari Jaya Suprana School of Performing Arts tersebut.
Malam itu Ade memainkan beberapa lagu "populer", seperti Indonesia Pusaka, Chicago Blues, Joy Joy Joy, Tanah Airku, dan Juwita MalamPara penonton, Menpora Andi Mallarangeng, dan Menkes Endang Rahayu Setyaningrum pun larut dalam permainan lincah jari-jemari Ade di tuts-tuts pianoBahkan, tak jarang tepuk tangan dan decak kagum diungkapkan dua menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu.
Menurut Jaya Suprana, yang dialami Ade bukanlah kekurangan, tetapi justru kelebihan yang dianugerahkan TuhanKarena cacat fisik itu, Ade diberi kelebihan lain yang tidak banyak dimiliki orang normalDia berharap, penonton dapat mendukung perjalanan Ade menuju panggung-panggung dunia
"Kita buktikan kepada dunia bahwa Indonesia tidak kalah dengan bangsa mana punDan buktikan kepada dunia bahwa ketunanetraan itu bukan kelemahan, melainkan kelebihan," ujar Jaya.
Ade yang dilahirkan sebagai tunanetra di Colchester, Inggris, 15 Januari 1994, merupakan putra pertama pasangan Irawan Subagyo dan Endang IrawanMenurut Endang, sang bunda, bakat musik Ade mulai tampak sejak usia 2,5 tahunSi balita itu sudah mahir menirukan suara alat-alat musik dengan mulutMenginjak usia lima tahun, Ade bahkan sudah bisa memainkan sebuah lagu dangdut dengan menggunakan kibor mainan bernada lima oktaf
Ade tidak pernah les pianoDia belajar sendiri kibor dan piano serta berbagai jenis musik hanya mengandalkan kepekaan pendengarannyaKemahiran yang didapat secara otodidak itu membuat Ade tak mengenal notasi, bahkan tak tahu jenis nadanyaSemua muncul karena rasa
"Cara bermain Ade berbedaKalau dia ikut les piano, pasti nggak bakal lulus karena tekniknya pasti salah semua," kata Endang
Pada usia 9 tahun, Ade mulai menunjukkan minat khusus terhadap musik jazzTerutama setelah Ade sering mendengarkan permainan piano musikus jazz kawakan Bubi Chen.
Sebagai orang tua, Endang dan Irawan tentu sangat mendukungan bakat AdeMereka percaya, di balik kekurangan fisik Ade, Tuhan mengirimkan kelebihan yang lainEndang makin percaya bahwa takdir Ade memang pemain piano profesionalSebab, jalan menuju ke sana begitu mudah.
Sebagai seorang diplomat yang kerap ditugaskan di berbagai negara, Endang begitu bersyukur saat ditugaskan ke Chicago, Amerika Serikat, pada 2003Chicago dikenal sebagai kota jazz dan bluesDi sana Endang dan Irawan memanfaatkan betul setiap momen untuk mengenalkan Ade kepada musik jazz
Dia rutin mengajak Ade dari kafe ke kafe sekadar untuk mendengarkan permainan jazz dari musisi lokalMereka bahkan tak segan mengantar Ade untuk ikut audisi"Kalau pas ngantar Ade audisi, kami ya bawa sendiri kibor dari rumah ke kafeAyah Ade yang masang-masang kabelDi sana kami sudah bukan diplomat lagi, tapi pendukung Ade," kata Endang
Semua aktivitas itu dimaksudkan sebagai sarana belajar bagi AdeMaklum, dia dan suami sama-sama tidak paham musikKarena itu, cara yang terbaik ialah memberikan pendidikan musik kepada Ade dengan mengantar dia kepada para ahlinya"Yang luar biasa, Ade orangnya disiplinMeski tidak ada guru, dia berlatih sendiri minimal dua jam setiap hari," kata Endang.
Selama di Chicago mulai 2003 hingga 2007, bakat Ade semakin moncerBanyak prestasi yang dia ukirMisalnya, juara lomba cipta lagu antarsekolah di Negara Bagian Illinois "Reflection" pada 2004?2007Ade juga ikut dalam beberapa pertunjukan jazz seperti Chicago Winter Jazz Festival di Chicago Cultural Center pada April 2006 dan Januari 2007
Audisi khusus dengan musisi jazz Amerika Serikat, seperti Coco Elysses-Hevia, Peter Saxe, Ramsey Lewis, John Faddis, Dick Hyman, Ryan Cohen, dan Ernie Adams, juga dia ikutiAde juga dipercaya sebagai pianis tetap pada acara musik Farnsworth School di Chicago dan pengisi tetap Jazz Links Jam Session (Jazz Institute of Chicago) di Chicago Cultural Center
Berbagai pengalaman itu pula yang menempa permainan jazz Ade hingga seperti sekarangKemampuannya membuat terkagum-kagum orang yang menyaksikan permainan piano Ade"Didi A.G.P(aranger musik, Red) bilang, kemampuan Ade itu setara lulusan S-2," kata Endang lagi, lantas tertawa.
Saat keluarga Ade balik ke Jakarta pada 2008, pengalaman musiknya sudah begitu banyakTak mengherankan saat tampil dalam sejumlah kegiatan musik Ade selalu menjadi yang terbaikMisalnya, dia meraih medali emas untuk DKI Jakarta sebagai grup band terbaik (The Spirit) dan pemain keyboard terbaik pada lomba anak berbakat se-Indonesia di Malang, Jawa Timur, Mei 2009Dia pun ikut serta dalam Java Jazz Festival pada Maret 2010.
Menurut sang bunda, Ade tergolong cowok yang cukup ramaiABG yang kini duduk di kelas X SMA SLB Lebak Bulus itu tak segan curhat kepada mamanya mengenai segala halTak hanya tentang musik, tetapi juga soal perasaan sukanya kepada lawan jenis
Tetapi, dengan orang lain, Ade cukup pendiamDia tak banyak berbicaraSaat ditanya, jawabannya hanya sepatah" dua patah kataItu pun diuncapkan setelah beberapa lama terdiamKebanyakan Ade menjawab dengan senyuman.
Meski demikian, Ade adalah remaja yang cukup senang guyonKetika asyik menikmati permainan jazz di Black Cat Cafe di Arcadia, Plaza Senayan, Ade tak segan menampilkan kemampuannya menirukan terompet dengan mulut sambil menggoyang-goyangkan badan, menikmati permainan jazz dari home band
Endang bersyukur, Ade bisa mendapatkan bakat luar biasa tersebut"Saya ingin anak-anak tunanetra yang lain juga bisa menjadi seperti AdeMereka bisa menjadi sesuatu, tidak hanya dikasihani," tandas dia. (*/c4/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sempat Divonis Hanya Punya 20 Persen Harapan Hidup
Redaktur : Tim Redaksi