JAKARTA--Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Advokasi Indonesia (YLBHI) Kadir Wakobun mengatakan, tindakan sewenang-sewenang perusahaan yang berujung pada pembantaian warga petani di Mesuji, baik di Provinsi Lampung maupun Desa Sodong, Mesuji, Sumatera Selatan akibat tidak jelasnya tafsir Undang-Undang (UU) Perkebunan Nomor 18 Tahun 2004.
Menurutnya, UU tersebut telah memberikan legalitas yang sangat kuat kepada PT Inhutani Lampung, PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), dan PT Sumber Wangi Alam (SWA) untuk mengambil tanah-tanah yang dikuasasi rakyat"Ini contoh implementasi UU perkebunan yang menguatkan pihak perusahaan sehingga merampas tanah adat," kata Kadir saat menggelar keterangan pers di Sekertariat Walhi, Jakarta, Jumat (16/12).
Ia menambahkan, pasal-pasal dalam UU tersebut memberikan ruang yang besar kepada perusahaan perkebunan baik swasta maupun pemerintah untuk terus melakukan tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani.
"Kami melihat pemicu konflik karena pihak perkebunan sawit telah merampas dan menguasai tanah warga dalam waktu 10 sampai 17 Tahun, dan warga tidak satu rupiah pun mendapatkan manfaat dari hasil kebun sawit," ucapnya.
Sedangkan pemicu konflik di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) Register 45 kecamatan Way Buaya karena pemerintah telah memperluas kawasan hutan
BACA JUGA: Diduga Korupsi dan Pungli, Mantan Kadisdik Ditahan
Dimana kata Kadir, sebagian lahan merupakan tanah adat/ulayat."Tuntutan warga atas lahan seluas 7 ribu ha, hanya dikabulkan 2300 ha untuk kemudian di enclave dari kawasan HTI
BACA JUGA: Granat Aktif di Pemukiman Warga
BACA JUGA: Tahanan LP Cipinang Pasok Sabu
(kyd/jpnn)BACA ARTIKEL LAINNYA... Narkoba Rp8,9 Miliar Dimusnahkan
Redaktur : Tim Redaksi