MUI Minta Tiga Politisi PDIP Minta Maaf

Sabtu, 22 September 2018 – 10:30 WIB
Tulisan #2019GantiPresiden mewarnai demo buruh pada Hari Buruh, Jakarta, Selasa (1/5). Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, SAMARINDA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda, Kaltim, meminta tiga politisi PDIP meminta maaf ke publik. Ketiganya merupakan anggota DPRD Samarinda yakni Ahmad Vanazda, Suriani, dan Hairil Usman.

Mereka diduga jadi otak persekusi terhadap pengendara motor di Jalan Adam Malik, Sungai Kunjang, Sabtu (15/9) lalu.

BACA JUGA: Petinggi Gerindra Sebut Politikus PDIP Bodoh dan Hina

Ketiganya terekam dalam satu frame di video berdurasi 1 menit 18 detik yang terjadi di tepi jalan. Mereka mempersekusi dua pemuda yang menggunakan baju bertuliskan #2019GantiPresiden. Korban tak berdaya. Dikerumuni bak maling yang tertangkap basah. Baju bagian belakang pengemudi yang ditarik paksa, sobek hingga terlepas. Tubuhnya nyaris terpental.

Ahmad Vanandza, Suriani, dan Hairul Usman saling bersahutan melakukan serangan verbal kepada pengendara itu karena menggunakan baju bertuliskan #2019GantiPresiden. Hingga terselip kata tak pantas yang diduga dilontarkan Ahmad Vanandza, anggota Komisi I DPRD Samarinda. Kecaman pun bermunculan.

BACA JUGA: Mobil Boks Tabrak Median Jalan, Kernet Tergencet, Sopir Lari

Kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group), Kamis (20/9), Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda KH Zaini Naim menyatakan agar oknum DPRD tersebut meminta maaf ke publik. “Baik perkataan, maupun perbuatan,” tegasnya.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Samarinda itu melanjutkan, perkataan Ahmad Vanandza terkait khilafah membuat umat muslim marah.

BACA JUGA: Polda Bakal Periksa Pemakai Kaus #2019GantiPresiden

Sebagai tokoh agama, Zaini menilai, khilafah identik dengan Islam. Kata tidak pantas yang terlontar dari mulut Ahmad Vanazda setelah berkata “khilafah” secara tidak langsung, menyebut perkataan buruk. Mencederai umat muslim.

Sikap MUI, lanjut dia, dengan tegas meminta Vanandza secara kesatria menghadapi masalah tersebut. “Minta maaf saja, tapi itu belum menyelesaikan masalah,” sebutnya.

Setidaknya, ungkapan maaf itu bisa meredam amarah publik, yang terus menerus mengecam perbuatan anggota DPRD Samarinda itu. Namun, permintaan tidak hanya dilakukan di media sosial, melainkan di media cetak maupun elektronik. Jika urung dilakukan, Zaini menilai, ini tidak hanya berdampak pada pelaku, melainkan pimpinan DPRD dan partai tempat yang bersangkutan berkiprah.

Pasalnya, di pengunjung pertemuan di ruang paripurna DPRD Samarinda pada Rabu (19/9), Ahmad Vanandza menyebut menyerahkan kasusnya kepada pimpinannya. Hanya, saat ditanya mengenai tudingan menistakan agama, anggota Komisi I DPRD Samarinda itu berkelit tak bermaksud demikian.

“Saya enggak pernah berniat seperti itu (menistakan agama). Insyaallah saya juga Islam,” ucapnya kemudian pergi meninggalkan ruangan pertemuan.

Terkait perkataan Ahmad Vanandza itu, Zaini menilai, pernyataan tersebut sangat-sangat berlebihan. “Mestinya anggota dewan itu enggak boleh ngomong begitu,” ujarnya. Dia melanjutkan, Indonesia adalah negara berketuhanan. “Tindakan itu sangat salah,” tegas Zaini.

Ketua MUI Samarinda itu menilai, sebagai anggota DPRD, Ahmad Vanandza dan dua rekannya sejatinya bisa menahan diri. “Anggota DPRD kok bicaranya sembarangan,” jelasnya.

“Perkataan itu, khilafah (maaf, Red) taik bisa jadi penistaan agama. Saya juga umat muslim,” sebutnya. (*/dra/riz/k18)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Respons MUI terkait Ucapkan Tiga Politikus PDIP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler